One-shot #Whatever It Takes

Chastity menatap mata Black Magic, menantangnya. Saudara—saudarinya? Membencinya? Omong kosong. Apa yang bisa mereka lakukan tanpa dirinya? Mereka akan semakin terjerumus ke dalam dosa lalu lenyap. Mereka sepatutnya bersyukur karena dirinya akan senantiasa menggiring mereka ke jalan yang benar. Tanpa dirinya, para dosa pasti akan semakin merajalela dan menguasai kerajaan Kebajikan lebih awal.

Tanpa dirinya, nama Kebajikan hanyalah belaka.

Chastity terkekeh. 'Jawaban yang bodoh,' sahutnya angkuh, melipat kedua tangannya, 'coba lagi.'.

Black Magic mengerutkan keningnya, membalas tatapan Chastity. 'Aku serius. Tapi, ya,' Black Magic menyeringai sedikit, 'terserah kamu juga, sih, mau percaya apa nggak.' Ia mulai mengitari Chastity yang termenung, menatapnya lekat—lekat. 'Aku ingin kau pikirkan ini. Ke manakah para kakakmu itu pergi saat kau tidak bersama mereka?' Senyumnya makin menjadi. 'Ada ide?'

'Mereka sedang melakukan tugas mereka,' jawab Chastity santai, 'kemana lagi mereka—' Sebuah dugaan yang tidak menyenangkan melintas dalam benaknya. Dugaan yang rasanya tidak mungkin, tapi dari cara Black Magic berkata—kata sejak tadi, ada kemungkinan.

'Sudah kepikiran?' tanya Black Magic.

Chastity kesulitan mencari kata—kata yang pas. Ia berusaha menelan ludahnya. 'Aku tidak suka pembicaraan ini,' jawab Chastity tegas, 'sebagai kebajikan, mereka tidak mungkin berlaku seperti itu. End of discussion.'

'Aduh, kamu batu sekali, sih,' sahut Black Magic dengan risih, 'padahal buktinya sudah kamu lihat sendiri, kan? Kakakmu, Kindness—'

Black Magic terhenti, semuanya berjalan begitu cepat. Tangannya perlahan meraih wajahnya. Pipinya terasa panas. Ia memegangi pipinya sambil menatap kebajikan yang tengah menjadi lawan bicaranya.

Chastity telah menamparnya.

'Aku bilang, aku tidak suka pembicaraan ini,' desisnya, menurunkan jinjitan kakinya. Black Magic hanya kembali tersenyum lebar.

'Sekali lagi, saudara—saudarimu membencimu,' bisik Black Magic dengan tajam, 'lebih dari para dosa yang seharusnya menjadi lawan mereka.'

Chastity sudah tidak tahan. Dadanya terasa panas dan sesak. Dia menendang Black Magic sampai terjatuh. Kedua kakinya berlutut menjepitnya ke tanah, dan Chastity menamparnya berulang kali. Kepalanya serasa berputar. 'Kamu merendahkan aku?!' bentaknya, sekarang meninju wajahnya, 'lebih rendah daripada para kuman itu?! Kamu gila!'

Black Magic mengumpulkan tenaga lebih, meski wajahnya babak belur. Kebajikan kecil ini fisiknya terbilang kuat juga, tetapi tentu lebih kuat dirinya. Ia menangkap pergelangan tangan Chastity, menahannya agar tidak menghancurkan wajahnya lebih lanjut. 'Astaga, kakak—kakakmu saja lebih bersyukur akan kehadiran rival mereka. Sedangkan kamu?'

Tangan Chastity bergetar, berusaha melepaskan dirinya. Tapi Black Magic lebih kuat, dan ia melanjutkan. 'Mereka mendapatkan kasih sayang dan pengakuan dari rival mereka, dan sebaliknya. Ah, aku mulai kasihan dengan Lust.'

'Aku tidak butuh,' sahut Chastity penuh tekad, masih berusaha membebaskan tangannya, 'kasih sayang yang ternoda seperti itu.'

Black Magic dengan cekatan menukar posisi mereka, menjepit Chastity di bawahnya. 'Percuma saja mencoba memurnikan mereka,' katanya sambil tertawa ringan, 'mereka sudah terikat. Menjadi satu dengan lawan mereka. Mereka tidak akan setuju dengan cara—caramu. Bahkan, mereka sudah berani melawanmu. Kebajikan yang katanya terlemah saja jelas—jelas telah berani menentangmu.'

