One-Shot #Brighten It Up
Kecipak.
'Ehh? Apaan tuh?'
'Apa, sih?'
Roh tersebut terdiam sejenak, memperhatikan genangan air di depannya. Ia tampaknya tegang, membiarkan temannya dalam kondisi kebingungan.
'Kayak ada suara—'
'Suara apa? Cuma kodok kali,' ujar temannya, beranjak pergi, 'udah, jalan lagi, yuk!'
Roh kecil tersebut ragu—ragu, namun akhirnya ikut pergi bersama temannya.
Memang, akhir—akhir ini banyak beredar desas—desus soal adanya hal aneh. Contohnya seperti tadi, genangan air yang beriak dengan sendirinya. Atau tanah becek yang bercap kaki dengan sendirinya, membentuk langkah—langkah.
Para roh dosa beruntung [sial?] yang dapat menyaksikan kejadian aneh, segaris dengan contoh di atas, langsung menyebar rumor kepada kawan—kawannya. Apa yang menyebabkan hal—hal itu? Mungkinkah itu kerjaan usil kawan mereka? Atau ternyata adakah monster beraura tipis yang lebih berbahaya dari mereka?
Ah, para dosa memang bodoh. Mereka selalu mengakui diri merekalah yang paling berkuasa. Mengakui diri mereka yang paling berbahaya. Merasa mereka dapat memijakkan kaki mereka di tanah manapun tanpa ada yang menghalangi jalan mereka.
Memualkan. Menyaksikan Kebajikan Besar Ketujuh yang lewat saja sudah takut, hingga mengira dirinya tersebut merupakan monster berbahaya. Paling berkuasa, ya? Air bergelombang sendiri saja sudah kecut. Makanlah bualan kosong itu bulat—bulat di hadapan Kebajikan Besar terlemah.
Lagipula, Chastity juga seharusnya lebih berhati—hati. Ramuan kasat mata si dukun itu tidak berpengaruh pada jejak yang ditinggalnya. Tidak juga pada ketololan para dosa yang menyaksikan.
Para dosa memang tidak tahu diri, seenaknya membuang para kebajikan ke dunia manusia. Andai para dosa tidak ada, dunia akan lebih tentram dan harmonis.
Tidak ada Pride yang membuat manusia saling merendahkan dan hanya mengakui kehebatan diri.
Tidak ada Envy yang membuat manusia saling mengingini milik sesama, tanpa mensyukuri segala yang sudah mereka miliki.
Tidak ada Wrath yang membuat manusia melampiaskan emosi dan menyebabkan hal buruk terjadi. Sungguh tidak ada manfaatnya.
Tidak ada Sloth yang membuat manusia menjadi tidak berguna dan seperti tak bertulang. Meskipun, ia akui, sepertinya Sloth Dosa Besar yang paling aman bagi manusia. Tapi tetap saja.
Tidak ada Greed yang bisa mempengaruhi manusia agar berbuat ilegal demi materi. Padahal, segala yang ada di dunia ini bisalah mereka gunakan bersama, saling berbagi.
Tidak ada Gluttony yang membuat manusia kecanduan hal—hal yang merusak. Manusia menjadi lemah pada hal kesukaan mereka dan tidak teguh pada komitmen.
Dan tentunya, tidak ada Lust yang membuat manusia menjadi makhluk hina. Mereka diperlakukan seperti hewan, sangat kotor. Mereka menjadi tergila—gila pada pasangannya, dalam arti yang sangat tidak pantas. Sungguh, yang dilakukannya merebut manusia dari pada kenyamanan dan keindahan masa muda sesungguhnya.
Tidak dapat dipercaya, namun sepertinya tidak semua dosa merupakan omong kosong. Adalah satu roh dosa yang suatu hari menghampirinya dan mengulurkan tangannya.
'Bekerjalah bersamaku, Kebajikan Besar Chastity. Aku dapat merasakan ambisi yang kuat dari dalam dirimu,' tawarnya waktu itu, 'kita habisi para dosa bersama, sekali dan untuk semua. Balaskan dendam kakak—kakakmu bersamaku, dan kesejahteraan bagi kalian dan para manusia akan terjamin.'
Tangan tersebut awalnya dengan ragu—ragu ia terima, namun sekarang ia yakin. Dosa Besar Terkuat, yang telah membuang dirinya dan kakak—kakaknya ke bumi, dapat membantunya menyingkirkan para dosa lain tak berguna itu.
Dan sekarang, ia sedang berjalan ke arah kerajaannya.
Ah, padahal lebih cepat menggunakan portal. Namun, Pride menyuruhnya berjalan kaki ke kerajaannya. Pasti ada alasan dibalik itu. Kalau tidak, Pride mestinya tidak peduli dengan cara apa Chastity datang ke kerajaannya.
Mungkin Pride ingin agar dirinya tidak menyaksikan sesuatu. Chastity yakin ini demi kelancaran rencananya. Mungkin, menurut Pride, rencana mereka akan berjalan lebih baik tanpa suatu hal tersebut diketahui Chastity. Lebih baik menurut jika kehancuran para dosa masih diidamkan.
