OneShot #Menyambut 2019
'Wah, kayaknya enak, Tan.'
'Hati-hati kalau bawa makanan di depan si rakus ini, Tante, nanti habis duluan sama dia!'
Mama Rion hanya tertawa senang, bahagia mengetahui para roh yang sedang berkumpul di rumahnya ini akan menikmati masakannya. Wangi mentega memenuhi rumah Rion dan sekitarnya. Para roh, baik Dosa maupun Kebajikan, sibuk dengan aktivitas masing-masing, meramaikan suasana malam ini.
Sebenarnya, apa yang sedang dilakukan para roh, sampai berkumpul-kumpul seperti ini?
'E-eh, itu bisa meledak kan?'
'Ini kembang api, Cowardice,' sahut Rion, masih bersusah payah mengangkat tumpukan kotak berisi kembang api untuk dibawa ke teras, 'meledaknya di langit.' Cowardice sampai bergidik. 'Tahun baru itu menakutkan, ya,' bisiknya dengan lirih, 'pakai petasan segala.'
Ah, benar juga. Mereka sedang menyambut kedatangan tahun baru 2019. Mama Rion sedang menyiapkan jagung bakar, Rion dan Cowardice sedang menyiapkan kembang api. Mari kita simak yang dilakukan roh lain.
Gluttony dan Envy tadinya sedang mengamati Mama Rion membakar jagung, bisa kalian tentukan sendiri dialog yang mana dikatakan oleh siapa.
Lust sedang duduk di sofa ruang tamu, membaca majalah fashion yang disimpan Mama Rion. Tenang, dia jinak, karena Chastity sedang duduk tidak jauh darinya. Selagi para roh lain berpesta pora di teras, Chastity menggunakan kesempatan ini untuk berdoa Novena Tiga Salam Maria di dalam rumah. Ia mengharapkan tahun yang baik bagi semua manusia dan roh.
Patience bersama Humility bermain musik untuk meramaikan suasana tahun baru yang meriah ini, meski nada Humility sedikit sumbang.
Kindness, Temperance, dan Diligence hendak bermain Ludo bersama. Diligence menyiapkan papan Ludonya dan menyusun pion-pion di tempatnya. 'Nah, silahkan pilih warnanya,' kata Diligence dengan semangat, 'aku merah, ya!'
'Nah, Temperance mau warna apa?' tanya Kindness. 'Ah, aku sisanya aja, Kak.' 'Kalau begitu, Kakak warna biru, yaa,' sahut Kindness, 'dan kamu warna hijau, bagaimana?' 'Boleh, terima kasih, Kak Kindness!' balas Temperance dengan senyum sederhananya.
'Nah, kita mulai yaa,' kata Diligence sambil mengocok dadu, 'jangan menyerah!' Sambil berharap kemunculan angka 6, Diligence menuangkan dadunya ke atas papan. Diligence merasa tegang selagi mengawasi dadu yang seakan-akan tak berhenti berputar. Dadu tersebut perlahan-lahan menunjukkan angkanya. Angka 6!
'Wah, kalian main ramai-ramai gak ngajak,' sahut sebuah suara yang baru datang, 'aku iri.'
Ketiga Kebajikan tersebut mengarahkan pandangan mereka ke arah suara tersebut. Dua sosok Roh Dosa mendekati.
'Ikutan dong,' pinta Gluttony sembari duduk di tempat kosong sebelah Temperance, 'bosan belum bisa makan-makan.'
'Jangan sampai papannya yang kamu makan.' balas Temperance dengan ketus.
Kindness menatap Envy dan menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. 'Sini, Envy, masih kosong.' 'Heh, tanpa kau suruh pun akan kududuki tempat itu,' balas Envy dengan sok keren sambil duduk di sebelah Kindness, namun ia segera menyadari perkataannya, 'tunggu, jangan berpikir yang macam-macam,ya!'
Diligence hanya menghela nafas. 'Padahal tadi dapat 6,' batinnya, 'tak apa, tinggal kucoba lagi!'
'Ya sudah, pria-pria yang baru datang ini dipersilakan memilih warna pion,' kata Diligence sambil berdiri, 'aku akan mengambil papan yang dikhususkan untuk 6 orang.' Dan pergilah Diligence ke dalam rumah.
