23 : Luluh :
fyi ini gue update di tengah praktikum di lab wkwk. Gue paling baru kelar praktikum jam 9 malem nanti. Maaf cuma dikit. Laporan gue minggu depan ada sepuluh HAHA jadi biarkanlah aing hidup tenang dulu
-;-
23
: l u l u h :
2018
Mobil Aksel sampai di pekarangan suatu bangunan dengan halaman yang cukup luas dan dipayungi pepohonan rindang.
Dia tak membawa Baby Lambo ke sini. Terkesan salah tempat terlalu ingin pamer jika dia melakukannya-mengingat bahwa tempat ini bukanlah kawasan elite.
Aksel menatap sekilas plang yang berdiri di depan pepohonan sebagai identitas bangunan itu. Rumah Bivalvia. Di sana, terdapat dua bangunan terpisah, tetapi jaraknya berdekatan. Arsitekturnya terlihat seperti arsitektur rumah Indonesia lama; bercat putih gading, ada teras dengan fasad gaya rumah Indonesia zaman kolonial, lantai terasnya terbuat dari semen, tetapi semuanya terlihat bersih dan rapi.
Aksel berjalan menuju salah satu rumah yang berukuran lebih besar. Dia menaiki anak tangga pendek menuju pintu masuk yang terbuka. Baru saja dia hendak bersuara untuk minta izin masuk ke dalam rumah itu, muncul seorang anak lelaki yang kebetulan lewat di beranda rumah. Anak lelaki itu mengangkat alis. "Bang Aksel," ujarnya. "Nyari Kak Virga, ya? Kak Virga-nya lagi keluar, Bang."
Aksel mengerjap. Dia kenal anak lelaki itu. "Oh iya, Ton? Lagi ke mana si Virga?"
"Katanya, sih, mau ke supermarket dekat sini. Bentar lagi paling juga balik," balas Toni. "Masuk aja dulu, Bang. Kayak baru pertama masuk sini aja, sih, nungguin orang lain nyambut."
Aksel terkekeh. "Ya kan, kagak enak kalau asal nyelonong."
"Yailah, Bang. Kak Virga sendiri yang bilang kalau Bang Aksel mau masuk sini, tinggal masuk aja ke ruang kerja dia," ujar Toni. Dia membenarkan letak kacamatanya, kemudian masuk ke dalam rumah bertingkat dua itu bersama Aksel. "Saya duluan ya, Bang. Mau ngepel kamar dulu."
"Iya." Aksel pun berjalan ke dalam rumah. Dia melepas sepatunya dahulu dan meletakkannya di rak sepatu dekat pintu, kemudian baru berjalan ke ruang kerja Virga.
Sudah hampir setengah tahun Rumah Bivalvia berdiri. Aksel melihat perkembangannya dari kali pertama Virga mencetuskan ide untuk membuat rumah sosial bagi anak-anak telantar, serta sebuah rumah bagi anak-anak penyandang disabilitas untuk hidup dengan lingkungan yang mendukung dan memotivasi. Lulus dari jurusan Neurology di Amerika, Virga hanya bekerja di sana sebentar, kemudian kembali ke Indonesia untuk memberdayakan anak-anak-terutama penyandang disabilitas-dan untuk memotivasi mereka untuk bisa sukses terlepas dari disabilitas mereka.
Kadang, Aksel merasa ingin tertawa jika mengingat kelakuan sebagian besar mantan-mantan pacarnya yang begitu percaya diri bisa menaklukan player seperti Aksel. Aksel heran, kenapa mereka begitu desperate ingin menaklukkannya di saat Virga bahkan tidak peduli dengan itu semua? Virga fokus mengejar mimpinya. Dan ketika dulu ada pacar-pacarnya yang mengetahui identitas Virga, mereka akan dengan sinisnya bertanya, "Emang apa, sih, bagusnya Virga? Apa sih, kualitasnya sampai lo bisa tergila-gila?"
Dan, Aksel akan menanggapi dengan senyum bahagia.
Dia senang sekali ketika ada orang meremehkannya-atau meremehkan gadis yang dicintainya-sebab, dia punya cara untuk mempermalukan orang yang sudah berani meremehkan. Jika sudah ada yang bertanya seperti itu, Aksel akan mengajaknya ke rumah sosial binaan Virga, memperkenalkannya dengan gadis itu, mengobrol dengan Virga serta anak-anak binaannya beberapa menit, mengajak bermain bersama anak-anak itu, dan dalam proses itu, Aksel akan bercerita tentang bagaimana Virga menolak melanjutkan pekerjaan mapan sebagai researcher di Amerika demi membina anak-anak Indonesia, bagaimana gadis itu siap hidup dalam kesederhanaan, meninggalkan hidup mapan yang sudah dijanjikan jika dia melanjutkan bekerja di Amerika, semua hanya demi membina moral anak-anak di negeri sendiri. Dan pada akhirnya, teman-temannya-dan pacar-pacarnya dulu-yang sudah berkenalan Virga hanya berkata, "Lo nggak layak buat dapetin Virga, Sel. She's way too good for you."
Ya, Aksel tahu. Dia tahu jauh sebelum orang-orang mengingatkannya.
Hanya saja, bagaimana dia bisa berhenti mencintai Virga? Dan, untuk apa dia berhenti? Tak ada alasan baginya untuk berhenti mencintai. Virga adalah perempuan paling tepat baginya untuk melabuhkan perasaan. Tak pernah satu detik pun Aksel merasa menyesal sudah mencintai gadis itu. Sebab, Virga memang selayak itu untuk dia cintai.
