5 | First to Fight
22 Februari 2006
02.09
Keira langsung bergegas menuju rumah sakit, tepat setelah ia menerima telepon dari Hakkai yang mengatakan bahwa Mitsuya dan Smiley dirawat.
Ma-maaf mengganggu malam-malam ... uh, aku tidak tahu harus menghubungi siapa. Tapi, ini tentang Taka-chan. Dia disergap dan diserang oleh orang-orang Tenjiku. Kau pasti tahu, kan, kalau kami sedang terlibat konflik belakang ini. Puncaknya adalah hari ini dan Taka-chan diserang, bukan dia saja, Smiley juga. Mereka sama-sama dirawat sekarang, kalau kau tidak keberatan, apa bisa datang ke sini dan menjaga mereka? Mereka masih pingsan dan menerima perawatan, aku ingin menemui Mikey-kun untuk melapor.
"Berikan alamat rumah sakitnya. Aku ke sana sekarang."
Kemarin, Keira tidak sengaja bentrok dengan para Tenjiku itu. Madarame Shion membuatnya mengenakan kasa yang sekarang masih menempel di rahang. Ia sedang pulang dari lokasi pemotretan di distrik Shibuya, ketika sialnya melihat anak-anak berseragam Touman dipukuli secara membabi-buta. Walau mencoba berpura-pura tidak kenal, karena memperhatikan terlalu lama, ia akhirnya terlibat dengan Shion. Si Bodoh itu sempat meminta nomor ponsel Keira dan menggodanya, karena Keira menolak terus-menerus dan kelepasan menghina, ia dihadiahi satu tinju. Jelas saja sang model tidak membiarkan siapa pun yang merusak aset utama dari pekerjaannya untuk lolos mudah. Perkelahian itu bubar sebelum benar-benar tuntas, karena sirine polisi dan ambulans.
Di hari yang sama, Keira membantu Mitsuya mengurus luka di kepalanya, akibat pukulan menggunakan batako.
"Kau bertemu Madarame Shion?" Mitsuya berseru. "Apa kau tahu siapa dia?"
"Tidak." Keira menggeleng, tangannya melingkarkan perban di kepala Mitsuya. "Omong-omong, sudah pernah menghitung berapa kali kepalamu ini kena pukul dan tidak pecah? Mitsuya-san benar-benar definisi keras kepala."
"Tenjiku itu berbahaya, Hanazawa-san. Kau beruntung hanya bertemu dengan Shion, bukan Mochi maupun Haitani bersaudara atau anggota yang lebih mengerikan lagi."
Keira merasa bahwa Mitsuya menginginkan dia untuk tidak terlibat lagi. Keduanya saling bertatapan, cukup lama seolah berusaha membaca pikiran masing-masing. Namun, pada akhirnya Keira tidak berkata apa pun. Ia punya firasat untuk tidak menjanjikan apa pun pada Mitsuya sekarang.
"Kau mau menghadiri pertemuan Touman, ya?"
Tanpa mau membahas topik tadi lebih lanjut, Mitsuya mengangguk. Ia yakin Keira bisa memahami kondisi sesuatu dengan baik dan gadis itu tidak memerlukan seseorang untuk mengatur atau mengendalikannya. Mitsuya juga tidak mau membuat Keira berjanji, untuk hal yang sangat mungkin diingkari.
"Hati-hati di jalan."
"Suster, aku mau mengurus administrasi untuk Mitsuya Takashi dan Nahoya Kawata." Keira berdiri di depan meja resepsionis, menghadap seorang wanita muda berpakaian rapih ala pegawai rumah sakit.
"Pasien yang baru masuk itu, ya? Apa kau saudaranya?"
Keira mengernyit. "Be-begitulah. Berapa totalnya?" Setelah membayarkan sejumlah uang, ia bertanya lagi, "Apa yang sebenarnya terjadi pada dua anak itu? Mereka belum sadarkan diri."
"Ada luka bekas pukulan di kepala mereka, juga beberapa memar di sekujur tubuh. Anak yang membawa mereka ke sini, berkata bahwa mereka diserang pengendara motor dan dipukul dari belakang menggunakan pipa besi."
