24. Citrani
Namanya Citrani, umurnya... tiga tahun lebih dua bulan. Sudah bisa berlari dan sedang bawel-bawelnya meskipun bicaranya belum terlalu jelas.
Itu yang gue tangkep hasil dari nguping obrolan Keira dan Rani sementara gue diem nyupirin mereka ke alamat yang dikasih Rani.
Mamah tadinya mau ikut, tapi gak gue bolehin karena takut akan bereaksi berlebihan dan bikin anak gue sawan liat kelakuan neneknya.
"Yuuk, Kak Keira, Kak Vino!" Ajak Rani saat kami sampai.
Keira turun lebih dulu, sementara gue menyiapkan sedikit nyali baru ikutan turun.
"Tunggu sini dulu ya, Kak, aku jemput Cicit, ini udah sore jadi paling temennya yang lain pada udah dijemput."
Setdah? Anak gue dipanggil cicit? Cem curut aja.
"Aku gak boleh ikut?" Tanya Keira.
"Emmm, boleh ayok Kak."
"Eh tunggu sini aja deh, biar surprise hehehee!"
"Oke Kak, sebentar yaa!" Rani meninggalkan gue dan Keira di halaman, gue melirik Keira, wajahnya antusias sementara gue bengong, sumpah demi neptunus saturnus uranus, masih gak percaya kalo gue sudah punya anak.
"Seneng gak?" Tanya Keira ketika ia memperhatikan kalau gue sedari tadi menatapnya.
"Bingung Kei, harus gimana."
"Jeeh, kok aku seneng ya? Bakal punya anak."
Lha? Ini kan anak gue yak??
"Kenapa tuh?"
"Ya berasa dapet ganti aja."
Gue mengangguk, mulai mengerti kenapa Keira gak bereaksi seperti kebanyakan cewek: marah, kecewa, maki-maki, terus pergi sambil ngomong 'tinggalin aku sendiri!'
Keira sempat hamil, mungkin... meskipun anak itu gak diharapkan, tapi ia sudah menyayangi anak yang hidup dalam tubuhnya.
Gue menganggap anak Keira adalah anak gue juga. Dan mungkin saat ini Keira pun berpikir demikian.
Jadi, adanya sosok yang 'katanya' anak gue ini, menggantikan anaknya yang tidak bisa hidup dan tidak sempat ia rawat.
Tak lama menunggu, gue dan Keira menoleh ke arah datangnya Rani, ia menggendong anak perempuan kecil yang sangat cantik.
"Gak usah pake tes DNA sayang, itu anak mukanya jiplakan kamu banget, apalagi dagunya." Ucap Keira, membuat gue makin meneliti wajah Citrani.
Dan yak, dia anak gue.
****
Keira ngajak Rani dan Citrani ke rumah kami, biar 'kenal' katanya. Gue yang berperan sebagai supir sih iya-iya aja. Asli masih syok, tau kalau selama ini gue punya anak, dan anaknya lucu, mirip gue pula.
Sampai di rumah, Keira langsung mengajak ke ruang tengah, kami duduk-duduk main di karpet, anak gue... si Citrani juga rame wira-wiri mainin pajangan yang ada di meja.
"Kamu berangkatnya kapan?" Tanya Keira.
"Sekitar 4 bulan lagi, Kak. Aku dateng dari sekarang supaya Citrani bisa beradaptasi. Aku gak mau dia syok pas ditinggal sama orang-orang yang dia gak kenal." Jawab Rani.
Gue mendengarkannya dengan seksama. Terlihat kalau ia merawat anaknya dengan baik. Yaa, Citrani yang masih ada sampai saat ini, sehat walafiat aja bukti sih kalau Rani hebat, ia mengurus segalanya dengan baik.
Eh? Nape gue jadi bagus-bagusin orang lain yak? Kan itu sama aja jelekin diri sendiri, karena gue selama ini gak pernah ada.
"Citrani boleh nginep di sini? Malem ini?" Tanya Keira.
"Maaf kak, tapi kayanya gak secepet itu ya Kak. Takut dia kaget, ini masih hari pertama, perkenalan dulu aja gitu. Maaf Kak."
"Yaudah deh gak apa-apa, tapi kita boleh sering main ya??"
"Iya Kak."
"Vin? Kamu gak ada yang mau diomongin gitu? Ngobrol yak berdua, aku ngajak Citrani main ke atas!" Ucap Keira. Ia menggendong Citrani lalu membawanya ke lantai dua.
"Eh? Ngomong apaan?" Ceplos gue saat Keira sudah di tangga.
"Kak Vino, maaf ya aku ganggu hidupnya Kakak. Apalagi sekarang Kak Vino udah nikah."
"Kenapa manggil Kakak sih? Dulu aja engga."
"Ya dulu kan... begitu."
"Udah santai aja laah yaa, tapi aku penasaran Ran, kamu kenapa gak pernah bilang?"
