(tigabelas)Dehidrasi Love

Ali Pov

"Kenapa dia ada disini?"

Aku menatap Tania, Dokter penyakit dalam yang baru hampir dua bulan berdinas di Farma Hospital rumah sakit tempatku bekerja dan dia adalah puteri Pak Hadrian Rahardi pemilik Farma Hospital.

"Dia hanya ingin menengokku apa tak boleh?"
Aku menjawab pertanyaannya dan merasa tak enak melihat Tania yang menatap Prilly tak suka.

"Berarti kamu melanggar apa yang sudah ditentukan managemen rumah sakit!"
Tania dengan angkuh bersuara lagi. Aku sebenarnya muak padanya. Wajahnya yang cantik dan matanya yang hitam pekat itu takkan pernah membuat aku terpesona olehnya. Jangan hanya karna dia puteri dari pemilik rumah sakit terbesar dikota kami ini dia pikir dia bisa membeli ragaku.

"Sebenarnya siapa yang menentukan aturan seperti ini?"
Aku mulai menantangnya. Selama seminggu ini aku merasa benar - benar telah ditekan dan dilarang melakukan apa-apa oleh managemen rumah sakit, menurutku semakin berlebihan.

"Kamu sedang diposisi yang salah Dokter Ali jadi jangan terlalu arogan!"
Tania menunjuk - nunjuk wajahku. Tanganku mengepal kuat.

"Siapa yang arogan, aku hanya heran dengan aturan yang terlalu mengekangku, aku bisa membela diriku karna aku tak bersalah tapi kenapa aku tak diperbolehkan bicara dan dilindungi pengacara pribadi?"
Aku mengelus tangan Prilly yang mengusap lenganku menyabarkan.

"Kamu harus menuruti perintah managemen demi karirmu dan nama baik rumah sakit, Dokter Ali! Kamu dibantu Kuasa Hukum rumah sakit dan dilindungi managemen, jangan kamu merasa dirimu hebat, kalau aku mau karirmu sekarang bisa tamat dan siapa yang mau menerima mantan dokter yang tidak punya nama baik!"
Aku menatap Tania tajam. Semakin lama aku curiga dengan Dokter dari kaum Hawa ini. Aku yakin Dalang dibalik Gugatan dari pihak keluarga pasien ini pasti ada. Bertujuan apa aku tak mengerti tapi bertujuan menghancurkan karirku sudah pasti.

"Rezeki, jodoh, maut sudah ada yang mengatur, Dokter Tania, seandainya rezeki aku dikedokteran ini berakhir sampai disini aku ikhlas, karna aku pasti disiapkan lahan lain yang lebih cocok buat aku dari Allah!"
Aku kembali menentang mata keji wanita didepanku.

"Seandainya berakhir dipenjara? Apa kamu tetap ikhlas? Apa kekasihmu ini mau menunggumu?"
Nada suara Tania menekan dan aku takkan pernah tertekan olehnya.

"Aku lebih suka kalau ini dibawa ke meja hijau dan aku akan membuktikan aku tidak bersalah, silahkan teruskan kasusnya, jangan berbuat seolah melindungiku padahal malah sebaliknya!"
Aku sinis berucap pada wanita didepanku, aku tak mau menyebutnya seorang Hawa karna wanita didepanku ini sepertinya sudah terkontaminasi Devil.

Ya, otakku kini sedikit mencair, mungkin pengaruh tidak tidur dan tidak enak makan membuatnya buntu beberapa hari. Aku baru sedikit menyadari apa yang diperintahkan padaku terlalu berlebihan. Memerintahkan memutus komunikasi dengan orang luar kecuali Umi dan Abi sangatlah berlebihan. Lagipula orang lain yang ingin kuhubungi hanyalah Prilly dan pengacara pribadi.

"Dokter Ali, ucapannya harus dijaga agar tak menjadi bumerang buat diri sendiri, kamu pikir mudah lepas dari jeratan hukum ketika sudah ada yang merasa menjadi korban, masyarakat pasti bela pasien yang merasa dirugikan, ingat itu, apa mau kamu dipenjara seumur hidup, kurasa juga dia tak tahan menunggu seorang narapidana!"
Tania berapi-api mengatakannya, dan diakhir kalimat menunjuk wajah Prilly. Aku geram sekali dibuatnya.

