7

Yuhuu~~~ Ada yang baca postku kemarin? Klo ada yang baca pasti tahu heuheu. Lirik mulmed, kira-kira seperti itu lah rupa tokoh utama kita dalam versi anime. Untuk versi aslinya, owe masih bingung. Sudahlah, ayo kita mulai ceritanya!

.

.

.

Abby dan Dokter Megan lari pontang-panting tanpa tujuan. Hari yang semakin siang dan sinar matahari yang mulai menyengat membuat tenaga mereka hampir habis. Abby melirik ke belakang, 'tidak ada siapa-siapa, kok! Kenapa Dokter gila ini mengajakku berlari terus-terusan?!'

"Hei-hh, bodoh-hh," ujar Abby sambil terus berlari, "kita berhen-hh-ti dulu-hh. Aku lelah-hh."

"Tidak-hh! Kita harus cepat-hh menuju-hh apartemenku-hh!"

Abby hanya bisa pasrah mengikuti kemauan penuntunnya. Tiba-tiba, kakinya terasa lemas dan ia langsung saja jatuh tertunduk. Sontak, hal itu membuat Dokter Megan berhenti untuk melihat kondisi Abby.

"Abby, kau tidak apa-apa?" ujar Dokter Megan sambil menepuk-nepuk pundak gadis bersurai pirang di hadapannya.

Abby masih saja tertunduk. Badannya gemetaran, dan napasnya terengah-engah.

"Abby?"

Abby mendongak. Netra aquamarine-nya nampak redup dan tidak bercahaya. Wajahnya pucat dan ia tampak sangat kelelahan.

"Abby?!" ujar Dokter Megan panik.

Penglihatan Abby mulai berbayang. Yang bisa ia lihat sekarang hanyalah siluet seorang wanita yang terlihat khawatir dengannya. Lalu ia melihat sekumpulan orang di sekitarnya mulai mengelilinginya. Kemudian, semuanya menjadi gelap.

"Abby...."

Suara seorang pria terdengar menggema dalam sebuah ruangan yang gelap. Tidak ada cahaya sama sekali, kecuali cahaya yang menyinari Abby dari arah atas, membuatnya seperti berada di atas panggung diantara kegelapan.

"Abby...."

"Siapa di sana?!"

SET!

"ARGH!"

Seutas tali tiba-tiba saja melilit lehernya. Abby berusaha melepas tali itu dengan kedua tangannya, namun tidak bisa. Tali itu justru semakin kuat melilit lehernya. Nafasnya memendek dan wajahnya mulai membiru dan mulutnya membuka mencari pasokan udara.

"Abby... Tentukan pilihanmu..."


"GAH-HH!"

"Abby! Kau sudah sadar?! Syukurlah!" ucap Dokter Megan yang entah kapan sudah berada di samping Abby. Tangannya menggenggam erat tangan Abby, seakan tidak ingin melepaskannya.

Abby mengerjapkan matanya berkali-kali. Kepalanya terasa pening setelah mengalami mimpi buruk.

'Mimpi buruk...?'

"Oh gosh, kau tampak panik sekali! Kau habis bermimpi apa?" ujar Dokter Megan tanpa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Tidak, aku... tidak apa-apa. Aku hanya terkejut," jawab Abby. "Dimana ini? Ini tidak tampak seperti rumahku."

"Kita di rumah sakit, Abby. Tadi kau pingsan di tengah jalan," tutur Dokter Megan. Tangan kanannya meraih gelas yang berada di atas meja, "minumlah terlebih dahulu, Abby."

Abby mengangguk dan meraih gelas tersebut. Ia meneguk air yang terisi di gelas itu dengan cepat, kemudian mengembalikannya pada Dokter Megan.

"Istirahatlah, Abby. Kau tampak kelelahan."

"Ini semua karena kau! Kenapa kau mengajakku berlarian selama itu?!" bentak Abby.

"Loh? Kita baru berlari selama 5 menit. Kau saja yang terlalu lemah. Tenagamu tidak sebanding dengan usiamu, anak muda." jawab Dokter Megan. Wajahnya mengukir sebuah seringaian kecil.