Dilewatinya seorang roh junior yang tampaknya sedang membualkan sesuatu dengan bangga kepada teman—temannya, banyak terdengar kata 'Kak Pride' dalamnya. Chastity tidak tahu namanya dan tentu tidak mau tahu. Sedang apa dia duduk di depan pintu utama kerajaan Pride? Penjaga pintu, kah?
Sesuai perintah Pride, Chastity telah meneguk ramuan kasat mata dan penipis aura sebelum pergi ke Kerajaan Dosa. Itulah yang membuat para dosa tidak sadar akan kehadirannya selama ini, dan mengapa mereka bisa mendengar ranting patah terinjak sendiri.
Ya, di kala bosan, Chastity senang menakuti para dosa. Tentunya ia harus lebih berhati—hati jika tidak ingin menggagalkan rencananya.
Bagaimanapun, apakah mereka akan sadar bila ia membuka gerbang ini? Mereka tidak akan tahu, mereka tidak dapat melihat maupun merasakan auranya. Wajar sajalah, ini pertama kalinya Chastity masuk melalui gerbang. Biasanya, ia akan menggunakan kertas koordinat portal.
Gerbang tersebut berderit keras begitu Chastity mendorongnya, cukup besar bagi dirinya yang kecil untuk menyelinap masuk. Sekilas, ia melihat kepala roh tersebut tertuju ke arahnya. Pasti ia terheran—heran dengan gerbang berat yang dapat membuka dan menutup sendiri.
Chastity disambut dengan kesunyian dalam kerajaan yang sangat besar tersebut. Suasananya yang panas oleh api biru dalam piala—piala cukup untuk memecahkan sambutan dingin itu. Chastity melangkah masuk lebih dalam dan mendapati bahwa dirinya sendirian.
Sebelum gerbangnya kembali menderit keras di belakangnya. Gigi Chastity mengilu mendengarnya. Pasti itu roh tadi, mengecek siapa yang barusan masuk tanpa izin. Sepertinya ia sadar bahwa ia juga tidak punya izin, karena gerbangnya kembali berderit dan menutup. Semisalnya ia punya izin, ia pasti akan menjelajahi kerajaan ini sampai penyusup itu ditemukan.
Chastity menghela nafas dan lanjut melihat—lihat. Sepertinya memang ada sesuatu yang tak diinginkan Pride agar dilihat Chastity. Sebab Pride memberikan keterangan waktu padanya, agar datang pada jam delapan malam. Mungkin saat ini hal tersebut sedang dikerjakan. Mungkin ia datang terlalu pagi.
Tempat ini memang nyaman, hanya terlalu panas bagi selera Chastity. Suasana sesunyi ini cocok dinikmati dengan secangkir teh dan roti Kak Kindness. Betapa ia merindukan kakak—kakaknya. Kesunyian yang samar—samar dihiasi oleh suara rantai besi.
Sepertinya suara itu berasal dari penjara bawah tanah. Jarang—jarang ia mendekati daerah penjara. Karena, jujur saja, bau darah dan teriakan roh—roh [dan manusia berdosa] yang disiksa Pride menakuti Chastity.
Tapi, ia penasaran juga. Apa yang dikerjakan Pride, sampai—sampai tidak ingin Chastity mengetahuinya? Mengintip itu dosa, tapi ia penasaran. Lagipula, niatnya baik. Ia tidak hanya ingin tahu apa yang diumpatkan darinya, tetapi juga akan membantu menyempurnakan hal tersebut. Ramuan kasat mata dan penipis auranya masih aktif, mereka tidak akan pernah tahu.
Chastity pun beranjak dan menghampiri gerbang penjara. Apa juga gunanya menunggu Pride selesai tanpa melakukan hal berguna? Lebih baik ia melihat keadaan, bukan? Kalaupun ia berbuat salah, mereka tidak akan tahu. Semoga saja ini tidak terhitung dosa.
Suara bentrokan rantai semakin jelas terdengar. Untung bagi Chastity, gerbangnya terbuka lebar, sehingga ia tidak perlu mengganggu kerjaan mereka dengan deritan lagi.
Perbedaan hawa antara lantai utama kerajaan dengan penjara cukup tebal. Sementara hawa di kerajaan lembab, hawa di penjara sangat dingin. Seharusnya Chastity membawa sweater tebal sebelum ke sini.
Bau amis darah menggenangi udara di penjara, disertai suara isakan yang menggema. Padahal, penjaranya tampak bersih, tidak banyak terdapat noda darah. Gema isakan yang membesar membuat Chastity merinding, ditambah dengan udara membeku yang menyentuh kulitnya.
'Ada apa, sayang? Sakit, ya?'
Bisikan dingin yang menggema berhasil membuat bulu kuduk Chastity berdiri. Ia tahu kepada siapa suara itu berasal. Si tukang santet yang sepertinya sedang asik bermain. Suara tangisan sang korban masih memantul dari pada dinding—dinding penjara.
Chastity melewati sebuah lorong kosong di sampingnya, gelap dan kelam. Menakutkan. Mungkin itu bekas para manusia berdosa, dan mungkin sekarang sel—sel itu berisi bangkai tubuhnya.