22 Februari 2006
16.40
"Hei, Hanazawa-san, kau menguliti tanganmu sendiri!" Mitsuya menggenggam pisau yang digunakan Keira untuk mengupas apel. Gadis itu kelihatan tidak fokus sejak pagi, sekarang malah terus-menerus melukai tangannya. "Kau kenapa, huh? Sejak tadi melamun. Bahkan sampai melukai diri sendiri. Jangan gila!" Kapten Divisi Dua itu merebut pisau dari tangan Keira dan melemparnya ke pojok ruangan.
Seperti baru saja dipukul oleh sesuatu, Keira mengerjap. Ia menggeleng. "Maaf, Mitsuya-san. Aku hanya ... punya firasat buruk." Ia berdiri dari duduknya, menjauhi tepi ranjang Mitsuya untuk membersihkan darah di westafel.
"Mungkin sebaiknya kau pulang saja." Smiley berucap yang diiyakan oleh saudara kembarnya.
"Ponselmu berbunyi." Hakkai menujuk benda pipih di atas nakas, di antara ranjang Mitsuya dan Smiley.
Keira merasa gelisah sejak pagi, ia tidak bisa menjelaskan perasaannya itu. Apakah karena Mitsuya diserang lagi? Atau karena hal lain? Ia meraih ponsel dan mengangkat teleponnya.
"Halo, Michi-kun, ada apa?"
Keira-san, kau di mana?
"Aku, Hakkai, Angry-kun, sedang menemani Mitsuya-san dan Smiley-kun." Ruang kamar berubah sunyi, seolah berharap mereka bisa mendengar suara Takemichi dari dalam ponsel Keira. "Ada apa?"
Jika ini urusan Touman, seharusnya Takemichi tidak menghubungiku.
Kekasih Tachibana Hinata itu tidak langsung menjawab, selama lima detik hanya kekosongan yang mengisi percakapan mereka.
"Halo? Michi-kun?" Entah kenapa, luka segar di tangan Keira terasa makin perih dan ia tidak sadar sudah menahan napas. Mitsuya menatapnya khawatir, tetapi tidak berkata apa pun dan hanya mengelus bahunya.
Ma-maaf, Keira-san. Bisakah kau datang ke Rumah Sakit Asagaya, sekarang?
Sial, rumah sakit lagi.
"Berengsek," Keira tanpa sadar mengumpat, "aku segera ke sana." Ia mematikan telepon. "Mitsuya-san, aku pinjam motor, ya. Michi-kun ingin bertemu di RS Asagaya."
Mitsuya mengernyit. Permintaan yang aneh karena Keira bukanlah anggota Touman, apa yang mungkin diperlukan gadis itu di rumah sakit sana? Sampai-sampai Takemichi yang menghubunginya. Mengingat mereka makin dekat dengan jam pertempuran melawan Tenjiku, dugaan bahwa hal ini berhubungan makin kuat. Namun, Keira tidak punya alasan untuk terlibat.
Kenapa Takemichi memanggilnya?
"Apa terjadi sesuatu?" Angry bertanya.
Hakkai berdiri dari duduknya. "Apa kami perlu ikut?"
"Entahlah." Keira memasang jaket, ia membuka laci nakas dan mengeluarkan kunci motor Mitsuya. "Mikey meminta kalian menjaga Smiley-kun dan Mitsuya-san, 'kan? Tetaplah di sini."
"Apa pun yang terjadi, hubungi aku." Mitsuya menarik lengan jaket Keira ketika gadis itu hendak beranjak. Merasa perlu memberi keyakinan, Keira mengangguk dan pegangan Mitsuya terlepas.
"Aku pergi dulu. Jaga diri kalian."
"Angry, temani Keira-san ke parkiran motornya!" titah Smiley.
Sepanjang perjalanan, Keira merasa pikirannya makin kalut dan ia susah fokus. Pikiran dan perasaannya makin hancur berantakan saat melihat Mikey duduk di depan kamar jenazah, bersandar pada dinding putih dengan tatapan kosong tanpa cahaya kehidupan. Belum apa-apa, Keira sudah menangis. Firasatnya seburuk ini, di hari kematian Baji Keisuke.
Di dalam kamar jenazah, Keira melihat sebuah ranjang dan tubuh sahabat baiknya terbaring ditutupi kain putih sampai ke bawah leher. Draken juga ada di sana, berdiri membelakanginya.
