(enam) Dehidrasi Love
Ali Pov
"Dia salah faham sama gw, Li!!"
Marcello Damian. Ello. Sahabatku (dulu), yang saat ini berdiri disebelahku, dengan gagah. Berseragam polisi lalu lintas dan dengan ringannya bicara seperti yang kudengar tadi. Salah faham katanya? Maksudnya bagaimana?
"Gw gak ada maksud membuatnya berharap sama gw!!"
Kalimat lanjutannya membuat aku terkejut. Kenapa bisa Devia berani memutuskanku bila dia tidak memberi harapan? Mustahil.
"Apapun itu yang pasti sekarang gw gak ada apa - apa lagi sama dia!!"
Aku bicara tapi tak menoleh padanya. Apapun yang ada dalam pikirannya sekarang aku tak peduli. Yang aku pedulikan kenapa dia bisa menggendong Prilly?? Dadaku seperti ditikam saja ketika melihat Prilly digendongnya. Aku merasa tak rela. Kenapa Prilly bisa bersamanya? Aku menyadari tak ada hubungan apa - apa antara aku dan Prilly. Komitmen kami saat ini hanya sahabat. Tapi tetap saja hatiku menolak damai ketika melihatnya bersama Ello. Seketika rasa takut milikku diambilnya langsung menjalar dan memanaskan hatiku.
"Gak ada apa - apa lagi sama lo gak ada hubungannya sama gw!"
Sahutannya membuat aku berdecak jengkel.
"Dia mutusin gw karna lo gimana bisa gak ada hubungannya???"
"Gw aja heran kenapa dia bisa mutusin lo gara - gara gw!"
"Ya karna lo lebih perhatian sama dia dibanding gw..!"
"Heran gw sama Devia, perasaan gw, gw biasa - biasa aja sama dia, kenapa dia bisa - bisanya bilang gw lebih perhatian sama dia. Ck!"
"Udahlah El, gw harap lo bahagia sama dia, dia udah gak sama gw lagi, lo bebas sama dia!"
"Gw udah tolak dia, persahabatan kita lebih penting buat gw!!"
"Apa maksud lo??"
"Habis mutusin lo dia bilang ke gw dan ingin bersama gw, gw gak pernah ngejanjiin apa - apa sama dia, lo pikir gw akan memilih cewe yang kaya gitu, sekarang dia mutusin lo karna gw, suatu saat gw akan diputusin karna cowo lain lagi? Noo..."
Ello mengusap wajahnya. Aku juga melakukan hal yang sama mengusap wajahku. Kasian sekali Devia. Ah, tapi apa peduliku? Diapun tak peduli perasaanku waktu itu, sekarang untuk apa aku peduli.
"Pantess...!"
Aku bergumam. Ello menoleh.
Beberapa hari ini Devia sering menelponku tapi tak pernah aku angkat. Beberapa kali dia kerumah sakit tapi aku menghindari.
Li, aku mau ketemu kamu...!
Smsnya waktu itu masuk ke handphoneku.
Gw sibuk, maaf..
Aku menjawab dan menolak bertemu. Untuk apa lagi? Walaupun aku mencintainya aku punya harga diri ketika diputuskannya. Dia sudah bukan siapa - siapa bagiku.
Dan sekarang aku baru menyadari, tingkah Ello yang dulunya adalah sahabatku ini memang playboy, pencinta kaum hawa. Mantan pacarnya sudah tak terhitung. Banyak kaum hawa terjerat rayunya dan biarpun dia mengaku tak menjanjikan apa - apa pada Devia aku tak percaya sepenuhnya. Kalau tidak, untuk apa Devia berani memutuskanku.
"Pantes gimana maksutnya, Li?"
Dia menolehku.
"Enggak. Ya udah kalau lo gak sama dia juga, itu gak akan bikin gw balik sama dia, lembaran sama dia udah gw sobek...!"
"Yakin lo gak mencintainya lagi?"