Abby mengernyit tidak percaya. "A-ah! Tidak mungkin! Kau pasti bohong, kan?!"

Dokter Megan mengangguk santai. Kemudian, ia menutup mulutnya untuk menyembunyikan tawanya.

"Tidak lucu! Kau membuatku merasa sangat payah!" ujar Abby kesal. Ia membuang muka, dan tangannya ia lipat di depan dadanya.

"Ahahaha! Ayolah, bercandalah sebentar! Terlalu serius dapat membuatmu cepat berkeriput!" ujar Dokter Megan sambil mendorong pelan pundak Abby.

"Hah?! Kata siapa itu? Aku tidak pernah mendengar sebelumnya!"

"Kau baru saja mendengarnya dariku," jawab Dokter Megan santai. Kemudian ia kembali tertawa. Tawa menggelegar di penjuru ruangan. Entah apa yang ia tertawakan. Menurut Abby, tidak ada hal yang lucu sekarang.

"Dasar gila," gumam Abby. Seketika, suara tawa Dokter Megan langsung berhenti, dan matanya langsung menatap lurus ke arah Abby. "Apa?!"

"Kau mengataiku gila?!" bentak Dokter Megan tiba-tiba.

"Kau mendengarnya? M-maaf! Tapi kau memang gila!" jawab Abby panik.

Dokter Megan terpaku dengan jawaban Abby. Tidak biasanya gadis itu mengucapkan kata 'maaf' padanya. Ini adalah pertama kali baginya mendengar kata 'maaf' dari gadis itu. Bibirnya membentuk sebuah senyuman tipis.

"Sepertinya kau sedikit berubah ya," ujar Dokter Megan. "Teruslah seperti itu. Aku yakin kau tidak akan menjadi orang yang keji lagi."

"A-ah, iya. Aku mengerti," balas Abby. "Oh ya, bagaimana dengan jadwalku hari ini?"

"Soal itu, sudah kuberitahu kepada mereka bahwa kau sedang sakit hari ini. Kau akan melakukan pemeriksaan besok. Kemudian dilanjutkan dengan pertemuan dengan pihak kepolisian."

"Baiklah. Semua kuserahkan padamu, Dokter," ujar Abby. Dokter Megan mengangguk paham. "Oh ya, pengumuman itu... yang kau lihat tadi pagi, itu apa?"

Dokter Megan menepuk jidatnya pelan. "Ah ya! Hampir saja aku lupa! Wajah kedua temanmu sudah ada di sana, lengkap dengan wajahmu. Mereka mengatakan, jika ada yang berhasil menangkap ketiga orang tersebut maka kau akan dihadiahi dengan gelar 'Penyelamat Kota' dan sebuah emas batangan. Hadiah yang cukup menggiurkan, bukan?"

"Ya, dan aku yakin semua orang akan mulai mencariku, Judas, dan Gordon. Kami tidak boleh terlihat bersamaan. Itu akan mempermudah mereka."

"Dan lebih buruknya lagi, kalian tinggal dalam satu komplek yang sama! Itu akan semakin mempermudah mereka dalam mencari kalian!" ujar Dokter Megan setengah berteriak.

Abby menggeram pelan. "Benar juga..." ucap Abby sambil mengetuk-ngetuk telunjuknya di meja sebelah kiri ranjangnya. "Apa itu artinya... kami harus terpisah?"

"Ya, itu cara terbaiknya supaya kalian tidak tertangkap bersamaan. Itu juga akan mempersulit pihak kepolisian dalam mencari kalian," jelas Dokter Megan.

Abby menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu harus bagaimana jika tanpa temannya, dan tentu tanpa kekasihnya. Ia menatap Dokter muda di hadapannya dengan tatapan sendu, "apa aku boleh tetap bersama Judas? Dia tinggal bersama orangtuanya. Bahkan orangtuanya tidak mengetahui kalau ia adalah seorang psikopat! Aku yakin dia pasti aman!"