"A-apa?" Keira merinding, tungkainya kehilangan tenaga sehingga ia jatuh menabrak dinding. Air mata mengucur deras, napasnya putus-putus, dada terasa sesak bukan main. Tubuh Keira bergetar hebat. "E-Emma ...."
Ia tidak mampu maju selangkah pun, tubuhnya terlalu lemas dan kepalanya pusing. Dunia di sekeliling seolah berputar sangat cepat sehingga segalanya menjadi buram, ia hanya melihat Draken berbalik, berjalan melewatinya, dan membuka pintu.
"Mikey, ikut aku keluar."
Pintu ruangan ditutup dan Keira menangis sejadi-jadi. Ia tidak pernah mengira ini, bahwa perasaan buruk itu menuntunnya pada kematian sahabat terkasih. Setelah kehilangan Baji Keisuke dengan cara paling menyakitkan, ia tidak mengira akan kehilangan Emma dalam waktu dekat. Hanya setahun. Kenapa teman-temannya pergi seperti ini? Baru kemarin, Emma menemaninya mengobrol sampai malam. Mereka membicara ini-itu, mulai dari pelajaran di sekolah, gaya fesyen terbaru, curhat tentang apa saja, sampai soal laki-laki. Lalu, sekarang, gadis dengan kepribadian sehangat mentari pagi itu tidak akan pernah bercahaya lagi.
Rasanya Keira kesulitan bernapas, ia berusaha keras membawa tubuhnya yang setengah lumpuh keluar ruangan. Susah payah, Keira menuju halaman belakang rumah sakit. Ia melihat Takemichi, Draken, dan Mikey di sana.
"Aku tepat di sampingnya! Tapi aku gagal melindunginya! Mikey-kun, tidak salah apa-apa!" Takemichi berteriak, ia bersujud di belakang Draken yang menghadap Mikey. Keira mendekat, ingin tahu apa yang sudah menyebabkan kematian Emma. Takemichi jelas tahu sesuatu.
"BUKANKAH KAU MEMBENTUK TOUMAN UNTUK MELINDUNGI SEMUANYA?" Draken meninju Mikey, ia memegangi kerah kakak lelaki Emma dan kembali mengangkat lengan.
Takemichi memeluk pinggang Draken. "Kumohon hentikan, Draken-kun!"
"Pah-chin ditahan!" Draken meninju Mikey. "Baji mati!" Ia meninju lagi.
"Polisi juga menangkap Kazutora!" Tinju Draken yang kali ini melempar tubuh Mikey cukup jauh. Pemimpin Touman itu bergeming, menerima semua pukulan sampai wajahnya babak belur.
"DAN, SEKARANG EMMA!" Setelah menyikut wajah Takemichi supaya pelukannya terlepas, Draken kembali menghajar Mikey. Lebih keras dari sebelumnya.
"Kumohon, hentikan, Draken." Keira berucap pelan, ia berlutut di sebelah lelaki tinggi itu. "Bukan hanya kau ... yang merasa hancur."
"Emma ...." Suara Draken pecah, air matanya jatuh.
"Orang yang membunuh Emma-chan, adalah Kisaki ... aku kenal dia, dia mungkin melakukan muslihat aneh agar tidak tertangkap polisi." Suara Takemichi bergetar, ia berdiri di hadapan Mikey sambil menunduk. Mereka sudah kembali memasuki bangunan rumah sakit setelah Keira dan Takemichi sedikit memaksa.
"Mikey-kun, kalau terpaksa, aku akan melawan Tenjiku sendirian."
Mikey masih bergeming. Kematian Emma mengguncang psikologisnya dengan sangat kuat.
Keira melihat Takemichi pergi setelah mengatakan kalimat terakhirnya itu, ia menemui Hinata dan berbicara. Tepat saat lelaki itu akan keluar dari rumah sakit, Keira menghentikannya.
"Hanagaki Takemichi!"
Takemichi menoleh. Wajahnya yang penuh luka kelihatan bingung. "Ada apa, Keira-san?"
Keira mengepalkan tangan. "Kisaki ... kau menyebut namanya tadi, aku yakin kau bilang dialah yang membunuh Emma." Mati-matian Keira berusaha agar suaranya tidak bergetar dan air mata tidak lagi menyeruak jatuh. "Aku juga yakin, dia yang membuat Keisuke mengorbankan dirinya untuk Tora-kun."
