21 : Sengaja :
21
: s e n g a j a :
2018
Terkadang, ada beberapa perempuan yang memang sengaja ingin dipacari Aksel, walau mereka sudah tahu bagaimana sepak terjang pria itu.
Aksel awalnya hanya penasaran. Tak sulit untuk memacari perempuan-perempuan ini. Terlalu mudah, malah. Gombal sedikit, ajak makan bersama, tembak beberapa hari kemudian, selesai. They are too obvious. Jika Aksel adalah pria lain, dia pasti sudah bosan dengan perempuan-perempuan yang terlalu giving theirselves too much ini, atau yang terlalu cari-cari perhatian, atau yang terlalu agresif. Namun, Aksel bukan lelaki lain dan dia hanya menjadi Aksel yang penasaran hingga ke akar, sebagaimana abangnya, Bara, juga sering penasaran untuk menuntaskan beragam pertanyaan hidup di otaknya.
Yah, tetapi, Aksel bukan Bara. Aksel lebih tertarik pada perilaku manusia-terutama perempuan.
Jadi, sebagaimana dengan ratusan mantan pacarnya terdahulu, setelah melewati masa pacaran supermanis seperti yang Aksel pelajari dari media massa-Aksel percaya bahwa media massa memang memiliki pengaruh sebegitu kuat terhadap perkembangan psikologis manusia-maka Aksel akan memutuskan pacarnya dengan cara paling jujur dan seringkali menyakitkan.
Di dalam mobil, selesai candlelight dinner bersama Aliyah, pacar barunya yang ke...entah berapa ratus, Aksel kini sudah berada di depan rumah Aliyah. Malam ini begitu sempurna. Dia membawa Aliyah dengan Baby Lambo, lalu mengajaknya candlelight dinner di salah satu restoran di atap gedung pencakar langit yang indah.
Kini, sambil melihat wajah berbinar Aliyah, Aksel pun tersenyum manis sekali kepada sang pacar, yang dibalas dengan senyuman berseri-seri. "My dear darling," Aksel memanggil dengan menggoda. "I said you were the girl on my dreams, right?" tanyanya dengan wajah berseri-seri, yang dibalas anggukan oleh Aliyah. "But now, I decided to wake up."
Aliyah terdiam. Perlahan, senyumannya luntur, berganti raut bingung. Dia berusaha mencerna ucapan Aksel barusan. "Kamu... lagi bercanda?"
"Hm? Kenapa kamu bisa mikir aku lagi bercanda?" tanya Aksel, masih dengan senyum manis.
Aliyah mengernyit. "Habis... kamu tiba-tiba ngomong kayak gitu. Kita kan, udah have fun malam ini. Aneh aja kalau kamu mendadak ngomong kayak tadi."
"Are you sure?" tanya Aksel dengan senyum menggoda, cenderung mencemooh. "Yang have fun itu kita, atau cuma kamu aja?"
"Kita, dong. Orang dari kemarin-kemarin kamu kelihatan senang."
"Itu akting," ujar Aksel. Wajahnya kini sudah datar, agak dingin. Dan, inilah yang sesungguhnya dia rasakan. Bukan tertawa-tawa, tersenyum, dan melempar gombalan seperti tadi dan kemarin-kemarin. "You had fun," jawab Aksel. "And I did not."
Aliyah mengernyit. "Tapi... kenapa?"
Aksel menjawab dengan enteng, "Lo ngebosenin, sih, to be honest aja."
Aliyah merasa tertohok. Dia tak menyangka Aksel akan mengatakan hal itu.
Tanpa membiarkan Aliyah menanggapi, Aksel melanjutkan, "Lo udah tahu kalau gue player?"
Sang gadis terdiam. Tertegun mendengar Aksel sudah mengganti panggilan 'aku-kamu' yang dia lontarkan dari pertama mereka dalam masa pendekatan menjadi 'gue-lo'. Kemudian, Aliyah menjawab, "Aku yakin kamu lebih baik dari apa yang mereka ucapkan, Sel."
"Of course I am," balas Aksel yakin. Aksel menyenderkan punggungnya ke jok mobil sport-nya. "Terlepas dari apa pun omongan mereka, gue yakin gue lebih baik dari itu. Tapi, elo," Aksel melirik pacarnya saat ini. "Lo itu lagi ngebego-begoin diri sendiri. Lo mau pacaran sama gue dan ngarep gue bisa kasih lo segala hal yang selama ini lo inginkan dari pacar dunia khayalan lo; pacar tampan dan kaya raya yang mencintai lo gila-gilaan, pacar yang bisa kasih surprise candlelight dinner, pacar yang romantis, pandai ngerayu kayak di film-film. To be honest, it's boring for me. Tapi, gue cuma penasaran kenapa lo masih mau sama gue setelah tahu bahwa gue player."
Aliyah ternganga, merasa sakit hati dengan ucapan Aksel. "Aku yakin kamu lebih baik dari apa yang mereka ucapkan, Sel," ulang sang gadis. "Dan, itu benar. Buktinya, selama ini kamu memperlakukan aku dengan sangat baik."
"Ya iyalah, orang gue melakukan apa yang lo harapkan dari pacar," balas Aksel datar. "Mantan-mantan lo itu lo putusin karena mereka nggak bisa memenuhi ekspektasi lo untuk seorang pacar. Lo mau pacar sempurna kayak yang selama ini ditampilkan di media massa; ganteng, kaya, punya pekerjaan bagus, punya mobil sport bagus, romantis mainstream tingkat dewa. I have that all for you. Cuma yah, batasan gue buat lo cuma seminggu, sih. Gue nggak tahan kalau lebih. Yang ada gue mati bosan punya pacar kayak lo."
