15. Sayang

Gue kembali ke rumah sakit, Rifan sudah tertidur di sofa. Gue bersyukur tadi sempet bawa kartu pendamping pasien, jadi meskipun sudah malam gue tetap diizinkan masuk.

Menekan tutup hand sanitizer jenis spray ke telapak tangan, gue menggosokan cairan tersebut ke telapak dan punggung tangan, setelahnya baru duduk di kursi tunggu, sambil menggengam tangan Keira.

Dia masih belum sadar, atau mungkin sudah tapi saat gue tidak ada di sini. Gue merasa damai saat melihat Keira yang terpejam ini, ia sudah seperti rumah buat gue. Jadi, gue akan berusaha semaksimal mungkin untuk bikin rumah ini tetap aman.

****

"Vin, bangun!" Gue merasa tepukan di bahu. Saat bangun mata gue langsung terfokus pada Keira yang sudah sadar, ada dokter yang sedang memeriksanya.

Gue bangkit dari kursi, menoleh belakang, Rifan yang ternyata membangunkan gue tadi.

Dokter yang berkunjung ini telah selesai memeriksa Keira, ia ditemani seorang perawat yang membawakan hasil pemeriksaan Keira kemarin.

Gue mendengarkan dengan seksama, tangan gue masih menggengam tangan Keira, dan ketika ada penjelasan yang terasa ekstrim, gue refleks meremas tangan itu.

Dokter selsai, ia pamit pergi sementara Rifan di belakang gue tak henti-hentinya istigfar.

Ini anak udah mau tobat apa gimana ya? Astagfirullah mulu.

"Kamu laper? Aus? Mau sesuatu?" Tanya gue ke Kei, tapi ia menggeleng.

Asli deh, udah hampir seminggu kayanya gue gak denger suara Keira.

"Terus mau apa?"

"Pulang." Jawabnya dengan suara serak.

"Nanti ya, kamu masih kurang gizi tauk, gak dikasih makan yak??" Tanya gue dengan nada becanda, mencoba membuat masalah ini terlihat biasa karena gak mau Keira kepikiran macem-macem.

Eh, tapi Keira malah diem aja.

"Nanti ya, tunggu agak sehatan baru pulang." Kata gue, tapi Keira masih diem aja.

"Tadi Kalya chat aku, Bang Aiden lagi otw sini anter Ibu,"

Ia mengangguk.

"Vin gue cabut dulu ya? Ada kerjaan." Gue kira dunia udah jadi hak milik gue sama Kei doang, eh taunya masih ada si Kunyuk di belakang.

"Okeee!"

"Mau gue bikinin surat sakit gak buat kantor lo?" Tanya Rifan.

"Hehehe boleeh."

"Bedrest 5 hari cukup?"

"Cukup bro!"

"Okeeh! Kei, sehat-sehat yaak!" Ucap Rifan sembari pamit, ditanggapi dengan anggukan oleh Keira.

Rifan minta kunci motornya ke gue, dan gue pun mengembalikan kunci beserta surat kepadanya, barulah anak itu pergi. Hanya tinggal gue dengan Keira.

"Ngomong doong!" Pinta gue, tapi Keira hanya tersenyum.

"Kamu kenapa? Coba ceritain perasaan kamu gimana, biar aku tau harus ngapain." Ucap gue tapi Keira masih belum buka suara.

"Si kampret itu mau kamu apain? Laporin polisi? Disiksa juga? Atau gimana?" Gue ngoceh aja gak jelas, mancing-mancing Keira biar dia ngomong.

"Atau dia aku perkosa balik??" Bukan gue sih, jijay bajay gue... hahahaha! Mending nyuruh orang.

Keira meringis saat mendengar kalimat terakhir gue. Mungkin itu mengingatkan dia atas pengalaman gak enak yang dia alami. Tapi gue pengin dia tau kalau itu bukan masalah buat gue. Di mata gue, dia masih se-sepesial saat gue membayangkan lewat foto-foto yang dipajang di rumahnya Kalya. Asli.

Saat melihat Keira menangis, gue langsung jleb gak tega gitu. Atulah, harus apa ini gue?

"Jangan nangis dong sayang, Ibu kan mau dateng, masa nangis?"

"Aku jahat kali ya? Makanya aku dijahatin." Akhirnya Keira buka suara.

"Jahat apa? Kamu gak jahat kali."

"Aku jahat sama dia, makanya..." Keira sengaja tak melanjutkan ucapannya.

"Kamu gak jahat, kamu cuma jujur sama dia, kamu gak mau balikan sama dia, dianya aja yang punya otak kriminal."

"Aku makin benci sama dia."

"Sama, aku juga benci sama dia." Otak gue langsung melayang ke orang yang lagi gue sekap di kost-kostan lama gue. Biar aja dia kelaperan, toh Keira juga sampe mal-nutrisi gara-gara dia. Lagian, semaleman gak makan kayanya gak bakal bikin orang mati.

Keenakan dia kalo langsung mati mah. Gak sempet gue apa-apain.

"Kamu gak ngerti, Vin. Aku jahat."

"Kamu gak jahat, aku udah baca semuanya, text kamu ke dia, text dia ke kamu. Kamu gak jahat, kamu jujur, malah bagus gitu, dari pada kamu pura-pura baik sama dia? Entar dia ngerasa ada harapan, terus malah yang aneh-aneh? Kamu jahat sama dia aja gitu, apalagi kamu baik? Nanti dia bikin alasan 'atas dasar suka-sama-suka' lagi, keenakan dia!"

