Bab 5. Dark Game

Seorang gadis dengan seragam lusuh dan kumal berjalan pelan keluar dari toilet sambil menunduk dalam, menyembunyikan bekas luka bakar yang seperti membusuk di pipi kiri nya di balik surai hitamnya yang lurus namun kusut seperti tak terurus. Ia terlalu sibuk menyembunyikan wajahnya saat semua siswa di lorong itu menertawai dan meneriakinya sebagai 'gadis bau' sampai-sampai ia tidak sadar kalau ada kaki seseorang yang menghalangi jalannya sampai ia jatuh tersungkur sampai dengkulnya terluka.

Suara tawa semakin bergemuruh memenuhi sepanjang lorong gedung kesenian, alih-alih ada tangan yang terulur memberi bantuan kepada gadis itu--Kulina, ia malah dipaksa berdiri dengan cara rambutnya ditarik kasar terlebih dahulu.

"Heh cewek bau! Lo sekarang udah berani ngelawan gue, ya? Udah berani melanggar perintah gue, IYA?!" teriak seorang gadis berambut pirang sepinggang itu tepat di telinga Kulina si gadis lusuh.

Gadis cantik itu bernama Viola. Ia menambah kekuatan tarikannya di rambut Kulina sampai beberapa helai rambut Kulina rontok.

"Gue nggak mau jadi babu lo lagi!" Desis Kulina sembari mendelik sinis ke arah Viola dan teman-temannya. Viola melempar Kulina ke samping sampai punggungnya menabrak pinggiran tembok yang tajam di dekat cermin wastafel, Kulina merintih menahan sakit yang menjalari punggungnya.

"Kurang ajar! Lo pikir lo siapa, hah?! Cuma numpang beasiswa dari duit bokap gue aja sok belagu lo sampe berani nggak ngerjain PR gue lagi!" Viola semakin meradang. Pasalnya, saat pelajaran matematika tadi pagi Viola dimarahi oleh gurunya karena ketahuan tidak mengerjakan pekerjaan rumah di depan teman-temannya satu kelas. Bagi Viola hal itu sangat melukai harga dirinya dan mencoreng reputasinya sebagai murid teladan. Ya, hal itu dikarenakan Kulina dengan sengaja tidak mengerjakan dua tugas seperti biasanya yang dimana tugas satunya akan diberikan kepada Viola.

"Kalau bukan karena wajah cantik lo itu, lo itu cuma seonggok daging nggak berguna!" Sembur Kulina tepat di hadapan wajah Viola yang di sambut dengan sebuah tamparan keras di pipi kiri Kulina, mengoyak bekas luka bakarnya sampai mengeluarkan darah.

"Diam lo, bitch!" Teman-teman Viola saling bersahutan memaki-maki Kulina dengan kata-kata kasar seperti slut sambil sesekali mendorong bahu Kulina.

Seorang gadis yang berada di barisan depan kerumunan bersama teman-teman Viola yang sebelumnya hanya diam sekaranf tersentak kaget melihat adegan kekerasan itu. Kakinya maju selangkah hendak menghampiri, namun buru-buru ia mengurungkan niatnya dengan memejamkan mata pasrah, tidak sanggup menyaksikan adegan itu lebih jauh lagi.

Viola kembali menarik kerah Kulina dan mendorongnya ke lantai, lalu menendangi perutnya tanpa ampun. "Jaga mulut kotor lo itu! Kuasa lo apa sampai-sampai berani ngatain gue kayak gitu, dasar cewek sial nggak tahu di untung!"

Dari sekian banyak siswa yang mengerubungi mereka, tidak ada satupun yang berani atau berniat melerai pertengkaran tersebut. Tidak ada yang mau berurusan dengan Viola. Bahkan sampai hal ini di laporkan ke pihak berwajib sekalipun, Viola akan tetap lolos. Gadis itu memiliki kekuatan finansial yang cukup untuk membebaskannya dari segala macam kasus dan ia juga di back-up secara penuh oleh pihak sekolah karena orang tuanya adalah donatur terbesar SMA Cahaya Selatan itu.