Menarik napas, Aksel segera menduduki sofa ganda berwarna biru dengan motif bunga-bunga dalam ruang kerja Virga. Tak ada pendingin ruangan selain kipas angin di ruang kerja itu. Jendela floor-to-ceiling di depan meja kerja mengarah langsung ke balkon lantai dua. Interior ruang kerjanya sederhana, banyak warna putih, krem, dan motif bunga-bunga yang memberi kesan vintage. Seperti yang biasa Aksel lihat, ruang kerja Virga agak berantakan. Virga yang dia kenal memang bukan orang yang terlalu memedulikan kerapian-tidak seperti tantenya yang selalu rapi dan well organized. Namun setidaknya, ruang kerja Virga masih bisa ditempati. Menurut Aksel, ruang kerja memang umumnya seperti ini. Agak berantakan, tetapi terlihat 'hidup' dan menunjukkan bahwa pemiliknya sungguhan bekerja.
Aksel menyandarkan punggung di sofa, mendengak menatap sebuah typography nama rumah sosial ini yang dipigura di dinding belakang kursi kerja. Typography itu menggunakan cat air dengan warna gradasi biru dan dihias dengan kerang-kerang, lantas dipigura dengan kaca. Karya itu adalah buatan salah satu anak yang tangan kanannya habis diamputasi. Aksel ingat, anak itu sebenarnya tidak tinggal di sini, tetapi orang tuanya mengajaknya kemari untuk menghadiri sesi motivasi dan berteman dengan anak-anak lainnya. Karya itu adalah kenang-kenangan untuk Virga karena sudah mendirikan Rumah Bivalvia.
Rumah Bivalvia. Bivalvia adalah kelas dalam filum moluska yang berisi hewan-hewan seperti kerang yang bercangkang ganda. Aksel-lah yang mencetuskan nama itu. Awalnya, Virga ingin memberi nama Rumah Teratai, dengan mengambil filosofi teratai sebagai tumbuhan yang masih bisa tumbuh cantik meski lingkungan di sekitarnya kotor. Berangkat dari esensi filosofi yang sama, Aksel mengusulkan "Rumah Bivalvia" agar namanya lebih tidak umum digunakan, sehingga memiliki keunikan tersendiri. Aksel belum pernah menemukan rumah sosial dengan nama Rumah Bivalvia. Lagi pula, filosofi bivalvia hampir sama dengan filosofi yang Virga inginkan. Seingat Aksel, kebanyakan bivalvia merupakan organisme yang bisa menyerap logam dalam suatu perairan, sebab bivalvia kebanyakan adalah filter feeder-hewan penyaring untuk makan. Hal ini melandasi Aksel untuk mengusulkan nama Rumah Bivalvia. Dengan harapan bahwa seperti kerang, meskipun berada di lingkungan buruk yang banyak logam, dia justru bisa mengurangi kadar logam dalam perairan. Pada umumnya organisme bivalvia memang hidup di dasar sedimen. Sehingga meskipun hidup dan dilahirkan di tempat yang 'rendah', bivalvia masih bisa bermanfaat bagi mahkluk lainnya.
Kemudian, Aksel un mengambil ponselnya dan menelepon Virga, ingin memastikan apakah Virga masih lama di luar atau tidak. Beberapa detik setelah menekan tombol call, terdengar bunyi ponsel dari arah belakang meja Virga. Aksel mengecek, menundukkan kepala dan melihat ponsel Virga sedang di-charge dan disimpan di rak nakas sebelah meja kerja. Dia pun mengernyit saat membaca nama kontak yang tertera sedang memanggil di layar ponsel Virga.
Kuah Muncrat calling...
Aksel spontan membuka mulut. Hendak protes. Namun di saat yang sama, Aksel mendengar bunyi bel sepeda dari luar. Dia segera beranjak ke arah balkon kecil, melihat sosok gadis di pekarangan yang sedang membawa sepeda ke arah tempat parkir sepeda di depan rumah. Virga. Gadis itu mengenakan kemeja biru langit dan rok selutut berwarna putih sambil membawa goodie bag di keranjang depan sepeda. Baju sederhana yang di mata Aksel tak memudarkan pesona gadis itu.
Aksel pun merasakan seisi jantungnya berdentum lebih cepat. Dia menatap Virga dengan hangat. Panggilan kepada Virga yang hanya dia ucap diam-diam, yang membuat dia terdengar seolah ingin meleleh, pun dia ucapkan dengan bisikan pelan, "Love."
Love. Love. Love.
Perempuan yang dia yakini sebagai bagian lain dari dirinya, belahan jiwanya, kini sudah memarkirkan sepeda dan membawa goodie bag-nya. Dia melihat ke sekitar, kemudian menangkap sosok Aksel di balkon ruang kerjanya yang melambaikan tangan. Mata Virga membeliak. Dia terpaku sejenak, memecah senyum patah, kemudian membalas lambaian tangan Aksel.
Aksel lalu menyengir dan menurunkan lambaian tangannya kepada gadis yang sudah mengambil hatinya dari bertahun-tahun lalu itu.
Andai saja Virga tahu.
[ ].
A/N
Plz ini cerita harusnya bikin gue sedih tapi tiap abis update chapter baru malah bawaannya mau ngakak sama kelakuan dd acel. Abis diomelin mama, papa, sama abangnya trus datengin virga buat ngadu. Kan gue ngakak.
Btw kalau kalian mikir di cerita ini, Virga atau Aksel bakal mati, atau ada orang ketiga, atau tetiba Aksel dan Virga dijodohin, gue gabisa kasih yang begitu untuk cerita Virgaksel. Sama kayak Arkais, konflik tokoh-tokoh sebenernya lebih ke konflik batin. Konstruksi batin manusia itu sebenernya udh kompleks. Jadi sebenernya cukup dengan lebih mengenali psikologis dan kepribadian karakter ciptaan lo aja, lo udah bisa bikin konflik.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top