(satu) Dehidrasi Love
Author Pov
Prilly membuka pintu rumah setengah mengantuk. Tapi kantuknya tiba - tiba hilang ketika seseorang mendorong tubuhnya dari luar pintu.
"Byannn, ke..kenapa??"
Prilly tergagap takut.
"Papa dan Mama ada gak??"
Mata Byan menyala nafsu.
"Om dan Tante sedang pergi...!"
Shitt. Kenapa harus jujur?Seketika Prilly menyesal.
"Kalau gitu kebetulan...!"
Dengan mulut bau alkohol pria bernama Byan yang adalah sepupu Prilly memeluknya penuh nafsu, mendekatkan wajahnya ingin menyentuhkan bibirnya yang berbau alkohol menusuk hidung ke bibir tipis Prilly
"Ja....jangannnn....!!!"
Reflex Prilly mendorong tubuhnya dan lari secepat kilat, kakinya sempat ditarik Byan didepan pintu kamarnya dan dahinya terantuk tembok sebelah pintu, Prilly tak menghiraukan rasa sakitnya dan segera dengan cepat menarik kaki dan menendangkannya kearah Byan yang sempoyongan karna mabuk, kesempatan itu tak disia-siakan Prilly untuk segera meloloskan diri masuk kamarnya dan mengunci pintu kamar.
"Bukaaaa!!"
Byan menggedor pintu kamar, Prilly menyandarkan tubuhnya dibalik pintu dengan wajah gugup dan nafas tak teratur.
Sudah berapa kali kejadian seperti ini berulang. Prilly sepertinya sudah tak tahan lebih lama tinggal dirumah ini. Rumah Om Rydan adik dari Mamanya. Mempunyai anak laki - laki bernama Bryan yang seumuran dengannya dan gilanya selalu bernafsu jika melihat dirinya. Prilly tau Byan kurang perhatian karna orang tuanya selalu sibuk dengan urusannya sendiri - sendiri. Seperti malam ini, Omnya yang seorang Manager disalah satu propider terkenal di Indonesia dan Tantenya yang seorang ibu - ibu sosialita belum ada yang pulang entah apa yang dikerjakan.
Prilly mengambil tas agak besarnya yang hanya muat beberapa baju. dimasukkannya beberapa baju dan sedikit alat kosmetiknya.
Prilly dengan nekat membuka jendela dan menaikinya, melompat dengan ketinggian tiga meter terpaksa harus dilakukan dan lututnya berdarah karena tergesek lantai semen dibawah jendela kamarnya karna itu adalah jalan samping rumah menuju pintu belakang. Dengan pincang Prilly menyeret kakinya meninggalkan rumah yang bagai neraka hidupnya dengan hati yang kering tanpa airmata.
GUbRAKK!
Terdengar pintu kamar didobrak. Prilly sudah tak peduli sakit dikeningnya dan darah yang mengalir dilututnya, yang ada dalam pikirannya adalah lari dan menjauh dari rumah itu.
Komplek tempat tinggal mereka memang sepi, malampun sudah larut. Prilly lari tak tentu arah, menuju jalan raya yang lengang hanya sesekali mobil atau motor yang lewat.
Hatinya yang kacau menyebabkan konsentrasinya buyar dan tak menyadari sebuah mobil melaju saat Prilly menyebrang jalan.
"Aaaaaaaaaaaaa....!!!!!"
Prilly menutup wajahnya dengan kedua tangannya ketika cahaya lampu mobil yang terang didepannya terasa memburamkan penglihatannya.
CIIIIITTTTTTTTTTTTT.
Prilly terduduk tepat didepan mobil, susah payah mencoba berdiri dan berpegangan pada bemper mobil sambil mengusap keningnya. Terdengar pintu mobil dibuka dan Prilly melihat dua orang pria dan wanita keluar dari mobil dengan wajah cemas.
"Kamu gak papa??"
Hanya itu kalimat terakhir yang singgah ditelinga Prilly, setelahnya karna syok hampir tertabrak dan menahan sakit dilutut dan keningnya Prilly mendadak merasa tubuhnya lemas tak bertenaga dan seketika semuanya menjadi gelap.
########
"Kamu terlalu sibuk, aku perlu perhatianmu...!"
"Sekarangkan aku sudah gak terlalu sibuk sayang, kemarin aku harus menyelesaikan gelar dokterku dulu, makanya aku sedikit sibuk, tapi sekarang sudah enggak, aku sudah menjadi dokter tetap di Farma Hospital...jadwalku akan aku atur supaya bisa lebih sering bersama kamu!"
"Tapiii..!!"
"So what? Apalagi yang masih mengganjal dihatimu, Sayang?"
"Ali, aku minta maaf!"
"Soal?"
"Aku ingin kita putus!"
"Putus?????"
"Maafin aku Ali, aku merasa lebih nyaman bersama yang lain ketika kamu gak ada disisiku, aku butuh orang yang ngelindungin aku, manjain aku, selalu ada buat aku, dan semua itu bisa aku dapetin dari Ello!"