"Biarpun gw masih cinta sama dia, gak akan gw balik sama dia, lo aja nolak dia apalagi gw!!"
"Gw minta maaf, ngerusak hubungan lo sama Devia...!"
"Gw justru Terima Kasih sama lo, udah buka mata gw siapa sebenarnya dia!"
Ya, itulah pemikiranku sekarang. Aku justru harus berterima kasih pada Ello. Umi benar. Untung kejadiannya sekarang masih pacar, bukan nanti saat sudah dinikahi. Ada hikmah dibalik setiap kejadian. Dan takkan ada kesempatan kedua bagi kaum Hawa seperti Devia.
"Lo tinggalin aja Prilly disini, dia gw yang urus!"
Aku berkata lagi kali ini menoleh padanya.
"Lo kenal sama dia??"
"Bukan kenal lagi, gw hidup seatap sama dia!"
"Wow...kok bisa kebetulan ya!"
"Gak ada yang kebetulan didunia ini, semua kejadian pasti ada maksutnya...!"
"Jangan bilang lo sudah menemukan gantinya Devia...!"
"Simpulkan aja sendiri, thanks ya.."
Aku meninggalkan Ello yang masih termangu ditempatnya berdiri. Ya setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Dengan melihat Prilly bersama Ello, aku tau perasaan sesak didadaku ini bukan hanya karna Ello adalah penyebab Devia meninggalkanku, tetapi juga rasa tak rela Prilly disentuhnya, karena aku merasa dia hanya milikku.
Terlalu cepatkah? Aku tak peduli terlalu cepat menyimpulkan. Tapi rasanya memang seperti itu. Aku tak bisa pungkiri getaran yang kurasa saat bersamanya, kesejukan hati saat mendengar kalimat - kalimat yang keluar dari bibir tipisnya, masa lalunya yang membuat aku ingin menjadi tempatnya bersandar, rasanya nyaman seperti ditengah matahari yang terik lalu disirami hujan sehari. Ini ajaib!
##########
Author Pov
"Tunggu dua jam lagi ya, aku selesai jadwal, kamu tiduran aja...!"
Ali menghampiri Prilly yang masih berada diranjang perawatan diruang IGD.
"I..iyaa...!"
Tergagap Prilly menjawab ucapan Ali yang mengganti panggilan lo dan gw nya menjadi aku dan kamu.
'Ah, mungkin hanya formalitas, dia sedang bicara sebagai seorang Dokter bukan sebagai Ali'
Prilly membatin.
"Dokter, tolong anak saya...!!"
Seorang bapak muda sedikit lari membawa anak berumur sekitar dua tahun yang montok dengan wajah agak kebiruan seperti kekurangan oksigen.
Ali menyambut anak tersebut dan duduk memangkunya menepuk pundak anak tersebut.
"Tolong oksigen...!!"
Ali berkata sambil menengkurapkan anak tersebut dipahanya dan menepuk punggungnnya sebelum oksigen dipasang dihidung si-anak.
Setelah sekian menit anak tersebut menerima oksigen, anak tersebut masih menatap kosong ketika orang tuanya memanggil.
"Siapa namanya, Pak?"
"Eddo, namanya Eddo...!"
"Apa dia sedang flu dan pilek?"
"I..iya dokter!"
"Eddo....Eddo...sayang...liat Om Ali...!!"
Ali menepuk pipi anak tersebut untuk mengembalikan kesadarannya karna tadi pada saat kekurangan oksigen kesadaran si anak menurun walaupun matanya tetap terbuka tetapi pandangannya kosong. Tak lama anak tersebut menangis. Ali tersenyum lega. Artinya konsentrasi anak tersebut mulai kembali.
"Bundaaa....!"
Anak tersebut memanggil ibunya sambil menangis.
"Bundanya mana, Pak?"
"Eddooo...!"
Seorang wanita menghampiri mereka dan mengambil tangan Eddo yang berada dipangkuan Ali.