"Mau dipenjara seumur hiduppun aku akan tetap menunggu, kalau perlu kita berdua hidup didalam penjara saja kalau memang dihukum seumur hidup..!"
Prilly memeluk lenganku dan menyandarkan kepalanya dibahuku. Kurasa mata Tania melebar dibuatnya. Aku berdoa semoga matanya yang hitam pekat dan tajam itu lepas dari tempatnya.

"Gak mungkin seumur hidup, aku gak salah, Sayang!"
Aku mengelus kepalanya.

"Sepertinya dia lebih penting daripada karirmu, Dokter Ali?!"
Tania menatapku dengan wajah yang kurasa berubah sedikit sendu.

"Sebenarnya tadinya aku mementingkan karirku, tapi Dokter Tania yang membuat aku lebih mementingkannya!"
Aku kembali menjawabnya.

"Dan Kau lebih memilih merusak karirmu dibanding memilihku?"
Aku kaget dengan keterus terangannya, apa dia lupa disini ada Umi, ibuku dan Prilly, hawaku.

"Apa Dokter Tania sekarang sedang mengakui kalau gugatan ini dalangnya adalah Dokter Tania?"

Skak Mat! Aku lebih yakin dengan dugaanku sekarang. Semua gugatan ini pasti ada dalangnya. Tania memang mempunyai alasan untuk menjatuhkanku, bukan hanya soal karir tetapi juga soal cinta.

Hampir dua bulan yang lalu Tania hadir sebagai Dokter baru di Farma Hospital. Datang dari Singapura sebagai Dokter yang dikirim rumah sakit untuk semacam magang dirumah sakit yang ada disana. Sebagai anak pemilik dari Farma Hospital Tania memang memiliki kharisma tersendiri. Mempesona bagi Dokter - dokter Pria di Farma Hospital tak terkecuali aku.

Dia sangat baik dan ramah pada semua Dokter, perawat, staff apalagi pada pasien. Kepolpuleranku sebagai dokter yang ramah dan disukai pasien dan keluarga mendapatkan saingan dan tak luput dari pengamatannya.

Flasback

"Dokter Ali, apa udah makan? Mau bareng sama aku? Aku belum nih!"
Hari itu setelah sebulan dia masuk menjadi bagian dari Farma Hotel dia mengajakku makan siang bersama.

"Kok Dokter Tania belum makan, nanti sakit, masa dokter sakit?"
Aku berkata begitu sepertinya memang perhatian, tapi apalagi yang harus kukatakan pada orang yang mengatakan dirinya belum makan padahal sudah lewat jam makan siang?

"Dokterkan juga manusia!"
Dia menjawab sambil melepas jas dokternya dan menarik tanganku menuju luar rumah sakit.
Disebrang rumah sakit ada rumah makan padang, kami menyebrang dipenyebrangan jalan dan dia tetap tak melepaskan tangannya. Saat itu seketika saja bayangan Prilly melintas bagaimana kalau dia melihat adegan seperti ini pasti aku disangka mulai main hati?

"Dokter Tania, silahkan dimakan!"
Aku mempersilahkannya yang ada disebrangku dan memandang deretan masakan padang didepanku. Aku hanya menyukai ayam gulai dari semua yang kulihat berderet didepanku ini.

"Li, kalau diluar gak usah panggil dokter, panggil Tania aja ya!"
Dia memgambil ayam gulai didepannya yang tadi aku ambil salah satunya.

"Rupanya selera kita sama ya Li!"
Tania tersenyum dan rasanya aneh melihat senyumnya yang tak biasa. Aku seketika terbayang wajah Hawaku melihat senyum anehnya itu. Bukan aku ge-er, aku bisa merasakan tatapan matanya yang lain. Seperti mata yang sedang jatuh cinta. Aku membuang pandanganku dari tatapan matanya dan menyibukkan diri dengan handphoneku sambil makan.

Kuketik sms ke nomer Prilly, Hawaku.

Hawaku....lagi apa?

Lagi kangen

Sama?

Adamku

Mau diinfus?

Infus??

Infus jauh...

Caranya?

Muuahhh

Beberapa menit aku menunggu jawabannya sambil makan tapi Kenapa tak ada jawaban?