"Ello????"
Tak ada kalimat yang lebih menyakitkan terdengar ketika seseorang yang kita cintai merasa lebih nyaman bersama orang lain, apalagi orang lain itu adalah sahabat kita sendiri. Devia lebih memilih Ello.
Ello? Sahabat Ali sejak SMA, bahkan Ello sering menginap dirumah saat mereka clubbing ditempat biasa mereka menghabiskan malam saat masih remaja. Saking dekatnya Ello seperti pemilik rumah saja, walaupun Ali tak ada dirumah dia bebas keluar masuk dan dilayani Mbak Sumi Asisten rumah tangga dirumahnya.
Suara hingar bingar musik seperti ingin perusak pendengaran, mata Ali kian pedas karna asap rokok yang memenuhi ruangan. Merokok dan Minum minuman keras, dua hal yang ditinggalkannya sejak memasuki kampus kedokteran hari ini menjadi teman bagi Ali. Setidaknya untuk malam ini. Hanya malam ini.
Melepas seorang Dokter demi seorang Polisi. Terasa begitu sangat menyakitkan bagi Ali. Ketampanan dan jas putih dokternya yang membuat kharisma tersendiri saat dirumah sakit terasa tak ada artinya karna kegagahan seorang Polisi.
Ali menekan kepalanya yang berdenyut ketika melangkahkan kaki menuju parkiran. Setengah mabuk menuju mobil merahnya yang menunggu didinginnya malam. Angin malam menghembus menampar wajah Ali. Dengan cepat Ali membuka pintu mobil dan menghempasan diri dibelakang setir.
Drrrrtttt....Drrrttttt....Drrrttttt
Ali meraih handphone yang bergetar dan berbunyi disakunya.
Umi Calling
"Ya Umi...?"
Susah payah Ali menormalkan suara.
"......"
"Kenapa, Mi...?!"
"......."
"Baik Umi, Ali segera pulang!!"
#########
Prilly Pov
Aku mengerjapkan mata, membuka mataku sedikit dengan mata yang menyipit karna silaunya cahaya lampu diatas langit - langit kamar.
Aku mengedarkan pandanganku. Seketika aku menyadari tempat ini asing bagiku. Aku terduduk dan memegang keningku yang terasa nyeri. Dimana aku???
"Sudah siuman, Nak??"
Aku menoleh kearah seorang wanita yang duduk ditepi tempat tidur kulihat seorang wanita setengah baya bermata teduh tersenyum padaku.
"Maa...aff... saya dimana, Bu?"
Aku tergagap bertanya karna aku asing dengan tempat ini, hanya ingat wanita ini yang keluar dari mobil bersama seorang pria yang mungkin suaminya sebelum aku pingsan.
"Panggil saya Umi Salma, Kamu dirumah Umi, Umi mewakili Abi minta maaf karna hampir mencelakakan kamu, maaf menyebabkan luka dikening dan lututmu yang belum diapa-apakan, menunggu diperiksa anak Umi dulu ya...!"
"Tapi Umi? Luka dikening dan lutut ini bukan salah .... "
"Umi!"
Aku menoleh kearah suara yang terdengar didepan pintu.
Pandanganku bertabrakan dengan mata tajam tapi kelam seorang Pria tampan, beralis tebal, berhidung mancung, dan wajah kearab-araban. Mungkin memang keturunan Arab karna panggilan pada orang tuanya Umi dan Abi. Itu hanya analisaku saja. Dia pasti putera Umi Salma yang baru saja disebutkan beliau.
"Ali, tolong kamu periksa dia, tadi Abi hampir saja menabraknya, lihat lutut dan keningnya terluka...!!"
Pria itu terpaku ditempatnya. Menatapku sedemikian rupa sampai aku jengah. Kenapa tatapannya seperti dingin dan penuh benci padahal kami belum berkenalan.
"Sebutkan namamu, Nak...!"
"Prilly, Umi"
"Abang, kenalkan ini Prilly!"
"Bisa gak Mi, gak usah pake kenalan segala, sebentar Ali ambil alat dulu!"
Wow. Kegantengannya dimataku tak berkurang, aku sudah biasa diperlakukan tak baik. Jadi sikapnya biasa saja buatku.
Aku hanya menatap punggungnya yang keluar dari kamar. Umi Salma beranjak berdiri dan ikut keluar dengan wajah tak nyaman. Mungkin tak nyaman karna sikap anaknya.
"Iya umi, Ali bantuuu!!"
Pria itu masuk lagi kekamar diiringi Umi Salma. Ditangannya hanya ada kotak P3K dan tas, mungkin isinya alat kedokterannya.
"Kok cuma bawa gituan bang?"
"Iya, cuma harus diperiksa tekanan darah sama denyut nadinya kok Umi, apakah benturan dikepalanya menyebabkan kelainan dalam otak!"
'Waduh, kenapa jadi ngeri kaya gitu sih, inikan cuma terbentur tembok.'