"Ya pertama... takut Kak Vino gak mau mengakui, terus nuduh aku sama cowok lain, entar malah ngatain, kan sakit hati."
"Emang aku begitu ya dulu??" Tanya gue,
"Iyaa hehehe."
"Parah ya? Maaf Ran."
"Gak apa Kak, udah lewat juga."
"Terus apa lagi?"
"Yaa, orang kaya kak Vino, mana bisa mikir serius? Deket sama aku juga kan kak Vino deket sama Hesti, Nurul, terus Olga. Lagian, dulu kan kak Vino baru lulus banget, sibuk-sibuknya nyari kerja."
Gue mengangguk, ternyata banyak juga yang sudah berubah dari hidup gue. Pantes aja Kalya dulu gak izinin Keira jadian sama gue.
"Kamu bener ngurus dia sendiri?"
"Dibantu nenek aku, Kak. Tapi Nenekku udah meninggal 6 bulan lalu. Jadi sekarang ya aku ngandelin daycare."
"Kamu di mana sekarang?"
Rani menyebutkan tempat tinggal, ia juga menjelaskan tempat ia bekerja, sebuah perusahaan terkenal di Jakarta yang bergerak di bidang Biokimia.
"Terus daycare barusan?"
"Itu sengaja aku titipin, karena mau ke rumah Kak Vino,"
Gue mengangguk, bingung mau ngomong apa lagi.
"Kak, sekali lagi, aku minta maaf karena ganggu Kak Vino sama Kak Keira. Aku sayang Kak sama Citrani, tapi aku juga gak pengin sia-siain beasiswa ini. Kuliah di Eropa itu mimpi aku dari kecil Kak. Tapi yaa aku jujur kalau untuk bawa Citrani dan ngurus dia sambil kuliah, kayanya aku gak bisa. Makanya, maaf kak, aku ganggu Kak Vino." Ucapan Rani terdengar tulus.
"Yaudah gak apa-apa lah, Ran. Toh dia anak aku juga kan ya? Kamu selama ini udah jagain dia, ya sekarang gantian."
"Aku usahain bakal sering balik Kak."
"Selesaiin aja kuliah kamu."
Gue mendengar suara anak kecil rewel, belum terbiasa mendengarnya, dan tak lama Keira turun dengan Citrani.
"Bosen kalo ya? Minta turun." Ujar Keira.
Citrani langsung mengulurkan tangan ke Rani, meminta digendong.
"Udah jam tidur Kak, ngantuk dia nih!" Rani memangku Citrani, mengusap-usap kening anak kecil lucu ini.
"Mau tidur di sini?" Tawar Keira.
"Gak usah Kak, mau pulang aja nih."
"Lha? Ke Jakarta? Yaudah ayok kita anter. Sayang ayok nyalain mobil kamu!"
"Ehh??"
"Buruan."
"Oke-oke-oke!!"
*******
Malam ini, gue gak langsung tidur. Keira sudah terlelap karena ia besok bekerja, sementara gue... munet.
Gak nyangka aja gue mendadak punya anak. Gak yakin apa diri ini diberi tanggung jawab dalam mengurus dan membesarkan seorang anak manusia. Gue kan... sableng.
"Kamu gak tidur?" Gue menoleh, Keira terbangun.
"Belum ngantuk sayang, kamu tidur lagi aja."
"Mikirin Citrani?"
Gue mengangguk.
Keira beranjak, ia ikut duduk di kasur, bersandar seperti gue.
"Kenapa?" Tanyanya.
"Gak yakin sama diri sendiri, Kei."
"Aku yakin sama kamu. Kamu bisa nerima aku, waktu aku ada masalah kamu tetep di samping aku. Bahkan kejadian kemarin, saat aku keguguran, kamu tetep ada."
"Aku gak kenal dia sebelumnya, Sayang."
"Ya kenalan, ada waktu 4 bulan sebelum Rani pergi. Kita gunain waktu itu untuk mendekatkan diri, mengenal Citrani, biar Rani bisa kuliah dengan tenang, dan dia aman sama kita."
"Kamu gak marah?" Tanya gue, asli gue juga gak percaya kenapa Keira bisa setenang ini.
"Kamu aja bisa nerima masa lalu aku, masa aku gak melakukan hal yang sama?"
"Tapi ini aku ada anak loh, Sayang."
"Ya kalau aku gak keguguran pun aku ada anak kan?"
Gue diam.
"Kalo kamu bisa jadi pasangan baik, aku percaya kamu bakal jadi Papa yang baik juga buat Citrani."
Papa.
Gue diem denger ucapan Keira barusan.
Sejak tahu gue punya anak, baru kali ini gue mikirin nama panggilan. Dan... apakah Citrani yang masih belajar ngomong itu sudi memanggil gue Papa?
******
TBC
Thanks for reading
Dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top