Takemichi tidak mengatakan apa pun, ia menatap kedua mata cokelat Keira intens.
"Aku sudah dengar kondisi Touman dari Hakkai dan Angry-kun. Kapten divisi dua dan divisi empat dirawat, kapten divisi ketiga masih dalam masa tahanan, kapten divisi kelima dan anggotanya menjadi pengkhianat, kapten divisi pertama dan anggotanya babak belur. Lalu sekarang, baik Mikey maupun Draken tidak dalam kondisi prima untuk bertarung."
Sambil berusaha mengatur napasnya, Keira berkata, "Biarkan aku ikut bertarung denganmu, Takemichi."
Takemichi memelotot. "Tidak bisa, Keira-san! Kau bukan anggota Touman! Ini tidak ada hubungannya denganmu."
"'Kau bukan anggota Touman, ini tidak ada hubungannya denganmu.'" Keira meniru dialog Takemichi dengan nada mengejek. "Kau kira, aku melakukan ini untuk Touman?" Ia menatap Takemichi tajam, kepalanya berdenyut pusing.
"Kisaki bajingan itu membunuh sepupu dan sahabatku. Lalu orang yang kukenal masuk rumah sakit karena Tenjiku." Keira menggigit bibir bawahnya. "Kalau Hinata-chan masuk rumah sakit akibat satu geng berengsek, apa kau akan diam saja? Aku melakukan ini seenaknya dan untuk kepuasan diriku sendiri."
Takemichi tidak menjawab.
"Aku percaya dengan kemampuanku. Aku bisa bertarung dengan baik dan tidak akan merepotkanmu, Michi-kun." Emosi Keira mulai stabil. "Biarkan aku membantumu. Tidak akan ada ruginya."
Chifuyu berdiri di tangga kuil Musashi. Ia dan Takemichi sudah memberikan pidato-pidato penyemangat untuk para anggota Touman dan di tengah-tengah itu, Smiley dan Mitsuya muncul bersama Hakkai dan Angry. Mereka menyelinap kabur dari rumah sakit dan berkata agar Hakkai dan Angry diajak pergi.
"Keberuntungan tidak memihak kita! Tapi, jika kita melarikan diri sekarang, maka itu adalah akhir bagi Touman!" Chifuyu berucap lantang. "Kita tak punya pilihan, selain membuktikan pada mereka. BAHWA TANPA MIKEY-KUN, TOUMAN TIDAK AKAN KALAH DALAM PERTARUNGAN INI!"
Seluruh anggota Touman yang menghadiri pertemuan itu bersorak-sorai, mengelu-elukan nama Touman berulang-ulang.
Keira yang sedari tadi menyimak pidato itu dari balik pohon, akhirnya memunculkan diri untuk mengikuti Takemichi dan yang lainnya. Ia sudah memantapkan diri. Pikirannya tidak pernah lebih fokus dari malam ini, ia hanya punya satu tujuan; menghabisi Kisaki Tetta.
"Keira!"
Mendengar namanya dipanggil, gadis itu menoleh. Mitsuya mendekat, tangannya memutar roda kursi rodanya. Keira mengangkat tangan, menahannya bergerak dan berjalan mendekat.
Mitsuya mendongak, memandangi wajah Keira yang ditutupi topi hitam. "Ini adalah perang. Kau bisa saja terluka parah."
Keira menggeleng. "Ya, ya. Aku tahu, Mitsuya-san. Aku tahu. Tapi, aku tidak akan mundur. Bahkan kau, tidak akan bisa menghentikanku."
Mitsuya tidak langsung menjawab. Ia mencoba memahami kerumitan dalam benak Keira pasca kehilangan Emma dan fakta bahwa Kisaki adalah orang yang sama, dengan tragedi Baji Keisuke membuat kondisinya makin sulit diurai.
"Aku tidak punya alasan untuk menghentikanmu dan tidak akan kulakukan. Kalau jadi kau, aku pun melakukan hal yang sama." Mitsuya menatap Keira lekat, memberi tahu bahwa ia mempercayai keputusan gadis itu walau jauh di lubuk hatinya, Mitsuya khawatir setengah mati dan ingin mencegah. Kalau kondisiku baik-baik saja, kau tidak perlu ke sana.
