27 : Pernikahan :
TANTANGAN: di sini dd acel banyak ngayal babu. Coba inline comment bales khayal babu dia dengan kenyataan sekampret-kampretnya.
-;-
27
: p e r n i k a h a n :
2018
"Tenang atuh, Maz Bar. Kalem."
Bara Langit mengusap wajahnya dan mengembuskan napas, frustrasi. Dia berjalan mondar-mandir di ruang ganti mempelai pria. Aksel hanya tersenyum miring, menahan geli sambil bermain rubrik di tangannya. Dia tahu abangnya kini merasa gugup. Sebab setengah jam lagi, Bara akan bersumpah di hadapan penghulu, wali, dan para saksi untuk menunaikan tanggung jawab sebagai seorang suami.
Hari ini adalah hari akad nikah Bara dan Leia. Acara dilaksanakan di rumah mempelai wanita, kemudian dilanjutkan resepsi di hotel. Bara, teman-teman dekat, dan adiknya kini sedang berada di ruang mempelai pria, menunggu aba-aba acaranya dimulai.
"Haduh, Maz Bar," Nolan geleng-geleng kepala melihat Bara. "Sini, sini, Maz, duduk. Biar adek elap keringatnya."
Mendesah, Bara hanya mengikuti ucapan Nolan. Tentu dia duduk bukan agar keringatnya dilap oleh lelaki itu. Saat duduk kakinya terus bergoyang, dan kepalanya tertunduk. Dalam hati dia berdoa agar ijab kabulnya nanti lancar.
"Coba ucapin lagi namanya si Leia, Bar," ujar Hizraka yang duduk di sebelah Aksel. "Eleiana...."
"Roosmarije Natsuki Soebroto Van Wijck," lanjut Bara dalam satu tarikan napas. Dia sudah hafal nama Leia dari minggu kedua berusaha mengenali gadis itu. Satu tahun telah berlalu dari hari dia pertama mengajak berkenalan, dan dia jelas masih ingat nama lengkap calon istrinya kini. Kemudian, dia melanjutkan, "nama bapaknya Pieter Van Wijck."
"Ya udah, kalem," ujar Hizraka tenang. "Lancar ini mah ijab kabul nanti. Nama sepanjang itu aja hafal."
"Kenapa gugup, sih, Bang?" tanya Aksel, heran. "Tinggal ngomong doang. Istilah-istilah biologi dan medis yang njelimet aja lo hafal. Masa cuma ijab kabul doang takut lupa?"
"Bebannya beda, Sel," ujar Bara, memejamkan mata, lalu mengembuskan napas. "Tanggung jawab yang diemban dari kata-kata itu beda. Gue bertanggung jawab untuk istri dan anak-anak kami nanti. Kadang kebayang nggak bisa ngemban atau gagal memimpin dengan amanah. Itu yang kadang bikin takut."
"Jalanin aja siah, Bar," ujar Nolan, kemudian meletakkan kedua tangannya di pundak Bara, mulai memijat. "Aduduh, otot pundak Maz kekar sekali. Dedek nggak kuku nggak nana."
Bara yang tadinya agak tegang seketika mengendur karena ucapan itu. Dia memutar bola mata. "Lan. Ingat istri sama anak, Lan."
Nolan justru berlanjut dengan memeluk Bara dari belakangan. "Uluh-uluh, Maaazz. Peluk-able sekali punggungmu. Dedek jadi gerah."
"Sampah, anjir. Nggak usah tambah-tambah gerayangin dada gu— ANJIR NOLAN! DEMI TUHAN! LO TAHU KATA NAJIS NGGAK, SIH?"
"Maz Bar-nya akuuuhh."
"NOLAN PRASETYA NUGROHO!"
"MAAZZZ!"
"SALAH HAMBA APA, YA ALLAH!"
Aksel sudah tertawa terbahak-bahak bersama Hizraka. Tawanya puas dan panjang. Bara sendiri menahan Nolan menyentuhnya lebih jauh dengan menahan batok kepala temannya itu.