Keira diam.

Pintu ruangan diketuk, gue langsung bangkit berdiri ketika melihat Ibu dan Aiden masuk. Saat melihat Ibu menangis ketika menghampiri Keira, gue jadi ngerasa bersalah karena gak bisa jagain Keira sepenuhnya.

Mencoba memberikan privasi ke keluarga, gue pamit sebentar keluar, alasan mencari kopi. Aiden minta ikut bareng gue.

"Kata Kalya makasi, lo udah mau jagain Keira." Ucap Aiden, terdengar tulus meskipun sambil nyeruput kopi.

"Santai aja kali Bang."

"Kalya nyuruh gue laporin Digta ke polisi, tapi gue gak tau identitas jelasnya, kalo cuma nama kan ada banyak Digta kan ya di Indonesia."

Waduu, jangan bawa-bawa polisi. Bisa kena gue.

"Digta urusan gue aja Bang!"

"Lo udah bantu jagain Keira, masa iya lo juga yang ngurus gitu?"

"Gue sayang Bang sama Keira, orang yang dia benci otomatis masuk list orang yang gue benci juga. Apapun yang berurusan sama Keira, gue pengin terlibat."

"Tapi kan Kalya kakaknya, Vin. Gue kakak iparnya, kami keluarganya, ya biarin aja gitu gue yang urus."

"Yaudah Bang." Iya aja dulu dah.

Kami berdua diam, gue sendiri berusaha menikmati kopi yang masih panas ini.

Tak berapa lama ponsel milik Aiden berbunyi, dan gue langsung diajak balik ke ruangan.

"Hari ini gue sama Ibu yang jaga, Vin."

"Eh? Gue udah cuti tau,"

"Cuti?"

"Si Rifan bikin izin sakit, 5 hari."

"Yaudah, lo pake istirahat aja, kalo ada info apa-apa gue kabarin lo kok, tenang aja."

"Bener ya, Bang?"

"Iyaa!"

"Jagain Keira!"

"Pasti laah!"

"Terus Kalya di rumah sama siapa?"

"Udah gue titipin ke rumah gue, sama Mama sama Uwi."

"Ohh, yaudah nanti gue mampir boleh?"

"Yaboleh lah! Pertanyaan lo ngaco aja!"

Gue mengangguk.

Kami sampai di ruangan Keira, gue pamit pulang, Keira diam saja, tapi gue bisa liat kalau dia kaya gak ikhlas gitu gue pergi. Yak, hati gue pun merasa hal yang sama.

"Nanti aku balik lagi kok, tenang aja!"

Keira mengangguk. Setelah itu, gue salim sama Ibu dan pamit ke Aiden.

Di luar rumah sakit, gue pesen ojek online ke kost-kostan, ada monyet yang harus gue jengukin dulu.

***

"Gimana? Lo udah mau minta gue nikahin adek lo?" Si monyet satu ini masih ngira gue kakaknya Keira kayaknya.

"Lidah lo mau gue potong, biar lo gak banyak bacot??" Tanya gue, nyesel juga buka lakban di mulutnya.

"Denger ya, lo bakal nyesel giniin gue, bakal malu..." gue langsung menutup lagi mulut si kampret ini, dan dia langsung meringis. Mungkin karena sayatan gue semalem kali ya?

"Kaga bakal ada ceritanya gue nyesel kaya gini, ngulitin lo idup-idup aja mau gue sekarang!" Ucap gue, dan kunyuk satu ini langsung meringis ngeri mendengarnya.

"Lo jauhin Keira! Gak usah sok waw deh lo jadi bajingan!" Seru gue dan ia mengguman tak jelas.

"Gak ngerti gue nyet! Lo denger aja udah, jangan banyak bacot!"

Gue mendekat ke arah Digta, dia langsung was-was, tapi gue mendekat hanya untuk mengencangkan ikatan tali di tangan dan kakinya, karena gue udah males seruangan sama orang ini, mending gue balik, istirahat bentar terus nyamperin Kalya.

***

Selesai mandi, gue mengecek ponsel yang bergetar, saat membukanya gue udah males duluan karena ada 340 chat yang belum terbaca dari group, gue pun hanya baca seadanya.

Putra:
Gue barusan dari tempat yang kemarin
Sepi
Tapi ada darah-darah gitu di kasur
Ngeri euy

Damar:
Astaga
Itu darahnya Kei?

NeneLampir:
Kata Aiden gak ada darah pas dia lepasin Kei
Cari di mana ya??

Me:
Kenapa??
Cari apaan?

Gue ikut nimbrung dalam obrolan. Gue tau banget darah siapa itu. Yak, itu darahnya Digta pas gue sayat mulutnya bikin dia jadi Joker.

NeneLampir:
Aiden bilang
Kata dokter Kei hamil
Si bangsat itu harus tanggung jawab!
Eh malah ilang!
Cari di mana??

Jantung gue berenti sekian detik saat membaca isi chat Kalya tersebut.

Kalya gila apa gimana???

Me:
Di rumah mertua kan lo Kal?
Diem sono!
Gue otw!!!!


****

TBC

Thanks for reading, dont forget to leave a comment and vote this chapter xoxo

Yaaah dedek Kei....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top