Terdengar suara tamparan yang nyaring. Pantulan suara yang dihasilkannya membuat Chastity mengernyitkan dahi. Isakan tersebut melembut sejenak, lalu menderas lagi.
'DASAR LEMAH,' teriak Black Magic dengan lantang. Ia diam sejenak, seakan—akan membiarkan pantulan suaranya meresap dalam udara dingin. Ia lalu melembut, 'Dosa dan Kebajikan dilarang untuk bekerja sama, dan kamu tahu itu.'
'Kenapa?' bisik sang korban lirih di tengah isakannya. Chastity melewati lorong kedua, dan dilihatnya Black Magic di depan sebuah sel di ujung lorong. Tapi, Pride tidak ada, di mana dia? Chastity mengira Pride bersama Black Magic, menyiksa roh malang tersebut berdua.
'Kenapa? Kenapa, ya?' balasnya bernada. Chastity pelan—pelan menghampirinya, mengingat suara langkah kakinya bisa terdengar. Pertanyaan tersebut mulai meresap di benak Chastity.
Black Magic masuk ke dalam sel di depannya, dan tak lama kemudian erangan melengking terdengar. Chastity menutup kedua telinganya, namun bentakan Black Magic masih bisa menembus tangannya.
'SUDAH BERAPA KALI KUBILANG? PERINTAH AYAH ITU ABSOLUT,' teriaknya sambil terus menyiksa korbannya, 'dan kau tahu sendiri, bahwa Kebajikan dan Dosa yang bekerja sama akan hancur.'
Sang korban tersengal—sengal, tidak cukup kuat untuk menangis keras. Roh bodoh, semua roh juga tahu itu. Kebajikan maupun Dosa, semua sudah diperingati oleh pemimpin mereka masing—masing.
Chastity menempatkan dirinya di belakang sebuah bongkahan batu besar, berjaga—jaga agar Black Magic sama sekali tidak mengetahui keberadaannya. Ia pun mengintip dari balik batu tersebut, matanya mendapati seorang manusia lusuh bersama Black Magic.
Manusia tersebut duduk lemas di lantai, pergelangan kakinya dirantai pada dinding. Black Magic, yang sedari tadi dalam posisi menjepit korbannya di pojok, mulai tertawa ringan. Tawanya ringan, namun terdengar begitu sadis sehingga Chastity sendiri ketakutan.
Tangan Black Magic membelai pipi korbannya, lalu menyematkan helaian rambut merah mudanya ke belakang telinganya. Isakan sang korban mulai terdengar lagi.
'Kamu sangat manis,' bisiknya dengan nada tinggi. Kedua tangannya memegang wajahnya, memaksa korban untuk menatap matanya, 'aku tidak tahan.'
'Sakit,' lirihnya lemah, hampir tak terdengar oleh Chastity.
'Tenanglah, sayang, akan kutunjukkan kepadamu rasa sakit yang sesungguhnya,' balasnya dengan manis dan menenangkan, sambil mengeluarkan boneka voodoo—nya. Helaian rambut yang berhasil diambilnya tadi ia lilitkan pada sebuah paku. Manusia itu menatap Black Magic dengan panik, 'setelah itu kamu tidak akan mengenal rasa sakit lagi.'
Sebelum menyadari apa yang terjadi, Chastity terjatuh pada lututnya. Kedua tangannya dengan keras menekan telinganya. Sakit. Telinganya pekak. Giginya mengilu. Kakinya lemas. Keringat dingin bercucuran. Adrenalinnya terpicu.
Manusia itu berteriak. Memohon agar ia berhenti. Rasa sakit yang tak terbayangkan. Ia mencakar—cakar tembok, lantai, bahkan wajahnya sendiri sambil terus berteriak dengan lengking. Teriakannya menggema seluruh penjara.
Black Magic tertawa dengan puas dan sadisnya. Ia telah menusuk paku tersebut pada bonekanya. Sesaat lagi, manusia ini tidak akan bisa hidup sesuai kehendaknya lagi.
Chastity menguatkan diri untuk berdiri dan menyaksikan detik—detik akhir manusia tersebut. Wajahnya menunjukkan ekspresi sengsara yang kuat sekali.
Mata Chastity dengan manusia itu bertemu.
Deg.
Bukan.
Manusia itu menatap Chastity seakan—akan ia bisa melihatnya.
Bukan.
Manusia itu menatap Chastity, dengan wajah sengsara dan memohon.
Bukan.
Samar—samar terasa.
Ini bukanlah manusia.
Teriakannya mereda dan penjara mendadak sunyi.
Bukan manusia yang ia siksa.
Apa yang sedang ia lakukan di sini?
Apa yang terjadi?
'Tidur yang nyenyak, ya, manis.'
Lust?
.
.
.
Parah, Emo nulis ini dari semalem sampe kebawa mimpi masa wkwkwk. Ini AU Chas Pengkhianat lagi, maafkan Emo yang demen sama AU ini. :")
Sorry, gaje, nulisnya juga buru—buru. Tapi pengen ngeshare aja, gimana deh. :")
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top