Pintu lalu terbuka, menyita perhatian mereka sejenak. Mahesa menoleh dari celah pintu yang terbuka. "Sepuluh menit lagi mulai, Bar."
Nolan spontan melepaskan pelukannya terhadap Bara. Kegugupan mulai melanda.
Bara menelan ludah. Dia mulai merapikan kemeja dan dasi, lalu mengenakan jasnya. Keempat temannya terdiam ketika Bara menunduk dan mengangkat tangan sejenak untuk berdoa. Sekali lagi, mereka menjadi saksi dari satu lagi anggota mereka melepas masa lajang.
Aksel mengamati abangnya yang terlihat khusyuk sekali berdoa. Kadang, Aksel berpikir. Bagaimana rasanya berada di posisi abangnya sekarang? Pasti tidak enak harus menikah dan kehilangan kebebasan. Dia tidak ingin kehilangan kebebasannya sebagai pria tanpa ikatan. Pacaran baginya jelas bukan ikatan, melainkan hanya permainan. Dia memang menikmati merayu perempuan dan membuat perempuan itu menjadi miliknya dengan mudah tanpa dia harus berusaha keras. Cukup dengan tatapan dan ucapan, para perempuan pun bertekuk lutut. Rasa bahagia ketika melihat rayuannya berhasil kepada lebih dari satu perempuan dalam sehari itu sungguh tak ada duanya. Dan rasa itu meningkat ketika dia berhasil membuat mereka merasa tertampar karena kebodohan mereka. Inilah kenapa dia begitu memuja Virga. Karena bedanya Virga sama mantan-mantan bego gue, adalah dia nggak pernah kepengaruh kalau gue berusaha ngerayu dia. Cuma dia dan hanya dia. Udah lebih dari sepuluh tahun dan gue nggak pernah bosan sama dia. Bukan karena dia jual mahal, tapi karena dia emang segitu nggak pekanya dan segitu misteriusnya. She's the one and only perfect woman for me. I love her. I always do. My entire universe is only for her.
Kemudian, Bara mengambil pecinya dan bersiap keluar bersama groomsmen yang lain. Aksel mengikuti di belakang. Ketika menoleh ke belakang, dia melihat Mahesa sedang sibuk membaca sesuatu di ponselnya.
Dia tersenyum miring dan mundur beberapa langkah untuk menyamai langkah Mahesa. "Baca chat dari gebetan baru, Sa?" tanya Aksel sambil mengangkat-angkat alis.
Mahesa terdiam, menyimpan ponselnya, lalu mengangguk sambil melihat ke depan. "Semacam itu."
Aksel mendengus terkekeh. "Anak-anak Raos udah pada nikah semua kecuali gue sama elo. Tapi gue yakin sih, pasti lo duluan yang nikah habis si Abang."
Mahesa terdiam dan mengernyit. Dia bingung harus berkata apa. Dia ingin berkata jujur, tetapi dia tahu bahwa sekarang bukanlah waktu yang tepat. Nanti, kalau Aksel dalam kondisi yang tenang, pikir Mahesa.
Setelah Aksel pergi karena dipanggil oleh ayahnya usai memasuki tempat akad nikah, Mahesa kembali membuka ponselnya.
Goddess
Kak, aku tadi liat makanan
Sumatra.
Siapa tau Kak Mahesa kangen
masakan rumah.
Tadi kutanya Kak Leia,
yg masak itu orang sana asli kok.
Mahesa tersenyum hangat. Dia pun mengetikkan balasan.
Mahesa Silalahi
Terima kasih, Virga.
Nanti kucoba makanannya.
***
Pada akhirnya, ijab kabul terlaksana dengan lancar.