"Ali, berapa saudara?"
Tania mulai bertanya soal pribadi.

"Dua, tapi adik udah meninggal, jadi sekarang tinggal sendiri, kamu?!"
Aku tersenyum membalas tatapannya.

"Aku juga dua, dan aku anak terakhir, manja tapi jadi dokter, biasanya kakakku yang manjain tapi mereka udah punya isteri sekarang, jadi aku dicuekin...!"

"Manjanya sama pacar aja dong Tan!"

"Justru itu gak ada yang mau sama aku!"

"Ah masa sih? Secantik ini gak ada yang mau??"
Aku sebenarnya keceplosan. Tapi apa yang harus aku katakan pada seseorang yang mengatakan tidak ada yang mau dengannya padahal dia cantik? Dan mungkin aku sedang dipancingnya. Akhirnya untuk mengalihkan perhatiannya aku mencoba menelpon Prilly yang tak menjawab pesan terakhirku.

"Halloo...Hawa-ku, kenapa sms terakhir aku gak dibales sih??"

"Hmm anu..itu..baru juga mau dibalas ini!"

"Mana balasan Infus jauhnya, Hawaku?"

"Kan tadi disms jadi aku balesnya disms juga...!"

"Nih aku infus jauh sekarang, mmuahh!"

Prilly tertawa diujung telpon sambil membalas cium jauhku. Kami juga sempat membicarakan guru kursus memasaknya yang ternyata seorang pria, sempat terdiam juga karna cemburu si guru sempat menowel hidung hawaku.
Selama menelpon aku sempat melihat sebentar Tania didepanku yang menunduk menikmati nasinya dengan wajah yang kuartikan kecewa. Aku memang sengaja menutup harapannya padaku.

"Nanti aku coba ijin sehari ya setelah hari off kerja, jadi aku punya waktu istirahat dan setelahnya ambil shift ketiga malam jam 8..."

Aku menutup telpon dan menaruh handphoneku disamping piringku. Setelahnya hanya diam yang ada diantara kami.

Flashback end

"Apakah aku kelihatan serendah itu?"

Dia masih saja mengelak, apa dia lupa sejak dari restoran padang dia mencoba masih tetap menarik perhatianku. Dan aku semakin merindukan Prilly karnanya. Apa dia lupa dia menawarkan karir yang cemerlang padaku karna Farma Hospital akan diwariskan padanya.

"Kamu pasti akan jadi direktur rumah sakit, Li, jika aku yang bicara papa pasti setuju...!"
Tania berdiri didepanku saat aku masih ada diruanganku.

"Maaf, Tania, aku tak pernah berpikir sejauh itu!"
Aku menatapnya dengan menyesal mengatakan hal yang membuatnya kecewa.

"Tapi aku mencintaimu, aku tak bisa menahan rasaku ini, aku tak peduli kamu milik siapa?"
Tania memelukku erat.

"Jangan begini Tania, kamu ini Dokter yang cantik, berkharisma, semua suka padamu, kamu tinggal pilih kamu inginkan siapa, tapi bukan aku!"
Aku melepas pelukannya, memegang bahu dan menatapnya.

"Tapi aku hanya ingin kamu!"
Tania sepertinya terhipnotis tatapanku dan mencium bibirku.

"Tan....aku minta maaf, mohon keluar dari ruanganku!"
Aku mengulurkan tanganku dan menunjuk pintu mempersilahkannya keluar dari ruanganku.

"Li, jangan sampai kau menyesal menolakku!!"
Sebelum keluar dari ruanganku dengan mata yang berair Tania mengeluarkan kalimat mengancam.

"Kelihatan rendah sih tidak, tapi kelihatannya Farma Hospital akan runtuh jika dimiliki orang yang labil seperti Nak Tania!"
Suara Abi mengejutkanku. Kami menoleh kearah Abi yang tau - tau sudah ada diantara kami.

"Kenapa bapak bicara begitu?"
Tania berkata dengan wajah sedikit pias.