Si gadis mengerjap, merasa tersakiti. Kendati demikian, dia tetap bersikeras, "Sel, aku beneran suka sama kamu." Aliyah terlihat yakin. "Terlepas dari masa lalu kamu yang suka mainin cewek! Siapa lagi coba, cewek yang bisa menerima kamu apa adanya begitu?"
Virga. Tapi, dia kayaknya nggak mau sama gue, sih, batin Aksel. "Lo cewek ke sekian yang ngomong kayak gitu," balas Aksel. "Yang lo lihat selama dua minggu ini adalah Aksel yang lagi akting. Bukan Aksel yang sebenarnya. Dan buat gue, lo nggak cukup layak untuk gue tunjukkin diri gue yang sebenarnya karena lo nggak bisa menerima orang apa adanya, kayak lo nggak bisa menerima mantan-mantan lo apa adanya, dan karena itu lo putusin mereka. Lo mau segala hal berjalan sesuai keinginan khayalan babu lo. Gue kasih tahu satu hal; kalau lo mau pacar yang sempurna, at least jadilah cewek yang sempurna juga. Lo itu kayak babu yang lagi ngarep punya pacar prince charming dan hidup bahagia selama-lamanya."
"Apaan, sih?" Aliyah terlihat geram dengan nada naik seoktaf, sangat tersinggung. "Siapa elo, nuduh-nuduh gue kayak gitu? Lo ngomong seolah lo ini dewa. Lo cuma manusia biasa, Sel. Bukan cowok mahasempurna."
"Logikanya sih, kalau lo nggak merasa cuma ngayal babu, harusnya lo nggak usah tersinggung dengan ucapan gue."
Sang gadis bergeming, melotot tak terima. "Trus, lo ngelakuin ini buat apa?" tanyanya dengan nada tinggi. "Deketin gue, gombalin gue, jadi pacar gue, itu buat apa lo buang-buang waktu demi cewek yang cuma lo anggap babu?"
"Biar babu kayak lo bisa berubah," ujar Aksel, tenang. "Manusia jahat itu banyak di dunia ini. Tapi, orang bego lebih banyak lagi populasinya. Cewek bego apalagi. Cewek bego itu, yang kalau baru digombalin dikit langsung murahan, dan udah tahu cowoknya playboy tetap aja mau-maunya dimanfaatin. Saking menyedihkannya mereka, saking mereka nggak bisa bahagia dengan diri mereka sendiri, mereka mengharapkan kebahagiaan dari hal paling murahan yang ada di dunia; cinta asmara. Mereka mau ngerasain gimana rasanya punya pacar sempurna, ternyata. Pacar yang bisa dibangga-banggakan di depan teman dan keluarga karena ganteng, kaya, punya pekerjaan bagus. Mereka butuh pacar sempurna yang bisa dibangga-banggakan karena mereka nggak punya sesuatu dalam diri mereka yang bisa membuat mereka bangga. Menyedihkan. So cheap."
"Eh, jaga mulut lo!"
"Loh, kan, gue udah bilang. Kalau nggak ngerasa, harusnya lo nggak usah tersinggung," ujar Aksel, masih tenang. Dia menatapi pacarnya dengan penuh kalkulasi. "Kayaknya, lo susah berubah. Ngeyelan, ya. Ini pesan terakhir gue sebelum lo masuk ke rumah dan kita resmi putus; jangan keseringan ngayal babu. Mendingan, lo belajar yang bener, kerja yang bener, ketahui apa yang sesungguhnya lo mau, jadi manusia yang lebih baik, terus-terusan berusaha agar diri lo berkembang, ketimbang lo cuma kerja dan banyak waktu luang, tapi waktu luang lo malah keseringan dihabiskan di medsos buat update hal-hal romantis apa aja yang udah lo dan 'pacar' lo ini lakukan selama seminggu."
Sang gadis masih melotot, tidak terima dengan perkataan Aksel dan merasa sakit hati karenanya. Sakit hati sebab dalam lubuk hatinya tahu kalau ucapan Aksel memang benar adanya.
"Jangan keseringan baca novel dan nonton drama. Ganti nonton film dokumenter atau buku nonfiksi aja," ujar Aksel, mengutip saran dari ibunya dari dia kecil. "Biar otak lo nggak senantiasa diisi kapan lo ketemu jodoh sempurna versi lo."
Sang gadis merasa tertampar.
Namun, Aliyah tetap membalas, "Lo nggak punya hati, Sel."
"Punya," balas Aksel, kalem. "Kalau gue nggak punya hati, gue nggak akan sepeduli ini biar hidup lo jadi lebih baik. Kalau gue nggak punya hati, gue bakal manfaatin lo dan semua mantan-mantan gue buat memenuhi nafsu seksual gue. Kalau gue nggak punya hati, lo harusnya udah ngelihat gue ciuman sama pacar gue yang lain di depan mata lo. Kalau gue nggak punya hati, gue bakal sama aja kayak player-player menyedihkan lainnya yang menjadikan petualangan bersama banyak cewek sebagai sumber kebahagiaan dia."
Sang gadis hanya membisu. Tak bisa membalas. Sedetik kemudian, dia langsung membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil.
"Tutup pintunya jangan terlalu kencang," ujar Aksel ketika pintu sebelah terbuka. Pintunya memang ditutup sesuai ucapan Aksel. Aksel pikir, mungkin Aliyah masih menurutinya berhubung dia sadar mobil yang Aksel bawa adalah mobil mahal. Usai itu, Aksel segera berkendara kembali ke rumah untuk siap menjalankan rencana-rencana lainnya.
[ ].
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top