"Belum tentu, sayang. Dia bisa saja tertangkap," tutur Dokter Megan seraya memegang bahu Abby. "Aku tahu kau tidak bisa jauh darinya, tapi kali ini saja kumohon, ikut denganku. Kita akan pergi ke kota yang jauh dari sini. Hanya di sana aku yakin kau bisa aman."

"Bisakah kita mengajak Judas ikut bersama?" tanya Abby.

Dokter Megan menggeleng pelan. "Maaf, honey."

Abby menghela napasnya. Ia mendongakkan kepalanya sebentar, kemudian kembali tertunduk lesu. Sekali lagi, ia menatap ke arah Dokter Megan dan menunjukan raut wajah memelas. "Kalau Gordon? Bisa, kan?"

Dokter Megan menggeleng sebagai jawaban. "Untuk Gordon, serahkan pada asistenku. Bukankah selama ini ia bekerja sama dengan asistenku? Aku yakin dia akan aman dengan asistenku."

Abby hanya bisa mengangguk pasrah. Tiba-tiba saja, Abby langsung memegang erat lengan Dokter Megan. "Bawa Judas bersama kita, ya?" tanya Abby penuh harap. Dokter Megan menggelengkan kepalanya cepat.

"Ayolah, orangtuanya tidak boleh tahu kalau dia adalah seorang psikopat!"

Lagi-lagi, Dokter Megan hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Ayolah, kumohon..." ujar Abby dengan suara yang memelan. Matanya terlihat berkaca-kaca, dan kedua tangannya menggenggam erat lengan Dokter Megan. Dokter Megan mengelus kepala Abby pelan untuk menenangkannya.

"Kau ini sangat keras kepala. Akan terlalu beresiko jika aku membawa dua penjahat sekaligus, Abby. Aku tidak bisa bertanggungjawab jika-"

"Kumohon!" ujar Abby dengan nada yang sedikit bergetar. Dokter Megan melihat Abby semakin mempererat genggamannya pada lengannya. Saking kencangnya, ia meringis kesakitan.

"Abby, lepaskan geng-"

"Kumohoooonnnnn!" Abby merasakan setitik air mata jatuh dengan mulus di pipi kanannya.

Dokter Megan menatap gadis muda di hadapannya dengan rasa iba. Apa yang harus dia lakukan? Membawa Judas ikut dengannya, atau membiarkan Judas tetap bersama orangtuanya?

Ia tidak tahu. Kepalanya tiba-tiba terasa pening. Ditambah dengan sifat keras kepala pembunuh di hadapannya, ia merasa ingin pingsan saja.

Dokter Megan melepaskan helaan sebelum akhirnya ia benar-benar memutuskan hal yang menurutnya tepat. Untuk keselamatannya, dan keselamatan Abby juga teman-temannya.

"Maaf Abby, aku tidak bisa."

Abby menatap kaget wanita di hadapannya. Ia melepaskan genggamannya, kemudian mengepal kedua tangannya erat. Air mata jatuh dari kedua sudut matanya dengan mulus.

"K-kau..." ujar Abby tertahan, "akan kubuat kau menyesal akan keputusanmu!!!"

.

.

.

-DEMENTED-

.

.

.

"APA?! BAGAIMANA BISA?!"

"Maafkan aku, tapi aku tidak tahu apa-apa. Dokter Megan mengatakan kalau ia sudah melihat selebaran itu tertempel di papan pengumuman itu."

"SHIT!" Gordon menggebrak meja di depannya kencang, menimbulkan suara debaman yang sangat keras. "Kita bertemu nanti. Siapkan barang-barangmu, kita pergi dari sini!"

"B-baik. Terima ka-"

"Bagaimana dengan Judas? Apa dia sudah mengetahuinya?"

"Aku tidak yakin kalau Judas sudah tahu tentang hal ini..."

"SHIT, SHIT, SHIT! Sudahlah! Aku sendiri yang akan memberitahunya! Kau cepat kemasi barang-barangmu, lalu telpon atasanmu, suruh dia cari tempat yang aman untukku. Telpon aku jika kau sudah selesai. Jika tidak, kupenggal kepalamu. Mengerti?!"