"Berhati-hatilah." Mitsuya tersenyum, meyakinkan. Ia menepuk lengan gadis berjaket merah di depannya berkali-kali. Kalau bisa berdiri, Mitsuya berharap bisa memeluk Keira. "Kau harus kembali dengan selamat. Aku akan menunggumu."
Keira tersenyum kecil. Ia tidak pernah menghadapi pertempuran seperti ini dan itu membuatnya gugup. Melihat Mitsuya di sini sebelum berangkat, jelas menimbulkan sedikit kelegaan. Keira membungkuk rendah, bergumam terima kasih, dan menyusul Takemichi.
2
2 Februari 2006
Pelabuhan ke-7 Yokohama.
Sekilas, pertempuran ini mustahil untuk dimenangkan. Orang-orang yang mendengarnya pun, pasti akan merasa sangsi terhadap kemenangan geng Tokyo Manjirou. 400 melawan 51 orang, sedari awal saja sudah sangat-sangat timpang, berat sebelah. Apalagi, Tenjiku dipenuhi oleh para monster dari berbagai generasi.
Meskipun Angry berhasil menundukkan Keempat Raksasa Tenjiku-minus Shion Madarame yang sudah dihajar Pehyan di awal-yang tidak bisa dikalahkan orang-orang terkuat Touman, remaja berambut afro biru itu harus mengakui kekuatan Kakucho. Di sisi lain, para anggota Touman yang lain sudah kewalahan menghajar setengah dari Tenjiku.
Keira sendiri, ketika ia berpikir bisa mendekati Kisaki Tetta yang berdiri congkak di atas kontainer, ia justru harus berhadapan dengan orang yang tidak bisa dijatuhkan Draken.
"Wah, wah. Apa Touman merekrut perempuan sekarang?"
Hanma Shuji. Tidak peduli berapa kali diserang, ia tetap saja berdiri. Menerima semua jab, uppercut, straight, dan segala jenis pukulan maupun tendangan yang pernah Keira pelajari, seolah-olah dirinya terbuat dari samsak tinju. Remaja tinggi dengan rambut dwiwarna itu juga tak segan balas menghajar Keira yang tersudut akibat menolong anggota Touman di dekatnya. Ia melayangkan satu tendangan keras ke pinggang, membuat Keira mundur beberapa langkah.
Keira kembali maju, ia mengerahkan satu tendangan tinggi yang menargetkan kepala. Namun, Hanma berhasil menangkap kakinya. Laki-laki itu menyeringai, meremehkan.
"Benar. Pegang seperti itu." Keira berucap, ia melompat dan memutar tubuh. Kaki kirinya bersarang tepat di leher kanan Hanma, belum sempat laki-laki itu bergerak lagi setelah terlempar, Keira melayangkan tendangan belakang lurus ke perut. Namun, berhasil ditahan.
Zombie itu bergerak maju, kepalannya menuju kanan, berhasil dihindari. Ke kiri, berhasil dihindari. Satu tendangan dari bawah ke atas, lurus mengenai dagu Keira dan membawanya mundur tiga langkah. Gadis itu belum sempat bereaksi saat kerah jaketnya ditarik dan tubuhnya terangkat di udara, lantas meluncur turun dan menghantam tanah keras. Teknik bantingan, mirip seperti yang ada di judo. Rasanya Keira ingin pingsan.
"Seranganmu sakit semua." Hanma menjambak rambut Keira dan menariknya, membuat gadis itu mendongak paksa selagi tubuh jangkuk laki-laki itu menimpa punggungnya. "Yang sudah terlatih memang beda, ya. Kalau kau fokus menyerangku daripada melindungi Touman yang lain, pasti aku sudah kalah sejak tadi." Hanma tersenyum mengejek, lalu membenturkan wajah Keira ke tanah, dan mengangkatnya lagi.
Keira tidak mendengar suara Hanma, maupun ocehannya. Pandangannya sedikit buram, tetapi ia bisa melihat Takemichi tengah berjuang menghadapi Kurokawa Izana, pemimpin Tenjiku.
