CHAPTER 1

'KRIINGG-KRIINNGG' terdengar suara bising dari seluruh penjuru ruangan, bunyi itu tak kunjung berhenti, ia terus berbunyi hanya untuk membangunkan sang empu yang tengah tertidur pulas. karena kebisingan yang terus menerus terjadi sang empu pun akhirnya membuka mata melirik jarum jam pada alarm yang selama ini telah berjasa membangunkan tidurnya.

Mata bermanik kelam itu melotot saat melihat angka jarum jam menunjukkan pukul 04.30 pagi, tidak ada waktu lagi untuk mengumpulkan nyawa, ia harus segera bangkit. dengan tergesa-gesa ia meraih jilbab lalu mengenakannya dengan sembarang, setelah itu ia pergi menuju jendela kamar lalu membukanya lebar-lebar sembari bersiap untuk berteriak kencang.

"IIILLL BANGUN Akuuu..." teriakan gadis itu melirih saat mendapati seorang pria tengah bertopang dagu di jendela tepat depan ia berada.

"Gw bangun duluan wleee" ejek pria itu.

"Eleh, seminggu ini aku lebih banyak bangun duluan ketimbang kamu ya" jawab gadis itu tak mau kalah, sementara pria di seberang malah semakin mengejeknya sembari menjulurkan lidah.

"Itu gak penting yang penting sekarang karena lo udah telat bangun lo bikin bekal buat gw"

"Hmm iye iye"

"Yeeey Alle bikin bekal, yang banyak yee"

"IL berisik, ntar tetangga sebelah marah lagi"

"gw ingetin sekali lagi nama gue Iyas, Zailkar Iyasa bukan IL, lo dari kecil manggil gw IL mulu"

"Denger ya, Zailkar Iyasa sama dengan IL khusu buat aku"

"Terserah lu dah bebek kelelep"

"Heee sekate-kate buaya kelelep" pertengkaran sepele itu terus terjadi, bahkan para tetangga sudah terbiasa dengan pertengkaran pagi buta yang di lakukan Alle dan Iyas, bahkan para tetangga menjuluki mereka alarm dipagi buta. Adat ini sudah mereka lakukan sedari TK sampai saat ini, ketika salah satu diantara mereka bangun duluan maka yang bangun terakhir akan membuatkan bekal. Ini lah yang terjadi jika rumah dua sahabat itu bersebelahan.

"Le, lo udah belom tugas Matematika?" tanya Iyas yang dibalas anggukan oleh Alle. tugas keduanya sudah selesai bahkan hal itu adalah faktor mengapa Alle bisa terlambat bangun, sekarng satu yang mereka takutkan, apa kabar dengan tugas teman-temannya?

"Gimana kalo kita suruh mereka berangkat pagi trus entar kita contekin, gak mau ya di hukum bersiin kamar mandi sekelas lagi" usul Alle, Iyas mengangguk setuju.

"Dah sono sholat" perintah Iyas

"Kagk sholat, libur wlee. Eh IL aku ntar mau berangkat sekolah pake motor" Jelas Alle riang sembari membayangkan naik motor sendiri.

"Gak-gak lo belum punya SIM, lo masih 16 tahun di bawah umur" larang Iyas sembari menyilangkan tangannya. mengerti sahabatnya itu tidak mendukung Alle langsung cemberut.

"Sama Ayah gak apa wlee" Elak Alle, tapi tetap saja Iys melarang gadis itu bahkan ia mengancam akan membuat Alle jatuh kalau ia nekat menaiki motor.

"Dah ah, gw mau sholat. Sono siap-siap" ujaj Iyas lalu kembali menutup jendela kamarnya. Alle merotasikan bola matanya malas lalu menutup jendela juga. Hampir setengah jam mereka berdebat, sekarang waktu menunjukkan jam 5 pagi tepat, masih ad banyak waktu bagi Alle untuk bersiap-siap sebelum memasak bekal untuk Iyas. Setelah melakukan ritual kamar mandi Alle langsung turun ke dapur untuk memasak di sana ia mendapati Ibunda tercinta sedang membuat sarapan.

"Pagi Bunda" sapa Alle, Bunda membalas sapaan anaka gadis tunggalnya tersebut dengan riang tapi pandangan wanit paru baya itu langsung tertuju pada rambut Alle yang masih mengeluarkan tetesan air.

"Kebiasaan anak bunda yang satu ini" ujar Bunda mengambil handuk lalu mengeringkan rambut anaknya.

"Anak Bunda kan emang satu" canda Alle sembari mengambil alih handuk dari tangan Bunda lalu mengeringkan rambutnya sendiri.

"Bun, Alle mau buat bekal buat IL" ujar Alle sembari menyampirkan handuk ke jemuran dan kembali lagi ke dapur.

"Tumben biasanya Iyas yang bikin, telat bangun kamu?" Alle memanyunkan bibirnya sembari mengangguk memasang wajah sok sedih.

"Gak apa biar sesekali kamu yang buatin" lanjut Bunda terkekeh membiarkan putrinya berkreasi membuat bekal. setelah dipikirkan matang-matang, Alle memutuskan untuk memasak nasi goreng dan omlet, tak apa walaupun simple yang penting Iyas kenyang.

"Besok kalian gak usah masak, biar bunda aja masakin kalian" ujar bunda memegang pundak sang putri sembari mengelusnya penuh kasih sayang.

"Gak usah bun, ini udah jadi adat kita jad yang masak yah kita sendiri gak boleh ada sangkut paut orang lain" tolak Alle sembari memasukkan adonan omlet ke wajan panas.

"Gak apa sesekali" kalau sang bunda sudah memaksa Alle tidak bisa lagi menolak, ia memilih pasrah dan melanjutkan acara masaknya. sesekali Alle mengungkit  kejadian dimana Iyas melarangnya pergi naik motor sendiri.

"Iyas khawatir sam kamu, nak"

"Tapi IL udah boleh naik motor" protes Alle

"Perjanjian kalian boleh naik motor umur berapa hm?" tanya bunda yang berhasil memberikan Alle skak mat

"17 tahun, haa iya deh Alle nurut" setelah masak Alle pergi ke kamar untuk berganti seragam sekolah. selang 10 menit gadis itu sudah siap dengan seragam SMA nya.

"Jadi berangkat naik apa?" tanya sang Ayah

"Dianter Ayah, Alle dimarain sama IL"  Ayah tertawa sembari mengusap kepala anak tunggalnya yang di balut kerudung putih.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top