"Kenapa dia dokter, kenapa tiba - tiba seperti tak bisa bernafas?"
Wanita itu bertanya dengan mata yang melelehkan air bening.
"Sesak napas pada anak terjadi karena alergi atau infeksi yang mengakibatkan peradangan paru-paru. Sesak napas bisa juga terjadi karena adanya sumbatan di saluran napas akibat produksi lendir berlebihan atau pembengkakan kelenjar di belakang hidung, jadi anak bapak dan ibu kita Rontgen dulu ya, liat dadanya apakah banyak lendir...!"
Ali menjelaskan pada bapak dan ibu sianak dan minta persetujuan untuk melakukan Rontgen.
"Lakukan saja dokter!"
Bapak si anak setuju dengan wajah masih cemas.
"Roni tolong lakukan Rotngen, setelah itu bawa hasilnya segera kesini ya!"
Ali merebahkan anak itu ketempat tidur beroda disampingnya.
Dokter muda yang bernama Roni itu segera mendorong tempat tidur beroda yang ditempati anak bernama Edo itu keruang Rontgen diiringi ibu si anak.
"Gak apa - apa, Pak, jangan cemas, untung bapak cepat membawanya kesini!"
Ali menenangkan sang bapak dengan menepuk bahunya.
"Kalau nanti ternyata memang banyak lendir, kita lakukan penguapan Pak untuk mencairkan lendirnya!"
Ali melanjutkan kalimatnya lagi.
"Oya Pak, siapa tau nanti terjadi dirumah lagi, tanda-tanda mengalami sesak napas, diantaranya anak terlihat berat saat menarik napas dan napas berbunyi disertai batuk, bila sesak napas akibat sumbatan lendir, keluarkan dengan penguapan, menepuk-nepuk punggungnya yang ditelungkupkan di paha seperti yang saya lakukan tadi, atau disedot dengan alat khusus. Bapak sudah tepat membawanya kesini, kita hanya perlu mengetahui sesak nafasnya itu akibat infeksi atau alergi!"
Prilly memperhatikan Ali yang sedang melaksanakan tugasnya sebagai Dokter. Kaum Adam yang satu itu terlihat keren dan pintar. Rasanya bangga melihatnya. Bodoh yang meninggalkan Dokter sesempurna Ali. Entah kenapa tak sadar Pikiran Prilly tertuju pada seseorang yang mengecewakan Ali, padahal Prilly sedang mengagumi cara Ali menangani pasien dengan cepat, penjelasannya detail, dan membuat nyaman selain pasien yang bersangkutan juga keluarganya. Bila Ali membuka praktek sendiri, pasien takkan rugi mengeluarkan biaya konsultasi jika penanganannya seperti itu.
'Ah, kenapa melihatnya terasa seperti dia milikku dan aku merasa bangga padanya..?!'
Lagi - lagi Prilly membatin. Dan matanya berat setelahnya. Tak tau tertidur berapa lama, tersadar ketika terasa ada yang menepuk - nepuk Pipinya lembut.
"Heii, bangunn, ayo kita pulang!"
Prilly mengumpulkan kesadaran ketika ada suara bisikan menyapu telinganya.
Prilly menyipitkan matanya ketika melihat Ali menunduk disampingnya berbaring, dengan tangan mengelus pipinya dengan punggung tangannya.
"Kamu masih betah disini?"
Ali menatapnya dengan senyum mempesona. Prilly tergagap berusaha duduk dengan cepat dan menyebabkan kepalanya dan kepala Ali beradu.
"Hmmm, pantes diincar jambret, konsentrasinya selalu buyar seketika!"
Ali meringis tapi yang dielusnya kepala Prilly. Bibir Prilly rasanya kelu saat ini. Sikap Ali membuat Prilly melayang dan takut jatuh.
"Udah selesai tugas?"
Prilly memperhatikan penampilan Ali yang sekarang tanpa jas putih dokternya. Berbaju lengan panjang abu - abu dan celana jeans biru malam dengan tas yang menggantung dibahunya. Keren.