Namun, Bara dan Leia sekeluarga masih harus melakukan resepsi di lobi hotel siang ini. Dan sekarang, Aksel tengah menunggu di ruang ganti mempelai pria bersama teman-temannya yang lain. Tangannya sibuk merangkai dasi sambil berkaca. Bara masih membereskan ujung lengan kemejanya yang terasa kaku, sementara Nolan, Hizraka, dan Mahesa sudah siap. Sambil menyimpul dasi, mata Aksel menatap kaca, menemukan Mahesa yang tersenyum sembari menatap layar ponsel. Gebetan baru, pasti, pikir Aksel. Dia hanya tersenyum. Ini memang hari bahagia. Meskipun ini hari pernikahan orang lain, dia tetap bisa merasakan euforianya. Atmosfernya terasa begitu mudah membuatnya tersenyum. Interior, dekorasi, serta makanan yang disajikan pasti enak. Dan Aksel yakin banyak orang dari tamu-tamu yang bisa dia ajak berkenalan – atau dikenalkan oleh ayahnya. Dan tentu, mampu dia bayangkan betapa cantiknya Virga nanti datang dengan balutan kebaya. She's pretty, indeed, pikir Aksel. And I am overall good-looking. She's smart, same as me. She's a high-class woman, and I'm one of the most wanted eligible bachelor. Everybody will be jealous because we are so perfect together, pikir Aksel, membuatnya menyengir makin lebar sambil memandangi kaca. Dia tak sabar rasanya untuk bertemu Virga lagi. Di akad nikah tadi, dia tak sempat mengobrol dengan gadis itu. Telanjur sibuk dengan kenalan-kenalan ayahnya atau dari kenalan baru dari keluarga Leia.
Ketika resepsi dimulai dan mata Aksel menangkap sosok Virga yang berkebaya hijau toska, Aksel tahu bahwa prediksinya benar. Virga terlihat anggun sekali dengan kebaya yang memeluk tubuhnya. Aksel seketika menarik sudut-sudut bibir ke atas. Love, panggilnya dalam hati, tatapanya begitu lumer seperti cokelat yang dilelehkan, look at you now, Love. Stand with me together and the world couldn't be more perfect.
"Hai, Vir," sapa Aksel. "Sendirian aja?"
"Nggak, kok. Aku bareng Tante Varsha, Hektor, sama Om Re tadi," Virga mengarahkan pandangan ke sosok Varsha dan Regen yang sedang mengambil makanan. Memang sudah waktu makan siang saat itu. Dan itulah kenapa Aksel mau istirahat sejenak dari berkenalan dengan kolega-kolega ayahnya. "Kak Aksel nggak bareng yang lain?"
"Nggak. Mereka lagi asyik main game tuh, di situ." Dagu Aksel mengedik ke arah meja tamu VIP yang salah satunya ditempati oleh teman-teman dan istri mereka. Aksel pun memandangi Virga dari atas ke bawah, kemudian mendekat sedikit dan tersenyum. "You look beautiful."
"Thanks," balas Virga singkat dengan senyum sopan. "Aku mau ke Mbak Kartini dulu. Kakak mau ikut?"
"Ayo aja. Tapi, lo nggak makan, Vir?" tanya Aksel. "Makan dululah kalau belum ambil makanan. Rugi kalau nggak nyicip semua makanan di sini."
Virga tersenyum. "Iya, nanti kucoba cicip. Tadi udah makan, kok. Nanti kalau agak lapar baru makan lagi."
Mengangguk, Aksel pun berjalan bersama Virga menuju meja tamu VIP. Berjalan bersisian bersama Virga membuatnya makin merasa bahwa mereka memang sempurna tercipta untuk satu sama lain. Begitu saling mengisi. Virga yang terlihat polos dan memang tak pernah terpengaruh rayuannya, dengan dirinya sebagai most wanted eligible bachelor yang jelas jauh dari kata polos akibat sepak terjangnya dengan wanita. Semua begitu sempurna seolah mereka ditakdirkan bersama. Mungkin karena itu juga Virga nggak pernah pacaran. Dia udah terbiasa sama gue. Cinta datang dari terbiasa. And I know that she was made to be with me, pikir Aksel, tersenyum lebar.
"Hai, Zegaaa, aku Kak Virga," ujar Virga begitu bertemu Zega, anak dari Hizraka yang masih satu tahun di gendongan Satya. Virga pun mengetuk-ngetuk lembut pipi Zega yang tembam. "Ihh, kamu lucu banget, sih. Anteng gitu kalau lagi makan kue!"