Aku membatin tapi pasrah pria bernama Ali itu menekan pergelangan tanganku, dan memeriksa tensi darahku dengan alatnya dilenganku.
"Gak papa kok Umi gak sampai gegar otak dia, cuman memar doang dikasih obat gel anti memar juga udah baik...!"
"Gak sampai gegar otak juga kali bang...!"
"Hei, siapa yang suruh lo manggil gw abang? Emangnya gw abang lo?"
"Te..terus gw harus panggil lo apa?"
Aku menatapnya takut. Kadang aku sendiri bingung kenapa setiap orang yang memandangku tak pernah merasa iba, apakah wajahku ini punya aura negatif sehingga aku tak pernah punya orang yang menyayangi aku sepenuh hati? Bahkan Ali yang baru pertama kali melihat aku saja kelihatan tak wellcome padaku.
"Yang penting bukan bang, mas, kak. Aa karna gw bukan kakak lo!"
Ali menekan keningnya. Sepertinya dia sedang menahan sesuatu.
"Lagian juga sok tau bilang gak sampe gegar otak, jangan nyepelein lo!!"
"Tidak semua gejala muncul saat benturan terjadi. Bisa saja gejala muncul beberapa waktu kemudian. Itu disebut lucid interval. Terkadang ada yang mengalami gejala setelah beberapa jam atau sehari kemudian."
"Makanya kadang-kadang ada yang meninggal kemudian. Waktu jatuh tidak ada masalah. Rupanya terjadi pendarahan di otak, makanya jangan main - main apabila terbentur, bisa gak papa diluar padahal bisa gegar otak yang dalam bahasa awam, gegar otak adalah bergeraknya jaringan otak dalam tengkorak."
Ali menjelaskan dengan nada tinggi, tapi dia hebat, dalam setengah terpengaruh alkohol dia masih bisa menjelaskan cukup detail begitu.
"Abang kenapa kok kasar sama pasien, Umi denger dari Rasty Abang dokter yang ramah, kenapa sepertinya Umi jadi ragu...!"
Ali terdiam tak menjawab Uminya. Dia hanya menunduk mengambil kapas dan menyiram kapas itu dengan alkohol lalu menekannya dikeningku yang terasa tertarik karna mungkin sedikit benjol dan memar.
"Shhhh...!"
Aku meringis memegang tangannya. Jarak wajahnya begitu dekat, hembusan nafasnya menerpa wajahku. Matanya tak fokus menatapku. Bau Alkohol dikeningku bercampur dengan bau alkohol dari mulutnya tercium hidungku membuat kepalaku makin pening.
"Bi..biar aku saja!!"
Aku mengambil kapas ditangannya dan menempelkannya dikeningku.
"Lututnya dibersihin juga pake alkohol trus dikasih obat merah!"
Ali menatapku.
"Sini Umi bantu!"
Umi hampir saja menggambil kapas dan alkohol tapi dilarang Ali sambil menyembunyikan wajahnya yang agak memerah mungkin karna pengaruh Alkohol.
"Eh, jangan Umi, biar dia sendiri aja, tar dia kuwalat sama orang tua, masa orang tua suruh pegang kakinya..!"
"Tapi bang, Prilly pasien abang, masa harus dikerjakan sendiri, emangnya kalau dirumah sakit pasien ngerjain sendiri gitu bang?"
Lagi - lagi Ali diam mendengar protes Umi Salma lantas bergerak membersihkan lututku. Kulihat sebenarnya wajahnya seperti menahan pusing tapi ditahan. Itu pasti pengaruh alkohol yang diminumnya, kenapa dia? Apakah memang sudah terbiasa dia mabuk?
"Umi istirahat aja udah malem. Habis ini selesai kok.."
Ali meneteskan obat merah keluka dilututku.
"Aww Awww Shhhhh....!"
Aku menarik kakiku keperihan, Ali justru menekan kakiku biar tidak bisa bergerak.
"Bener ya bang, bantuin sampai selesai ya, Umi kekamar dulu, Pril, Umi tinggal ya habis ini kamu istirahat..."
"Iya Umi...!"
Aku menyahuti Umi Salma yang berlalu keluar dari kamar dengan wajah masih meringis. Kalau saja aku akrab dengan dokter didepanku ini pasti kepalanya aku pukul. Dia tidak kira - kira menggesekkan kapas dilututku. Sakit dan Perih.
"Sudah!"
Ali membenahi tasnya dan kotak P3Knya.
Berdiri dari tempat tidur tanpa berkata apa - apa lagi. Menekan keningnya sejenak dan sesaat kemudian jatuh tersungkur.
"Aliiiii....!!"
############
Banjarmasin, 13 Agustus 2015
Bismillahirahmanirahim!
Haiii hallooww,Aku datangggg dengan Dehidrasi Love...part satu...
Masih gaje ya, semoga tetep tertarik dengan lanjutannya.
Thanks semua untuk vote dan komen penyemangatku
:*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top