~•~
Sementara itu, para Junior kecil yang kami cintai sedang bermain kembang api. Bukan yang meledak di langit, namun yang membakar sebuah tongkat besi secara perlahan-lahan, menciptakan percikan-percikan api yang menyerupai kembang.
'Uwaaaaaah, cantik! Indah!' Murder mengayunkan tongkatnya dengan heboh. 'Hati-hati, bodoh, nanti kamu yang kena!' Rebel mengkhawatirkan temannya yang sepertinya dapat membunuh tetangga secara tidak sengaja.
'Taruhan jatah jagung bakarku kamu tidak berani menyelipkan kembang api yang masih menyala ini ke dalam kerah baju bosmu.' 'Uhihihi, taruhan diterima.' Courage hanya mengawasi Violence yang berjingkat-jingkat masuk ke dalam rumah.
'Wah, betulan berani dia. Harusnya Cowardice yang kutantang,' batinnya sembari mengikuti Violence pelan-pelan. Dilihatnya Violence naik ke atas kamar, masih membawa tongkat kembang apinya. 'Bagaimana reaksi Wrath, ya, hehe.'
Sesudah menghilangnya Violence ke lantai atas, barulah Courage sadar akan suatu hal. 'Wah, aku bisa dibantai Wrath nih, bagaimana juga reaksi Kak Diligence kalau tahu aku terlibat, ya?' batinnya. Namun, ialah sang keberanian itu sendiri, ia tidak takut dibantai Wrath.
'PERSETAAAAN!'
Suara yang menggelegar dari lantai atas menyebabkan gempa kecil-kecilan. Courage kaget merasakan getaran dunia, dan dilihatnya wajah panik Violence yang segera menuruni tangga dan menarik Courage keluar dari rumah. Courage yang kebingungan hanya membiarkan dirinya dituntun keluar secara paksa. Sesampainya mereka di teras, Courage langsung mencurahkan rasa paniknya. 'What the hell?! Itu tadi apaan?! Kamu ketahuan?' Violence yang masih tersengal-sengal mengacuhkan temannya itu. 'Hah.. Ah, sial, Coury, sepertinya mood Kak Wrath lagi bagus,' katanya, menghela napas, 'tadi aku sempat lihat Kak Wrath membanting console game Kak Sloth.' Violence menarik nafas panjang. 'Dan tidak, aku pun tidak sempat menyelipkan tongkat ini,' katanya sambil mengacungkan tongkatnya, 'apinya keburu mati.'
Courage hanya menatap tongkat yang hangus itu, lalu kembali menatap wajah Violence yang masih ketakutan dan lelah. Tiba-tiba, Courage tertawa terbahak-bahak. Violence terbelalak melihat tingkah temannya. 'Hoi, kenapa kamu?!' Courage mecuri sela di antara tawa bahaknya untuk berbicara. 'Berarti jagungku amaan! Ahahahahahahah!' 'Setan kau, Coury,' sahut Violence, menahan tawa, 'Ya udah, aku mau menghindari Kak Wrath dulu.' Violence pun pergi sambil melambaikan tangannya.
~•~
Mari kita lihat keadaan Wrath. Sang Kemurkaan ini mencurahkan rasa amarahnya melalui hentakan kaki dalam perjalanan ke teras. 'Brengsek, harusnya tidak kuterima tantangan tadi,' katanya pada dirinya sendiri. 'Duuh, kakak ganteng lagi marah, yaa?' sahut Lust yang melirik dari majalahnya. Wrath yang merasa tidak ingin diganggu hanya memalingkan wajahnya. 'Adik terkutuk.' bisiknya sambil meraih gagang pintu utama. Suasana yang riang dan ramai menyambut Wrath yang telah sampai di teras. Suasana ini tidak berpengaruh apapun padanya, hatinya tetap panas.
Wrath langsung memindai teras dan kelihatannya tertarik dengan perkumpulan Roh Besar yang hendak bermain sebuah permainan papan. Dia tertarik karena ia menemukan sosok berambut hijau yang sangat dikenal dan disayangnya itu. Tanpa berpikir panjang, dia pun menghempaskan tubuhnya ke tempat kosong yang tersedia, menghadap para Roh Besar tersebut.