Satya, istri Hizraka pun tertawa. Dia menggoyang gendongannya agar mendapat respons dari Zega. "Nak, ini ada Kak Virga datang. Ayo sapa!"
Mata bulat Zega berbinar. Tangannya meraih-raih. "Mamamamam."
Satya terkekeh. "Ini bukan mamam, Sayang. Ini namanya Kak Virga. Kamu udah pernah ketemu dia beberapa kali.
"Mamamamam."
"Kamu kenapa mamam mulu, Ga. Jangan kayak papamu, dong. Dikit-dikit mau. Kamu dikit-dikit mamam."
Di kursi sebelah Satya, Hizraka hanya menyengir mendengar itu. Kemudian dia mendecak ketika permainan di ponselnya menunjukkan kata Game Over.
"Zega cakep deh, Kak Satya. Aku mau coba gendong," ujar Virga, merentangkan tangannya. Satya pun memberikan Zega yang baru selesai makan kue kering ke tangan Virga.
Aksel tersenyum-senyum melihat Virga terlihat senang sekali menggendong Zega. Dia pun membatin, Love, kamu mau bikin bayi-bayi yang ganteng atau cantik gitu bisa sama aku.
Para perempuan pun akhirnya memilih untuk mengobrol di meja lain yang terpisah dari para laki-laki. Aksel mendesah. Dia padahal masih ingin mengobrol dengan Virga berdua. Akhirnya, dia hanya mengambil makan pudding yang kebetulan memang tidak ramai, kembali ke mejanya bersama anggota grup Republik Jomblo Raos.
Dia duduk di antara Nolan dan Hizraka. Nolan tengah mengirimkan berkas dari ponsel lain ke ponselnya sendiri. Paling kerjaan, pikir Aksel. Dia duduk di sebelah Nolan, memakan pudding-nya dengan santai sambil membuka ponsel. Ketika pudding-nya mau habis, Nolan yang di sebelahnya berdiri. Wajahnya terlihat menahan-nahan sesuatu. Spontan, Aksel bertanya, "Mau boker lo?"
"Iya, nih, tiba-tiba mules banget," ujar Nolan, lalu meletakkan dua ponselnya di meja. "Gue nitip hape, yak. Mau ke kamar mandi dulu!"
Aksel mengangguk, sementara Hizraka masih sibuk dengan game-nya. Dia baru saja menyingkirkan mangkuk pudding ketika melihat salah satu ponsel Nolan bergetar. Dia melirik ponsel itu, kemudian mengernyit ketika melihat ada potongan pesan LINE yang masuk.
Goddess
Kak, mobilnya knp?
Aksel menautkan alis.
Dia menyelidiki ponsel itu. Setelah dia lihat-lihat, ponsel kedua yang dipegang Nolan itu sebenarnya milik Mahesa. Dan barusan saja Mahesa memang pergi keluar untuk membereskan alarm mobilnya yang berbunyi karena sedikit terbentur sesuatu. Aksel kembali berpikir. Apa ini gebetan Mahesa? Gebetan Mahesa ada di sini?
Kemudian, muncul lagi pesan baru.
Goddess
Aku dengar ini dr Kak Kartini
sama Kak Satya.
Mata Aksel membeliak. Perasaannya benar-benar tidak enak.
Dikuasai rasa penasaran, Aksel akhirnya membuka pesan itu. Beruntung ponsel Mahesa memang tidak memakai security keys.
Dan, apa yang ditemukannya membuatnya sangat-sangat tak habis pikir.
Percakapan di ruang obrolan yang dia baca itu sudah panjang sekali. Mencakup segalanya. Dari awal mereka bertemu, Mahesa yang minta izin mendatangi rumah sosialnya, minta izin di minggu selanjutnya, diskusi dan obrolan ringan, datang lagi di minggu selanjutnya, hingga akhirnya Mahesa tinggal di sana... dan semua sudah dimulai dari setahun yang lalu.
Mahesa sama Virga.... Kenapa....