'Diam!' bentak Chastity, bola matanya menghindari tatapan ganas Black Magic. Nafasnya mulai sesak. Ia memejamkan matanya, tak sanggup membukanya lagi.

'Mereka akan terus melawanmu. Mereka sama sekali tidak setuju dengan cara—caramu. Percuma saja, Chastity!' tawa Black Magic semakin menjadi—jadi, 'Mereka akan lebih memihak rival mereka daripada kamu. Harapan yang mereka taruh padamu telah lenyap, sama sekali tidak ada lagi. Mereka sudah menyerah menghadapimu. Mereka tidak kuat menangani mulutmu yang besar itu, wahai Kebajikan Yang Paling Benar.'

Chastity berusaha melawan pikiran negatif yang merasukinya dan mengambil nafas perlahan—lahan. Dadanya bergemuruh dan hatinya semakin panas. 'Lepaskan aku!' Tapi Black Magic hanya mengencangkan pegangannya. Chastity meringis.

'Mereka sudah tidak peduli, terserah kamu mau berbuat apa pada mereka. Mereka sudah tidak peduli. Mereka tidak akan pernah berpihak padamu lagi. Kamu hanyalah hama pengganggu, pengusik ketenangan. Mereka akan terus menentangmu sampai akhir hayat,' Black Magic tertawa puas begitu melihat penyangkalan terlukis pada wajah Chastity.

Ia lalu mendekatkan wajahnya pada telinga Chastity dan berbisik. 'Bahkan, ah, bahkan. Mereka bahkan tak akan peduli jika pada akhirnya nanti kau — mati.'

Chastity meringis begitu Black Magic menekan kata terakhirnya dan juga pegangan pada pergelangan tangannya. Darah samar—samar mulai mengalir. Chastity tak kuasa menahan air mata hangat yang dibendungnya sejak tadi.

Black Magic melepas tangannya dan menyeka air mata yang mengalir pada wajah sang Kebajikan bungsu. Hidung Chastity merasa tersumbat, tenggorokannya seperti ada yang mengganjal. Black Magic bangun dan duduk, menarik lengan Chastity agar ia duduk menghadapnya. Ia menyelipkan rambut pirang Chastity ke belakang telinganya.

'Ah, manis, kemanakah kamu akan pergi, apabila saudara—saudarimu saja sudah tidak menganggapmu lagi?' Chastity hanya terdiam dan menunduk. Nafasnya tidak stabil. Wajahnya merah dan tangannya terluka. Black Magic meletakkan tangannya pada punggung Chastity dengan lembut, memeluknya.

'Untunglah kamu bersama kami,' hibur Black Magic, salah satu tangannya turun pada bagian kecil punggung Chastity. Ia dapat merasakan getaran tubuh Chastity yang dingin. 'Kami sejalan dengan cara pikirmu. Kami menganggapmu bagian dari kami. Harapan kami padamu sangat tinggi. Dan karena kami memang sepihak, kami akan melindungimu dari mereka,' Black Magic terhenti sesaat, 'sampai akhir hayat.'

'Ingat, mereka akan selalu menentang kita,' Black Magic mulai memainkan ikal rambut Chastity, 'hanya dengan kembali menentang merekalah, kita tidak terkalahkan.'

Chastity dapat menebak arah pembicaraan ini.

'Kita bangun kembali Kerajaan Dosa dan Kebajikan yang lebih terorganisir.'

Ia tidak ingin melakukan ini sejak awal.

'Yang murni.'

Namun, perkataan Black Magic benar.

'Para kebajikan tidak akan dapat lagi menentang, melawan, dan bertindak di luar jalur kebenaran. Dan para dosa tidak akan dapat lagi menggoda mereka lebih jauh.'

Ini gila, namun inilah satu—satunya cara.

'Jika mereka tidak lagi dapat merasakan dunia.'

Whatever it takes.

.

.

.

tadinya ini mau bikin vent, tapi malah melenceng so have this unedited draft, yey

btw krna emo yakin bakal ada aja yg komen, emo mau klarifikasi

ini bukan ship, okey? thanks

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top