"Pihak yang merasa korban malpraktek sudah mengakui kalau sebenarnya mereka tidak pernah ingin menggugat Ali sebelum seorang wanita datang menawarkan ganti rugi yang besar dan meminta bantuan untuk menggugat Ali, bahkan wanita itu sendiri mengaku Dokter dan pemilik rumah sakit yang ingin memecat Ali karna kinerja Ali kurang baik tapi tak ada alasan memecatnya!"
Abi berkata membuat Aku, Prilly dan Umi yang berada disebelah Abi melebarkan mata tak terkecuali Tania sendiri.

"Kenapa Tan, kamu lakukan ini? Bukankah cinta tak harus menyakiti orang yang kamu bilang kamu cintai?"
Aku menatapnya dengan kecewa. Mencintai harusnya bukan berpikiran untuk menyakiti dan memaksakan diri.

"Kamu ingin karirku hancur agar bisa bersujud didepanmu dan berharap aku bisa memutuskan memilikimu agar menyelamatkan karirku?"

Tania terdiam seribu bahasa. Aku melihat Prilly sepertinya kaget dan menekan dadanya. Aku yakin dada Prilly sesak karna devil didepannya ini berbuat hal yang keji karna mencintai dan ingin memilikiku.

"Aku memang melakukannya, karna kamu sudah memberi harapan padaku, perhatianmu, tatapan matamu ketika sedang bicara padaku, senyumanmu yang kuartikan memiliki ketertarikan padaku, dan aku dijatuhkan dengan kenyataan ternyata kamu memiliki dia, dia yang tak sebanding denganku apa kamu buta!!"

Memberi harapan katanya? Dia sendiri yang berharap. Sikapku ramah dan baik pada semua orang. Termasuk tatapan mata ramahku dan Senyumku, pada semua orang aku berikan. Tapi bukan hatiku.

"Tan, cukup kali ini kamu menghinanya didepanku, bahkan didepan Umi dan Abiku, aku tak hanya melihat cantiknya dari mata tapi dari hati, inget hati Tan, dan mata hatiku tak buta!"
Aku meraih bahu Prilly dan merangkulnya didepan Tania.

"Tania, apa yang kau lakukan? Kau merusak nama baik rumah sakit kalau sampai hal ini beredar. Kamu tak lihat, wartawan sudah memenuhi halaman rumah ini!"
Sebuah suara mengejutkan kami lagi. Hadrian Rahardi. Ayahnya Tania. Tania menunduk tak bisa mengelak lagi.

"Kenapa kamu bisa mencelakakan orang lain dengan mempertaruhkan nama baik rumah sakit, Tan???"

#########

Prilly Pov

Wanita itu tergila - gila pada Ali. Kupandang wajah adamku. Dia memang tampan, matanya menghipnotis, senyumnya menawan, teman - temannya mengagumi, pasien menyayangi. Sempurna. Tapi diantara yang suka pasti ada yang tidak suka walaupun hanya segelintir tapi tetap berpengaruh dalam hidup.

Abinya Ali diam - diam berinisiatif mendatangi keluarga korban diluar dari managemen rumah sakit. Beliau juga meminta maaf atas nama keluarga Ali yang dianggap menyebabkan anak mereka meninggal, setelah Abi nya Ali menggunakan pendekatan dari hati ke hati, akhirnya keluarga korban mengakui telah dihasut oleh Tania.

Tania menyesali perbuatannya. Dan Farma Hospital harus kehilangan Ali karna Ali mengundurkan diri dari sana. Dan akan berkarir dirumah sakit yang lain. Walaupun Pak Hardian Rahardi ayah Tania menjanjikan kenaikan gaji dan pangkat sebagai tanda maaf dan apresiasi pada kerja Ali selama ini yang diatas kertas bagus tetapi Ali sudah memutuskan untuk meninggalkan Farma Hospital yang sebenarnya banyak memberikan pengalaman kedokterannya.

"Kenapa ngeliatin aku kayak gitu sih, hawaku?"
Ali mencubit - cubit pipiku, ketika kami sudah dirumahnya dan duduk melepas penat ditaman belakang sambil meminum jus mangga bikinan mbak Sumi dibawah langit malam yang penuh bintang.

"Kamu gak pernah cerita soal Tania sama aku!"
Aku menatapnya dengan tatapan menusuk karna cemburu.

"Karna dia memang gak ada arti apa apa buatku jadi aku merasa dia tak penting untuk diceritakan, Sayang!"
Ali mencubit kedua pipiku.