"Udah, ayo pulang!"
Dan selanjutnya yang terjadi adalah, Ali menggendong Prilly keluar dari ruang IGD diiringi tatapan beragam dari penghuni dan mahluk - mahluk yang berada disana.
"Hati - hati Dokter. Jangan sampai jatoh bidadarinya...!"
"Mau dong digendong juga, Dokter..."
"Gw rela sakit juga nih kalau akhirnya digendong sama Dokter ganteng!"
"Siapa sih dia?"
Suara - suara gumaman rekan - rekan sesama dokter, dokter muda dan perawat hanya dibalas Ali dengan senyuman dan sepertinya dia tak peduli.
Sementara Prilly walaupun tak enak dengan suara - suara itu tetapi tertutupi dengan rasa nyaman saat bertatapan dengan Pria yang menggendongnya.
"Lain kali hati - hati dijalan jangan mengundang kejahatan, kaya gini kamu gak bisa kerja lagi minimal seminggu lagi deh jadinya!!"
Ali mulai mengeluarkan kalimat omelan yang sedari tadi ditahannya ketika mobil sudah melaju membelah jalanan.
"Udah dipecat juga kok tadi!"
Prilly menjawab dengan lirih teringat kembali kalau sekarang sudah dipecat.
"Dipecat? Karna gak masuk lebih seminggu?"
Ali sesekali menoleh.
"Iya!"
Prilly menjawab sedih.
"Ya udah, mending kamu dirumah, nungguin aku pulang aja tiap hari!"
Prilly melebarkan matanya. Apa maksutnya. Dan dada Prilly juga semakin mengembang mendengar Ali menggunakan aku kamu nya walaupun bukan dirumah sakit sebagai Dokter. Prilly tak mau membahasnya, biarlah mengikuti alurnya Ali. Prilly takut jika dibahas aku kamu - nya akan kembali menjadi lo dan gw lagi.
Akhirnya mereka asik dengan pikirannya masing - masing. Prilly tak mampu mencerna ucapan Ali. Karna tak mau berharap dan memikirkan sesuatu yang sepertinya tak mungkin. Sementara Alipun bingung harus mengatakan apalagi?
"Ello itu teman kamu?"
Prilly angkat bicara, lelah mencari bahan obrolan.
"Kenapa bertanya soal Ello?? Jangan bilang kamu tertarik?"
Ali bertanya curiga.
"Kok bisa sejauh itu mikirnya, diakan bantu aku, aku belum ucapin makasih...!"
"Udah aku wakilin tadi ucapan makasihnya...puas??"
"Kenapa ngomongnya emosi gitu sih??"
Ali menarik nafas sadar kalau dia masih saja emosi dengan pembicaraan yang berhubungan dengan Ello.
"Ya Emosi, karna takut kamu terpengaruh sama tebar pesonanya!"
"Memangnya dia tebar pesona? Walaupun tebar pesona juga aku gak tertarik!"
"Iya sekarang enggak, nanti bilang karna dia lebih perhatian dari aku trus kamu lebih memilihnya, jadinya gak ada bedanya sama Devia!!"
Ali tercekat sendiri dengan omongannya. Kenapa kesannya Prilly ini adalah kekasihnya?
"Siapa Devia? Siapa Ello?"
Prilly menepis pikiran aneh dengan kalimat Ali dan lebih memilih bertanya tentang rasa keingintahuannya tentang dua nama itu . Ali menghela nafas. Prillypun berpikir cepat dan menganalisa setiap kejadian yang mereka lalui.
"Jangan bilang dua orang itu yang kamu sebut pacar dan sahabat yang laknat??"
Ali memejamkan mata dan menghela nafasnya. Rasanya ia sudah malas menyebut nama mereka.
"Pantas tadinya polisi itu mau mengantarku kerumah sakit lain, aku baru sadar, mungkin dia gak enak kalau ketemu kamu, gitu?!"