Kulina merasakan tubuhnya sudah hampir mati rasa, tidak ada tenaga tersisa bahkan untuk sekedar merintih saat ia bertemu pandang dengan netra cokelat yang memandangnya iba dari kejauhan.

Kulina tahu orang itu, senior satu tingkat di atasnya. Ia mengetahuinya karena gadis itu sedang ramai di perbincangkan siswa satu sekolah karena siaran radio tengah malam perdananya minggu lalu sukses menghipnotis para pendengarnya. Gadis pemilik netra cokelat dengan rambut hitam sebahu itu menatap Kulina dengan sorot iba dan ragu. Sepertinya gadis itu memiliki urusan yang sangat mendesak--dapat dilihat dari tumpukan map yang di bawanya, namun Kulina membalas tatap netra itu dengan sorot permohonan.

Permohonan untuk menyelamatkannya, sekali ini saja. Tentu saja Kulina tidak berharap banyak tentang pertolongan saat ini, namun ia tidak menyangka kalau gadis itu--Liora, hanya akan melangkah pergi meninggalkan kerumunan dan tidak mengindahkan permohonan yang ia sampaikan lewat isyarat. Sampai semuanya gelap bagi Kulina.

Liora baru saja selesai menyiapkan siaran kedua nya saat ia keluar dari ruang siaran, ia sangat terkejut mendapati seorang gadis korban kekerasan tadi berdiri di depan pintu dengan tatapan merah yang tajam. Gadis itu sepertinya menangis terlalu lama.

"Hai... " Sapa Liora canggung. Ia tahu kalau keputusannya tadi salah, tapi ia tidak bisa mengabaikan siarannya begitu saja.

"Lo cewek yang adu mulut sama Viola tadi, ya?" Liora berusaha memecah keheningan namun gadis itu tetap saja bungkam. "Kamu-" belum sempat Liora menyelesaikan kata-katanya, gadis itu buru-buru menyela.

"Kulina," gadis itu melihat beberapa siswa yang menuju ruang musik di dekat mereka sambil berbisik-bisik, melirik Liora dengan heran dan memandang Kulina dengan rendah tanpa suara. Kulina memejamkan matanya, membiarkan air matanya luruh bersama kesabarannya sebelum ia memutuskan untuk berbicara.

"Kuharap lo nggak akan menyesal mengenal gue, Kak."

Liora memandang beberapa siswa yang melewati mereka dengan canggung. Sebenarnya ia merasa risih ditatap seperti itu saat bersama Kulina, ia merasa seperti popularitasnya tiba-tiba redup saat bersama Kulina.

Kulina mendengus dengan seringaian miris. "Gue kira lo beda," Kulina menatap lurus ke mata Liora, "Ternyata lo sama aja. Lo sama aja seperti anak-anak lain yang memandang gue nggak lebih dari kuman yang harus dibasmi!" Kulina setengah berteriak, membuat semua pasang mata memperhatikannya.

"Hah?" Liora semakin tidak mengerti.

"Kenapa tadi lo nggak nolong gue? Apa gue nggak lo anggap sebagai manusia, hah?!" Kulina semakin kalap.

Emosi Liora mendadak terpancing. "Kenapa lo cuma marah sama gue? Apa cuma gue orang yang ada di situ? Nggak, kan! Harusnya lo ngelawan, jangan mau diperlakukan seperti binatang!" Liora menunjuk hidung Kulina dengan amarah yang memuncak. Bagaimana tidak, ia baru saja melihat Kulina hari ini dan gadis itu langsung berani membentaknya yang notabene adalah senior Kulina.

Sorot mata Kulina mendadak sayu.

"Ya... Kenapa gue cuma marah sama lo?" Kulina tertawa, tawa yang terdengar menyimpan pedih. "Mungkin karena hanya lo yang pernah menatap gue seperti itu. Hanya lo yang menganggap gue manusia walau hanya beberapa detik. Tetapi setelahnya lo hanya pergi meninggalkan gue yang memohon dalam hati dan itu yang bikin gue marah!"