Yang kaget hanya Kindness, sebab ia mengidap Wrathphobia. Yang lain hanya menunjukkan ekspresi bingung, karena Wrath tiba-tiba saja datang dan duduk di hadapan mereka dengan wajah kelelahan. 'Kenapa, Kak?' tanya Gluttony yang akhirnya membuka suara. Wrath hanya menatap adik dan kakaknya itu. Temperance hanya kebingungan sendiri sementara Kindness sedikit gemetaran. Tiba-tiba saja Kindness merasakan tangan dingin yang menyambar tangannya sendiri secara pelan-pelan. Kindness menatap tangan yang memegangi tangan mungilnya, ternyata itu adalah tangan Envy. Ya, Envy sadar bahwa Kindness sangat takut pada Wrath, jadi ia inisiatif memegangi tangan Kindness dengan lembut, berusaha menenangkan tanpa disadari adik-adik mereka.
Wrath akhirnya menghela nafas. 'Aku kalah main Kentek 7 lawan Sloth,' semuanya terdiam, entah karena kecewa atau bingung, 'sekarang bantalku yang super empuk jadi miliknya selama sebulan.'
Gluttony dan Envy dengan kuat menahan tawa mereka, karena taruhannya adalah nyawa mereka sendiri. 'Kau ini gimana, sih. Lagian, Sloth kok ditantang. Mana tantangannya game pula!' kata Envy, membuka suara. 'Untung gak ketawa.' batinnya.
Wrath yang tadinya ingin pesta darah, sekarang telah mereda dan hanya ingin mencekik orang. 'Ya begitulah, Kak.'
Temperance yang daritadi hanya diam, sekarang mengalihkan perhatiannya ke kakaknya yang sedang berdiri di samping Wrath.
Diligence pun berdeham kecil sebelum memulai. 'Permisi, Tuan, namun sepertinya kamu sedang menduduki tempatku.' Temperance yang melihatnya hanya menggeleng kepalanya kecil, berusaha memperingatkan kakaknya itu. 'Aduh, Kak Diligence nggak bisa baca situasi.' batin Temperance.
'Um, Kak Dil, duduk sini aja, ya?' sahut Temperance, menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. Untung bagi mereka, Diligence menurut dan duduk di sebelah Temperance. 'Nah, ini papannya sudah ku bawa,' kata Diligence memulai, 'semua sudah memilih warna?'
~•~
'Bagaimana, Tante? Apa sudah selesai?'
'Sedikit lagi, kamu tolong isikan gelas-gelas itu dengan KipasTa, ya?'
'Siap, Tante!'
Charity pun membuka kulkas dan menyambar botol besar berisi soda merah tersebut. Ia menuangkan isi botol tersebut ke dalam puluhan gelas kosong sampai habis isinya.
'Tante, aku pergi beli KipasTa lagi, ya,' panggil Chariry, 'yang ini sudah habis.' 'Wah, ambil uangnya di dompet Tante, ya.' sahut Mama Rion, masih menyiapkan jagung bakarnya. 'Ah, tak perlu repot-repot, aku pakai uangku saja,' balas Charity dengan cepat, dan bergegas keluar sebelum Mama Rion bisa berkata lain. 'Mau kemana, Kak Charity?' tanya Knowledge yang sedang bermain kejar-kejaran bersama Honesty, Determination, Mercy, dan Forgiveness. 'Mau ke IndoMarch. Nanti dulu yaa.' sahut Charity sambil melambaikan tangan.
Perjalanan biasa saja, sebelum Charity berpapasan dengan seekor kucing belang. 'Heh, kamu ternyata,' sahut Greed, 'nggak baik bagi gadis seumuran kamu berkeluyuran tengah malam begini.'
'Ah, biasa saja, Greed,' sahut Charity enteng, 'cuma ke IndoMarch, nggak jauh-jauh kok.' 'Jangan-jangan kamu berencana bagi-bagi angpao lagi?' tanya Greed, memutarkan bola matanya. Charity hanya tertawa kecil. 'Ah, pengennya sih gitu, tapi saat ini duitku nggak cukup.'
