24
Andrew termenung disebuah kafe, duduk menyesap kopi sementara pandangannya terlihat kosong. Ia terlalu mengagumi Daisy, setiap detil tubuhnya, setiap kalimat yang keluar dari bibir manisnya, dan segala keindahan yang ada pada wanita itu.
Dan kegilaan itu bertambah ketika Daisy menunjukan keberaniannya dengan memulai sebuah kecupan ringan dibibirnya, meski Andrew sadar itu hanya untuk membuat Mr. Osborn cemburu.
Namun tidakkah Daisy berpikir jika hal tersebut sangat berarti untuknya?
"Hah!" Andrew mendesah, pria sepertinya hanyalah butiran debu bagi Daisy. Wanita secantik dan sesukses seperti itu tidak akan pernah melirik kearahnya, sebenarnya Andrew telah menerima peluang. Dan bodohnya ia menghilangkan kepercayaan Daisy dengan kebodohannya malam itu.
Andrew merutuk kebodohannya sendiri, seharusnya ia tidak melakukannya. Seharusnya ia bisa mengontrol nafsunya, jika ia bisa memutar kembali waktu, ia pasti akan belajar untuk mengendalikan rasa haus akan keindahan Daisy yang telah tertanam semenjak dirinya melihat Daisy.
Wanita itu pasti kini telah mencari mangsa baru, partner seks baru yang pastinya lebih dewasa darinya.
"Hai Andrew!" Seorang gadis tiba-tiba duduk disebelah Andrew.
Andrew menoleh sekilas, dari suaranya Andrew sudah bisa menebak siapa pemilik suara tersebut. Ia sama sekali tak berminat berhadapan dengan gadis yang selalu membuntutinya itu, seperti sebuah skenario yang telah diatur ketika dirinya tengah kesepian dan Caroline muncul.
"Pergilah Carol!" Ujar Andrew lemas. Ia lalu membenamkan wajahnya dimeja dengan bertumpu kekedua tangannya.
Carol sedikit merasa kasihan melihat pria itu, kemeja kerja yang kusut ditambah dengan rambutnya yang acak-acakan memberikan kesan bahwa pria itu sedang terpuruk.
"Uhm, Andrew! Kau mungkin tidak menyukaiku, tapi setidaknya aku bisa membantu jika kau sedang dilanda masalah." Ujar Carol dengan niat baik, ia memang menyukai Andrew tak ada salahnya jika ia membantu temannya itu.
"Satu-satunya cara agar kau bisa membantu adalah pergi sejauh mungkin dariku, Carol!" Carol mendesah, Andrew tipe pria yang sangat sulit untuk didekati meski dalam kondisi seperti ini.
"Kau pria baik Andrew, kau tidak seperti pria lain yang ketika sedang frustasi akan menghabiskan waktunya disebuah bar dan meminum minuman beralkohol tinggi..."
"Berhentilah berbasa-basi Carol, kau membuat kepalaku bertambah sakit." Protes Andrew, tapi sepertinya Carol tidak berhenti sampai disitu.
"Hm, aku kemari hanya ingin menyampaikan pesan, bahwa kau tidak pulang kerumah semalam dan ibumu sangat mengkhawatirkmu." Jelasnya.
"Hm, beritahu padanya bahwa aku baik-baik saja. Aku hanya perlu waktuku sendiri..." jawab Andrew masih menenggelamkan kepalanya dikedua lengannya.
Carol hampir kehabisan ide, ia menghembuskan nafas kasar dan mulai menarik lengan Andrew dan memulai obrolan manja.
"Andrew, ayolah! Aku akan melakukan apapun...."
Andrew menegakan kepalanya kembali, melirik kearah Carol seraya mengernyitkan kening. Iblis mulai berbisik, otaknya mulai tidak terkendali dan ia menginginkan sesuatu agar dapat melampiaskan kekesalannya.
"Maukah kau tidur denganku?"
Bibir Carol terbuka, pertanyaan itu spontan keluar begitu saja dari bibir manis Andrew. Carol tentu saja dengan senang hati menerima ajakan tersebut, tapi mengapa dengan mudahnya Andrew berkata seperti itu setelah berpuluh kali penolakan dari Andrew.
"Kau sehat Andrew?"
"Kau mau atau tidak Carol? Jangan banyak bertanya!" Bentak Andrew, Carol terdiam sesaat. Ada sesuatu yang salah pada pria itu, dan Carol ingin tahu lebih dalam apa yang terjadi padanya.
Carol hanya bisa mengangguk pasrah bagai kucing penurut, Andrew langsung saja menarik lengan Carol. Lalu mereka berdua keluar dari cafe tersebut menelusuri jalan dengan berjalan kaki seraya bergandengan tangan, layaknya sepasang kekasih.
Tapi yang Andrew ingin hanya melampiaskan kehausan dan kekesalannya terhadap seks, seks yang membuat dirinya tidak dapat mengendalikan diri didepan wanita yang sangat ia kagumi.
Mungkin dengan hal ini akan sedikit membuat kewarasannya kembali dan ia dapat belajar mengendalikan dirinya ketika diatas ranjang.
"Andrew, kau meremas tanganku." Ujar Carol dengan wajah meringis menahan perih ditangannya. Sementara Andrew menulikan pendengarannya dan hanya berfokus pada jalan dan otak liarnya.
"Andrew!" Jerit Carol.
.
.
.
.
.
"Andrew?"
Wanita cantik berambut pirang itu membuka kacamata hitamnya, keningnya terlihat berkerut dan wajahnya mengisyaratkan kegelisahan.
Ia menggigit bibirnya sendiri, mengapa perasaannya menjadi seperti ini? Andrew hanyalah anak kecil, tidak seharusnya ia mencemaskan pria yang tidak ada hubungannya dengan dirinya itu selain sekertaris.
"Daisy? Kau tidak apa-apa?" Tanya seorang pria disebelahnya dengan nada khawatir.
"Uh, aku baik-baik saja." Jawab Daisy dengan tenang meskipun kini hatinya dilanda kegelisahan.
Pria disebelahnya lalu mengambil jemarinya, mengecup buku-buku jemari Daisy dengan sayang seraya menatapnya intens. Seolah Daisy membutuhkan hal manis tersebut, padahal tidak...
"Tenanglah sayang, kau akan baik-baik saja" ujar pria berparas tampan yang tak lain adalah seorang model ternama.
Daisy hanya bisa menyunggingkan senyum palsu, kemudian pria itu kembali mengemudikan mobil yang sempat berhenti dipinggir jalan selama beberapa menit dan meninggalkan tempat itu.
Namun kedua mata Daisy tidak berpaling dari dua anak manusia yang tengah bergandengan tangan dengan mesra itu, memasuki sebuah gang yang sepi diantara bangunan tinggi, membuat kedua mata Daisy terasa terbakar dan hatinya bagaikan diremas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top