Liora tidak ingin mendebat lagi. Ia tahu ia salah, tetapi ia tidak ingin mengakuinya saat ini. Egonya begitu tinggi hanya karena Kulina junior. Liora memutuskan tidak memedulikan Kulina lagi dan berjalan meninggalkannya yang mulai terisak histeris. Baru beberapa langkah Liora berpapasan dengan Viola dan genk nya, sekilas ia melihat Viola menghampiri Kulina. Lagi-lagi, Liora hanya mengabaikan itu.

Liora tersentak saat sebuah buku hitam yang sangat tebal di hempaskan seseorang di depannya yang disusul dengan suara peringatan dari si penjaga perpustakaan untuk tetap menjaga ketenangan.

Si pelaku yang menghempaskan buku tadi hanya meringis, menempelkan kedua tangannya di dada sebagai isyarat permintaan maaf lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada gadis yang di carinya sejak tadi.

"Ternyata lo masih disini." Ujar Lizzy menarik bangku di hadapan Liora dengan hati-hati agar tidak mengeluarkan suara berdecit.

Liora buru-buru menutup catatan daftar informasi yang baru saja dibuatnya, masih terlalu cepat kalau Lizzy harus tahu sekarang.

"Lo nggak ke kantin?" Tanya Liora berusaha menutupi keterkejutannya saat Lizzy membuyarkan lamunannya tentang perkenalan singkatnya dengan Kulina dan perkelahian Kulina dan Viola minggu lalu.

"Udah kok," sahut Lizzy cepat sambil membenarkan posisi rok nya yang agak miring, "Lo ngapain, sih, lama banget?"

"Gue kan udah bilang mau nyari bacaan baru, buat referensi siaran selanjutnya." Lizzy semakin menajamkan matanya yang sipit, menyelidiki Liora dengan seksama. Matanya seolah sedang mencari kalau-kalau ada kebohongan di mata sahabatnya itu.

"Nih," Lizzy menyodorkan buku yang ia hempaskan tadi ke Liora, "Kali aja yang ini cocok?"

Liora yang sedari awal memang tidak berniat untuk mempersiapkan siaran berikutnya itu mengernyit penasaran dengan judul yang tertulis di buku yang terlihat agak rusak itu;

"13 Dark Game".

"Buku apa, nih?" Liora menatap Lizzy menuntut penjelasan.

"Nggak tahu juga. Gue nemu di rak sebelah sana dan cuma baca judulnya sekilas. Yang bikin gue tertarik adalah , ini," Lizzy menunjuk sebuah nama yang tertera di sampul buku itu, "Sampulnya. Sepertinya ini bukan buku terbitan resmi, tapi semacam diary. Atau mungkin buku ini diterbitkan sendiri oleh si penulis dengan konsep sampul menyerupai sebuah diary? Gue nggak tahu, tapi kali aja buku ini bisa bantu lo bikin siaran yang lebih menyeramkan lagi."

Liora menatap lekat sampul buku itu, tulisan di dalamnya sudah hampir pudar.

Game 1 : Cigarette Game

Tingkat Bahaya : Tinggi

Peralatan : 2 batang rokok

Cara Bermain :

Tepat saat jam 12 malam, masuklah ke dalam kamar mandi yang memiliki kaca dan switch lampunya berada di dalam. Matikan semua lampu/penerangan. Tetapi jangan pernah matikan lampu ruangan di luar kamar mandi jika kalian tidak ingin berada dalam bahaya!

Posisikan diri anda di depan cermin. Mulailah merokok dengan tenang sambil melihat bayangan sendiri.

Pusatkan perhatian anda ke ujung merah menyala rokok dalam cermin.

Saat ruangan sudah dipenuhi asap dan mata anda mulai berair pastikan jangan sampai berkedip sekali saja jika tidak ingin permainan gagal. Secara perlahan asap rokok akan membentuk bayangan seseorang dengan mata merah menyala. Berikan rokok yang anda bawa untuk sosok itu.