'Hyahaha! Makanyaa, jangan suka dibagi-bagi duitnya,' Greed menertawakan rivalnya, 'sengsara, kan?' Charity hanya menghembuskan nafas, 'Nggak sengsara, kok, Greed,' balas Charity sambil merogoh sakunya, bermaksud terlihat 'karena dengan berbagi, kita dapat merasakan kebahagiaan orang-orang yang menerima.'
'Yaa, terserah kamu lah, Char,' Greed mulai melangkah pergi, 'aku duluan.'
~•~
'Sialaaaaaan kau, Diligence!'
'Ahahaha, faktor keberuntungan, Wrath.'
'FAKTOR KEBERUNTUNGAN JIDATMU! PIONKU SUDAH KAU MAKAN EMPAT KALI!'
Kelompok para roh yang sedang bermain Ludo itu masih bergembira. Pion Diligence sudah ada dua yang masuk, sementara punya Wrath masih di rumah tiga.
'Ahahah, gg, Kak Diligence.' sorak Gluttony, yang pionnya baru saja memakan pion ungu milik Envy. 'Aaaargh, dasar rakus,' gerutu Envy, 'pion pun dimakan!'
'Eheheh, daripada Kak Envy, mesra-mesraan mulu sama rival Kakak.' Envy terbelalak dan menarik tangannya dari tangan Kindness secara otomatis. Ya, Envy sedari tadi masih menikmati masa-masa penggenggaman tangan Kindness.
'DHAAARR!'
'HUWEEEEE!'
Suara ledakan dan tangisan seorang anak perempuan mengagetkan seluruh penghuni rumah Rion. Musik pun berhenti bermain, semua roh menghentikan aktivitas mereka. Suasana langsung mencekam, diselimuti keheningan yang tajam namun dihias suara tangisan yang melengking. Sebuah tindakan yang mengejutkan para partisipan permainan Ludo, Envy langsung berlari mengikuti arah suara tangisan tersebut. Ternyata benar saja dugaan Envy.
'Apa ini?! Apa yang terjadi, bo- Pride?!' Tanya Envy dengan panik. Rion, yang sedang berwujud Pride, mengangkat bahunya. 'Kembang apinya kena percikan api, jadinya keburu meledak di sini.' Envy mengalihkan perhatiannya ke Cowardice, yang sedang duduk sambil merintih ketakutan. Envy berlari ke arahnya dan segera memeluknya.
'Sudah, sudah, cuma petasan,' bisik Envy lembut namun terburu-buru, 'kamu nggak apa-apa, kan?' Cowardice menatap kakaknya dan mengangguk, senang kakaknya di sini untuk menemaninya.
'Wah, Kak Envy lembut juga ya, ternyata,' kata Gluttony, yang sedang mengintip dari jauh bersama roh partisipan Ludo, 'memang sudah lahiriah sepertinya.' Kindness, yang juga mengintip, hanya diam terpaku sambil mengagumi rivalnya.
'Yah, berlebihan. Padahal cuma petasan.' kata Rion santai pada dirinya, sembari berjalan pergi. Kalau saja ini bukan perayaan tahun baru, kalau saja Rion bukan pemilik rumah ini, kalau saja Mama Rion tidak menerima Envy tinggal bersama, mungkin Rion sudah Envy serang.
~•~
'Wah, ada apa ya ini?' tanya Charity pada dirinya, sesampainya ia di depan teras rumah. 'Ah, insiden kembang api,' sahut Patience, yang berhenti bermain musik, 'kamu darimana Charity?' 'Dari IndoMarch, Kak Patience,' balas Charity dengan ramah, 'habis beli KipasTa, gak cukup buat kita semua. Aku duluan ya, Kak Patience, Kak Humi.'
Setelah pamit, Charity pun masuk ke dalam rumah dan kembali mengisi gelas dengan KipasTa yang baru. 'Bagaimana, Tante? Apa masih ada yang bisa saya bantu?' tanya Charity, sembari menuangkan tetes terakhir KipasTa yang dibelinya. 'Sudah kok, nak, terima kasih, ya.' balas Mama Rion dengan senang.