"I-iya. Telponnya saya tutup, ya."

"Tutup saja! Tidak usah bilang-bilang!"

TUT TUT

"Menyebalkan!" Gordon menggebrak mejanya sekali lagi, namun dengan kekuatan yang tidak sebesar sebelumnya. "Aku harus cepat!"

Gordon mengutak-atik telpon genggamnya. Jarinya dengan lihat memencet tombol-tombol di sana. Ia sedang mengetik sebuah pesan kepada rekannya, Judas.

'Ayolah, cepat. Balas yang cepat!'

Beberapa detik kemudian terdengar bunyi dering dari handphone-nya. Itu tandanya kalau pesannya sudah dibaca.

Friday, 17 June 20xx

087xxxxxxxxx

Judas

"Bodoh."

Gordon menyipitkan matanya melihat isi pesan yang terbilang sangat singkat itu. "Bodoh? Kenapa ia malah mengataiku bodoh? Orang aneh."

.

.

.

"Sialan!" teriak Judas frustasi. Teriakannya disertai dengan bunyi debaman pintu yang tidak kalah nyaringnya dengan suaranya. Hal itu lantas membuat pasangan paruh baya yang sedang santai menikmati siaran tv itu menengok ke arah putra satu-satunya.

"Kenapa teriak-teriak, nak? Ada yang salah?" tanya pria paruh baya yang sedang duduk santai di sebuah sofa tua, "dan, oh! Untuk apa tas itu?"

"Bukan urusanmu!"

BLAMM!

"Apa yang terjadi dengannya ya, sayang?" tanya pria itu kepada wanita yang berumur sama di sebelahnya.

"Aku tidak tahu. Belakangan ini dia terlihat aneh. Dia suka keluar malam dan pulang di pagi hari. Dia juga suka tertawa sendiri ketika melihat foto seorang gadis berambut pirang itu." jawab wanita itu.

"Gadis... berambut pirang? Siapa dia?"

"Entahlah, mungkin kekasihnya atau teman kecilnya." jawab wanita itu sambil memencet tombol di remot tv-nya. Ia mengganti saluran di tv itu dengan cepat, namun setelah beberapa saat, wanita itu mematikan tv-nya. "Ayo, kita tidur. Tidak usah pedulikan anak itu, ia bisa menjaga dirinya sendiri."

"Benarkah? Lalu siapa yang akan membukakan pintu untuknya?" tanya pria itu sambil berdiri. Ia menggandeng tangan istrinya dan membantu wanita itu angkat dari posisinya.

"Terima kasih," tutur wanita itu, "Judas bisa membuka pintu sendiri, bukan? Dia selalu menjebol pintu rumah, bukan begitu?"

Pria itu mengangguk tanda setuju.

.

.

Sementara itu, Judas berlari secepat kilat menuju tempat yang telah dijanjikan oleh Gordon untuk bertemu dengannya. Namun tiba-tiba, terdengar suara derap sepatu berirama cepat dari belakangnya. Sontak, Judas menengok ke belakang dan mendapati cahaya senter yang mengarah lurus ke matanya.

Ketika ia menyadari siapa yang mengikutinya, ia berlari semakin kencang.

"TANGKAP ORANG ITU!"

.

.

.

TO BE CONTINUE...

.

.

.

Halo guys!! Yeyyy hari ini update/? Meskipun malam, tapi aku tidak mau mengingkari janjiku. Bagaimana ceritanya? Membosankan? Membingungkan? Atau justru semakin tijel? WKWKWK.

Gausah banyak bincang-bincang, seperti biasa, berikut ini cerita yang kudu mesti wajib kalian baca alias REKOMENDASI :

1. First Love Flavor : Meeting Again by @lucas_carlisle

2. Inside by @danchandr

3. One Step - Sejejak Langkah by @Shireishou

4. Perfect Partner by @ciepulala

5. Kekal by @izaneko

6. Bunda by @iiaditia

Sekian!! Okelah, aku ucapkan terima kasih banyak untuk readers selama ini yang aktif dalam komen maupun vote. Happy 3k readers!!

Veronica.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top