Laki-laki pirang itu, wajahnya lebih babak belur daripada siapa pun yang ada di sini. Namun, ia tetap saja menerjang maju seolah nyawanya ada sembilan.
"Dia bego, sih. Jadi tidak tahu kapan harus berhenti."
Sekarang Keira memahami ucapan Mitsuya. Tiba-tiba saja, Takemichi tidak lagi bergerak. Tinjunya tertahan di udara dan ia mengangkat tangan seraya berkata, "Aku ... tidak ... kalah, Pemimpin!"
Keira terbelalak. Ia menyikut Hanma keras, laki-laki itu terguling ke kanan, sementara Keira berdiri untuk melihat Mikey datang. Disusul Draken yang membonceng Hina. Keira tidak bisa menyembunyikan kelegaannya.
Mata gadis itu bergerak, mencari keberadaan Hanma. Namun, laki-laki itu tidak ada di tempat ia seharusnya terbaring. Memutuskan untuk mengabaikan Hanma yang kabur, Keira bergerak mendekati teman-temannya yang berdiri di belakang punggung dua petinggi Touman.
"Gimana, Mikey? Sepertinya setengah anggota Tenjiku masih bisa bertarung." Draken berucap.
"Setengah, ya? 200 lawan 2?"
"Iya."
Kakak lelaki Emma mengangkat dagu. "Mana yang lebih berat lagi?"
Orang-orang Tenjiku mulai riuh. "KAU MENGEJEK KAMI, YA? SIALAN!"
Mikey masih terlihat tenang, tidak terpancing dengan semua caci-maki yang dilontarkan untuknya. "Mengejek? Kalian yang mengejekku. Apa kalian tahu, aku siapa? 200 orang saja?" Seluruh pelabuhan berubah hening.
"BAWAKAN 20.000, OI!"
Tidak ada yang bisa menyembunyikan keterkejutan mendengar tantangan Mikey tersebut. Keira tersenyum, dadanya bergemuruh karena semangat. "Mikey kembali," gumamnya. Entah harus merasa hancur, bangga, atau lega, melihat remaja itu berdiri pasca kematian adik perempuannya.
"Wah, lihat wajahmu, Keira." Draken menoleh ke balik bahu, menatap Keira yang berdiri tepat di belakangnya. "Siapa yang membuat wajahmu sampai seperti itu, huh?" Ia mendengkus, menahan tawa.
Keira tersenyum pahit. "Seseorang bernama Hanma Shuji. Bajingan itu tidak roboh-roboh! Dia seperti batu karang."
Draken tertawa. Semuanya masuk akal, begitu yang ada dalam benaknya. "Bisa-bisa Mitsuya tidak mengenalimu, kalau wajahmu seperti itu."
"Heh, sialan!"
Keduanya tertawa renyah.
Mikey berbalik, rambutnya berkibar pelan. "Tunggu apa lagi? Ayo kita berpesta! Karena itulah kami datang!" Kepalan kanannya memukul telapak tangan kiri yang terbuka.
"HEY, TOUMAN! TERIAK-TERIAK, DONG!" Draken berseru.
Mikey tertawa. "Kau terlalu berisik, Kenchin."
Saat kondisi pertarungan makin tegang akibat beberapa kali suara letusan senjata api terdengar, Hanma membawa Kisaki kabur. Draken dan Takemichi mengendarai motor untuk mengejar mereka dan ketika Keira hendak mengikuti, Mikey berseru, "Keira! Tolong bantu anggota Touman yang tidak sadarkan diri!" Titah itu serta-merta membuat Keira berhenti bergerak, ia menoleh. "Lakukan evakuasi, sebelum ambulans dan polisi datang!"
Sepupu Keisuke itu menatap teman kecil saudaranya lekat-lekat, Mikey pasti tahu alasan ia ingin mengejar Kisaki. Presiden Touman memberi tatapan meyakinkan, seolah memaksa gadis itu untuk mempercayai Takemichi dan Wakil Presidennya.
Keira terpejam sesaat, ia menarik napas panjang. "Angkat teman-teman kalian yang pingsan! Naikkan ke motor! Kita pergi dari sini!"
Omake;
H: Taka-chan, ini kunci motormu.
M: Keira?
H: Katanya dia mau langsung pulang. Tidak enak badan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top