'Izinkan saya membantu Ibu,' Humility menyahut sembari masuk ke dalam rumah, 'saya bantu Ibu membawa piring-piring berisi jagung bakar tersebut.' 'Ahahah, kalian ini terlalu baik. Terima kasih, ya!' Mama Rion sungguh senang rumahnya dapar menjadi tampungan roh-roh yang manis sekali.
~•~
'Silahkan, jagungnya!!' 'KipasTa nya juga!!'
Para roh pun menghentikan aktivitas-aktivitas mereka dan bergegas menghampiri Mama Rion, Humility, dan Charity.
'Waaahh, akhirnyaaaa!' sahut Gluttony dengan riang.
'Aaah, tahan dia, beri dia sisanya sajaaa!'
'Berisik, ah, Kak Greed! Jaguuuuuung!'
Semuanya beramai-ramai menikmati jagung bakar dan berbagai santapan barbekyu lainnya. Gelas-gelas kosong juga mulai bertumpuk di bak cucian.
'Aaaah, huenyak.'
'Sisain buat yang lain!' ketus Temperance.
'Chas, gelas itu tadi bekasku, lho.'
Chastity langsung menyemburkan minumnya. Dia tidak sudi minum dari gelas bekas rivalnya. Dia sudah tahu resolusi tahun barunya, yaitu kumur-kumur Lestireni dua puluh kali setiap malam.
'Pyuuuuuu!'
'DHAAAR! DHAAAR! DHAAAR!'
'Waaaah, cantik! Indah! Mengagumkan!' sahut Murder riang.
'Siapa yang mengaktifkan kembang apinya?' tanya Knowledge.
'Tadi belum kuapa-apakan, kok.' sahut Rion.
'Kamu ya, Mischievous?' tanya Rebel.
'Enak aja, kau! Ya, pengennya sih.' balas Mischievous.
'Aaah, sudahlah! Kita nikmati aja pemandangan indah ini!' lerai Murder, yang kelihatannya sangat terikat dengan kembang api.
'Pyuuuu!'
'DHAAAR! DHAAAR! DHAAAR!'
Envy masih memegangi Cowardice, yang takut kembang api, dan Kindness, yang mulai reda dari rasa takutnya akan Wrath.
'Aduuuh, cantik banget! Ya, kan, Steal? Spite? Slander?' Murder masih heboh dengan pemandangan sambutan tahun baru ini, sementara teman-temannya mengiyakan Murder. Mereka juga mengagumi kembang api yang menghiasi angkasa, namun tetap tidak seheboh Murder.
'Ahh, jamuan yang nikmat.' sahut Greed, masih menikmati KipasTa nya.
'Enak, nggak, hidangannya?' tanya Mama Rion dengan mata berbinar.
'Huenak, Tante!' sahut para roh, dengan suara Gluttony yang memimpin.
'Syukurlah, Selamat Tahun Baru 2019, semuanya!'
'Selamat Tahun Baru 2019!'
~•~
Haloo, Selamat Tahun Baru 2019, semuanya! Ini adalah fanfict Desime pertama Emo, jadi mohon maaf kesalahannya. Emo belum terbiasa menulis cerita dengan fokus lebih dari empat tokoh, jadi ceritanya terkesan bolak-balik dan berputar-putar.
Emo terinspirasi membuat buku ini karena dua orang ini:
Terima kasih banyak, ya, Slothor dan Kak Acca! Karya-karya kalianlah yang telah mendorong Emo untuk membuat buku berisikan karya-karya Emo sendiri. Semoga di tahun yang baru ini, Slothor dan Kak Acca bisa makin jago nulisnya, makin the best lah, dan disertai Tuhan selalu.
Sekali lagi Emo ucapkan,
Selamat Tahun Baru 2019!
~•~
'By the way, Sloth kemana ya?' tanya Diligence.
Sementara itu,
Ternyata Sloth lah yang telah mengaktifkan kembang api tersebut. Bukan karena iseng, melainkan karena Sloth ketiduran di tengah jalan, alhasil memantulkan kembang api percikan yang masih menyala mengenai sumbu kembang api yang siap diluncurkan.
'Zzz.. Hmm, selamat tahun baru..'
~•~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top