Pelan, Aksel menoleh ke belakang, menatap Virga yang berada di meja bersama istri teman-temannya. Dia menelan ludah melihat Virga yang tengah mengernyit mengetik sesuatu di ponselnya. Kemudian, ponsel yang sedang dia pegang bergetar lagi.
Goddess
Kalau ada apa2
bilangin aja ya.
Siapa tau aku bisa
bantu.
Aksel membisu. Sungguh tidak tahu harus merasakan apa untuk sepersekian detik.
Di tengah kegamangan itu. Dia tahu apa rasa panas yang menjalar di dadanya, menunggu ingin meledak. Sebab meski dia sendiri bingung dengan ini semua –dengan Mahesa, dengan Virga, dengan hubungan mereka –satu hal yang dia tahu pasti: dia harus membuat Mahesa mendapatkan pelajaran.
[ ].
A/N QnA bacalah demi kemaslahatan umat manusia.
Q1: kenapa sih, dibikin Aksel kayak gini? Ini kan cuma fiksi. Masa nyatuin Virgaksel doang bikin kamu merasa ngehina teman-temanmu yang orangtuanya selingkuh? Nggak usah dibawa serius kali. Udah satuin aja Virga sama Akseeeel. Kasihan tahu si Aksel kayak gitu huhuhu.
Kamu lucu banget :)))) kamu kasihan sama Aksel, tapi nggak kasihan sama Virga. Padahal kalau Virga nikah sama Aksel juga udah pasti Aksel bakal selingkuh :))))
Q2: Loh, kok bisa gitu? Aksel kan cinta banget sama Virga!
Me: (insert roll eyes gif)
Itulah dari awal kusudah bilang, love is not and shoudn't be enough to make people wanna marry someone. Tapi ya, emang media massa itu efeknya bisa sebegitu berengsek sih. Bikin orang kebanyakan ngayal. Dan inilah kenapa gue menganggap fiksi bukan hanya sekadar fiksi (jawaban buat Q1). Fiksi adalah bagian dari media massa dan bisa membentuk pemikiran manusia. Dan seperti yang udah gue ulang-ulang, media massa itu efeknya kuat. Makanya gue nggak bisa, "Cuma fiksi ini, satuin aja kali biar Aksel dan fansnya bahagia."
Kalau lo cari penulis kek gitu dalam diri gue ya lo baca cerita dari penulis yang salah.
Dan karena udah kebanyakan fiksi romantis setipe cerita Virgaksel yang endingnya playboy tobat setelah menemukan perempuan yang tepat (which is a major bullshit), gue merasa gue nggak perlu nambah-nambahin lagi dan bikin kalian makin ngayal ketinggian. Again, gue nggak mau kalian berakhir kayak Nadia atau Erika.
Terus masalah Aksel bakal selingkuh, well, kalian pernah kepikiran nggak, di saat Aksel dengan manisnya manggil Virga dengan "Pacil" atau "Love" sebagai panggilan kesayangan dia, Aksel juga punya panggilan kesayangan buat ratusan perempuan lain yang membuat perempuan itu merasa spesial. In one case, Aksel punya panggilan "Princess Elsa" ke salah satu pacarnya karena dia ingat si pacar suka Elsa Frozen dan Aksel kadang suka godain "Hei, Princess Elsa. Jakarta panas banget nih hari ini. Kamu bisa nyihir kota ini biar sedingin istanamu buat beberapa jam aja, nggak?"
Dan dia melakukan itu ke ratusan perempuan. Always. Selalu dua-tiga perempuan atau bahkan lebih dari satu hari. It's a natural thing for him. Makanya jangan heran kalau Aksel (atau playboy lain di dunia nyata) bakal tetap flirting atau bahkan selingkuh setelah punya istri. Yah, memang ada kemungkinan mereka tobat, tapi yang jelas TOBATNYA BUKAN SETELAH KETEMU PEREMPUAN YANG TEPAT. Plis. Catet. Itu.
Maaf marah-marah (padahal gak juga). Gue cuma muak sama pengkhayal babu. Thanks.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top