Perhatikan rokok yang ia hisap. Selama rokok masih menyala, anda dapat bertanya apapun--termasuk siapa pelaku pembunuhan dan ia akan menjawabnya.

Ketika rokok yang dihisap sosok itu sudah hampir habis, sambar secepat kilat matanya dengan kedua tangan anda. Sosok itu akan menjerit, biarkan saja dan jangan lepas tangan anda walaupun terasa seperti terbakar.

Segera nyalakan lampu kamar mandi dan ia akan menghilang.

Segeralah keluar kamar mandi dan tutup pintunya rapat-rapat. Tetapi kalau ia sampai menghabiskan rokoknya, kalian akan mati.

Note : Jangan buka kepalan tangan anda sampai lewat jam 3 pagi walaupun terasa perih. Kalau tidak, sosok itu akan mendatangi anda. Dan pastikan sejak saat ini anda tidak pernah berada di dalam ruangan gelap yang ada kacanya atau kembali ke kamar mandi tempat game berlangsung jika tidak ingin sosok itu muncul lagi dan mengejar anda.

Tidak ada cara menghentikan permainan ini!

2. Elevator Game

Tingkat Bahaya : Sedang

Permainan ini bisa membawa anda ke dunia lain dan anda bisa saja terjebak di dunia itu.

Cara bermain : Cari sebuah gedung yang memiliki minimal 10 lantai dan memiliki elevator atau lift.

Pastikan anda sendirian saat memasuki lift di lantai 1. Pergilah ke lantai-lantai lain dengan urutan 4-2-6-2-10-5.

Saat anda berada di lantai 5, akan ada seorang wanita yang masuk ke dalam lift. Pastikan jangan menatap atau mengajaknya bicara!

Tekan lantai 1. Lift akan tiba-tiba naik ke lantai 10, anda bisa memilih untuk tetap berada dalam lift dengan menekan lantai 1 berulang-ulang hingga berhasil atau turun.

Kalau anda memilih turun, wanita tadi akan bertanya "kamu ingin ke mana?". Jangan lihat maupun menjawab pertanyaannya.

Apabila di sana tidak ada seorangpun, handphone, jam dan lainnya tidak berfungsi, dan saat melihat ke luar jendela yang terlihat hanya simbol salib berwarna merah itu artinya anda sudah memasuki dunia lain.

Berusahalah dengan keras untuk mempertahankan pikiranmu. Cara untuk kembali adalah adalah cari lift yang membawamu sebelumnya dan tekan lantai dengan urutan yang sama persis dengan ketika pertama kali masuk dan akan berhenti di lantai 5, setelah itu 5 tekan lantai 1. Lift akan kembali ke lantai 10. Tekan terus lantai lainnya sebelum lift berhasil membawa anda kembali ke lantai 1. Saat sampai di lantai 1, jangan langsung keluar!

Periksa dahulu keadaan di luar lift, jika ada yang aneh, sekecil apapun itu jangan sampai anda keluar dari lift. Ulangi kembali urutan lantai yang tadi hingga anda benar-benar percaya sudah kembali ke dunia anda.

Tetapi jika sedari awal lift kembali ke lantai 1, tinggalkan tempat itu tanpa menoleh ke belakang atau mengucapkan sepatah kata.

Liora menutup buku tersebut sebelum membaca semua isinya, ia merasa sedang tidak ada waktu untuk ini. Kepalanya hanya dipenuhi dengan cara menemukan penyebab kematian Kulina dan membersihkan nama baiknya.

"Udah mau bel, balik ke kelas yuk." Liora berdiri dan berjalan terlebih dahulu ke kelas meninggalkan Lizzy yang masih menaruh curiga kepada sahabatnya itu.

Pasalnya, Liora yang selalu antusias jika menyangkut bahan siarannya kali ini mendadak seperti hilang minat. Lizzy tahu bahwa Liora menyembunyikan sesuatu darinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top