Prilly mencecar Ali.
"Ello bilang, dia nolak Devia, Ello gak pernah merasa memberi harapan gitu sama dia!"
"Ello-nya bilang gitu? Trus kenapa Devia itu bisa dengan mudah mutusin ninggalin kamu kalau gak diberi harapan?"
Ali mengangkat bahu. Dan membelokkan stir memasuki halaman rumahnya. Dilihatnya pintu rumah terbuka sepertinya ada tamu.
Ali membuka pintu mobil dan membantu Prilly turun. Prilly meringis menahan sakit dikedua lututnya. Tanpa banyak bicara lagi Ali menggendongnya kembali.
"Untung kamu mungil jadinya gak berat!"
Ali menahan senyum.
"Kamu ikhlas gak sih?
Prilly memukul bahu Ali.
"Ikhlas dong, nih lari aja aku sanggup!"
Ali membawa Prilly lari dalam gendongannya. Prilly berteriak takut kalau mereka jatuh.
"Aduh Ali, stop jangan lari, nooo..."
Prilly menutup wajahnya dengan sebelah tangan sementara tangan lainnya merangkul leher Ali.
"Ali, kenapa Prilly digendong, pake acara lari - lari lagi tar jatohh ?!"
Diruang tamu Umi menyambut mereka dengan wajah keheranan.
"Prilly dijambret orang Umi, nih liat lututnya luka lagi lebih parah, tadi ditolong sama Ello dibawa kerumah sakit...!"
Ali menunjuk lutut Prilly dengan dagunya.
"Aduhh, hati - hati kalau dijalan, sekarang banyak begal nekat!"
"Tau nih Umi, harus minum cerebrofit biar konsentrasinya gak mudah buyar!"
Ali menurunkan Prilly dan menggoyang tangannya yang pegal. Prilly mencubit bahunya dengan tangan yang masih menggantung disana. Ali tertawa lepas. Umi menggelengkan kepala.
"Eh, Abang bilang Prilly ditolong Ello, jadi abang ketemu Ello?"
Umi mengeryitkan alis.
"Iya, Umi, tapi aman kok Umi, jangan kuatir!"
Ali menenangkan Umi Salma yang nampak kuatir terjadi sesuatu dengan Ali dan Ello. Bahkan beliau melirik Prilly.
"Oh ya udah syukurlah, Bawa Prilly kekamarnya dulu, itu barusan Devia datang, katanya dari kemarin menghubungi Abang gak bisa!"
Perkataan Umi mengejutkan Ali. Wajahnya berubah tak nyaman.
Devia?
Ali dan Prilly berpandangan. Tiba - tiba ada perasaan tak enak merayap dihati Prilly. Untuk apa Hawa yang menyakiti Ali itu datang? Tadi kata Ali, Ello menolaknya, apa Dia akan meminta Ali kembali? Kenapa hatinya rasanya tak rela. Ali pasti masih mencintainya.
"Ali....!"
Suara seorang wanita membuat Prilly dan Ali menoleh. Terlihat wanita yang cantik berambut tebal dan panjang, dengan dagu yang kelihatan lancip walaupun pipinya sedikit berisi tersenyum manis sambil berdiri dari Sofa ruang tamu yang tak jauh dari pintu tempat mereka berdiri. Seketika Prilly merasa rendah diri disandingkan dengannya.
Prilly menoleh Ali. Dilihatnya Ali memandang pada mantan pacarnya itu tanpa kedip. Hati Prilly terasa sakit seketika. Baiklah, dia pasti kalah. Tapi, dia bukan siapa - siapa Ali, ada hak apa seorang sahabat sakit hati melihat sahabatnya yang mungkin akan kembali pada mantan pacar yang dicintainya?
############
Haiiiiii.......
Selalu aku ucapkan Terima Kasih pada semua yang membaca, memberi vote dan komennya...
Sayanggg...Readers....
Ketjup Love,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top