"Jangan menggombal, aku tau pasti gimana sikap kamu sama semua orang, dan aku bisa bayangkan gimana cara kamu menatapnya, kamu obral tatapanmu yang mematikan itu aku tak rela!"
Aku meminumkan jus mangga yang ada ditanganku padanya.

"Tatapanku sama untuk semua orang, tapi berbeda saat sedang menatapmu, bawaannya pingin menginfus, sumpah!"
Ali mengambil gelas ditanganku dan menaruhnya dibawah bangku yang kami duduki. Aku terkikik dan memukul bahunya mendengar ucapan Ali.

"Belepotan...!"
Ali membersihkan sudut bibirku yang sepertinya ada sisa jus mangga dengan bibirnya.
Aku menatapnya ketika ibu jarinya mengelus sudut bibirku setelahnya.
Aku tak pernah bisa membayangkan kalau bibir adamku mendarat dibibir hawa lainnya.

"Kalau aku sudah tidak menjadi dokter apakah kamu tetap mencintaiku?"
Ali menyentuhkan kepalanya ketika aku memeluk lehernya dari samping dan menaruh daguku dibahunya.

"Aku mencintai Ali karna seorang Adamnya, bukan karna seorang dokternya!"

"Oya?"
Ali memain - mainkan tanganku yang ada digenggamannya.

"Ish, jadi narapidana seumur hidup aja aku mau ikut nemenin hidup didalam penjara kok, kalau seumpamanya kamu jadi tukang becak, aku ikut ngegoes dibelakang, trus seumpama kamu jadi tukang ojek aku mau jadi penumpangnya tiap hari!"
Aku mengangkat wajahku yang berada dibahunya.

"Ihh, kalau kamu yang jadi penumpangnya berarti gratis dong. Trus aku dapat apa??"
Ali menoleh sambil mencium tanganku.

"Kamu dapat menginfusku dan dapat tempat untuk menyuntik tiap hari!"
Aku tersenyum lebar memiringkan kepalaku.

"Udah kebelet pingin disuntik nih?"
Ali menyentil hidungku dengan tangan yang menyelip dijariku.

"Aaaaa...kamu mah gitu, emang kamu gak kebelet nyuntik apa? Udah jauhan tinggalnya, digangguin orang mulu!"
Aku balas memencet hidungnya dengan tangan yang sama.

"Iya kebelet, tapi aku harus memulai karirku lagi, apa kamu mau nunggu!"
Ali memandangku serius.

"Mau...!"
Aku membalas tatap matanya dengan serius juga.

"Janji akan setia?"
Ali memintaku berjanji.

"Iya, setia, kamu juga jangan sampai ditempat baru ada dokter yang salah arti lagi dengan sikapmu, kamu bermaksud baik pada setiap orang tapi setiap wanita itu punya perasaan, jangan sampai nyakitin hati kaumku lagi ya!"
Aku mengingatkannya.

"Iya, aku akan berusaha merubah sikapku...!"
Ali mencium puncak kepalaku yang berada dibahunya.

"Jangan jutek juga, yang penting kamu harus ingat ada perasaan yang harus dijaga!"

Aku menatapnya yang duduk berdampingan denganku dengan masih memeluk lehernya dari samping. Daguku masih dibahunya, Ali menatapku dan menunduk hingga dahi kami bersentuhan. Bibirnya mendarat hangat dibibirku. Nafas hangat kami beradu. Aku memejamkan mata menikmati gelenyar indah didalam dadaku yang mengembang bahagia.

"Bobo yang nyenyak, hawa cantikku!"
Ali mencium keningku didepan pintu kamar Salwa ketika kami harus beranjak dari taman karna hari sudah malam.

"Iya, adam gantengku. Mimpi indah sama aku ya!"
Aku berjinjit mencium keningnya. Kami saling bertatapan dan saling memeluk, melepaskan pelukan lalu bertatapan dan berciuman lagi. Tanganku melingkar dilehernya dan tangannya melingkar dan menekan pinggangku. Ah, rasanya susah sekali dilepaskan.

"Kalau kalian begitu terus lebih baik segera menikah saja!!"

#############

Haiiii Readers..........

Terima kasih utk mau membaca, memberi vote dan komen ya

Ketjup Love,

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: