(duapuluh) DehidrasiLove

Prilly Pov

"Maaf Mbak, ini hanya ketidak sengajaan, mohon maaf!" Aku menyabarkan wanita yang aku kira-kira mungkin berusia 25th yang sedang melotot didepan Ochi pegawai ditoko bakeryku.

"Iya, tidak sengaja, tapi membuat saya dirugikan, baju saya kotor karna kecerobohannya...!" Wanita itu menunjuk muka Ochi, sementara pengunjung yang lain memandangi kami.

Windy tadi menelpon ada masalah ditoko, dia bilang Ira pegawaiku yang lain salah memberikan pesanan pada pengunjung yang makan ditempat, setelah kuenya sudah dicicipi baru terasa dan kelihatan isinya beda dengan pesanan, lalu pengunjungnya komplin dan tak mau membayar.
Aku segera menuju Aliily bakeryku. Menyelesaikan masalah satu hadir lagi masalah lainnya, Ochi menumpahkan minuman bersoda ketika seorang wanita membuka pintu masuk dan Ochi yang sedang melewati pintu menabrak wanita itu dengan tangan membawa nampan berisi segelas soda gembira. Kepalaku makin berdenyut.

"Gini aja Mbak, sebagai permintaan maaf, Mbak mau apa saja sekarang saya gratiskan, saya mohon maaf...!"

"Murah sekali harga baju saya Mbak, sepuluh harga sepuluh ribuan gak bisa ngeganti loh!" Wanita itu ngotot. Aku sebenarnya juga sudah kehabisan kesabaran. Customer semena - mena, mungkin mengambil kesempatan karna kesalahan pegawaiku padahal tidak ada yang luka. Kalau tidak ingat pembeli adalah raja, aku mungkin sudah meledak.

"Ada apa sih, kok lama?" Seorang pria memasuki toko dan menghampiri wanita yang ada didepanku. Mataku melotot melihat pria didepanku.

"Inii, pelayan ceroboh, bajuku dikotori!!"

"Wah, harus ganti rugi dong!!"

"Byan, jangan melakukan kekotoran ditempatku, bilang aja kalian mau berapa?"

"Prilly???"

"Iya, aku, kenapa?"

"Awww kebetulan sekali adik sepupu, aku perlu banyak darimu!"

"Kau mau memerasku?"

"Ya, kalau ada sih, sebagai ganti hutang budi selama kau tinggal dirumahku!"

"Sepupu kejam! Windy liat cctv diruang kerjaku, putar mundur, kalau ada unsur kesengajaan wanita ini menabrak Ochi, kita lapor saja kekantor polisi, catatan berkas saat aku dituduh mencuri pasti masih ada disana, dan pelakunya tidak aku tuntut juga pasti ada catatannya...!"

"Wei...wei...jangan naik darah dulu sepupu, baiklah kita damai, kamu bilang aku mau berapa tadi?"

"Batal!!"

"Eit jangan begitu, gw sedang tak punya uang, isteri gw sedang hamil, mama - papa sudah tak mau peduli gw makan apa, please bantu gw!"

"Tapi cara lo kotor sekali, Byan, sudah berapa banyak korban lo, hah? Tobat Byan!"
Aku melotot menatapnya. Anak ini kapan tobatnya sih? Hidupnya hitam sekali. Isteri katanya, kapan menikahnya? Terakhir saat aku menikah, aku dengar dari Tante Elly dia sudah jarang pulang kerumah. Ck. Aku dipertemukan dengan masalah lagi nih. Kepalaku tambah berdenyut lagi.

"Tobat apa bisa memberi gw makan?"

"Ya gak bisa kalau lo gak mau kerja!"

"Gak ada yang mau nerima gw kerja!"

"Ya jelas aja lo ngelamar kerja sebagai direktur! Pemalas lo mau duduk santai aja!"

"Please Pril, 500rb aja deh...!"

"250rb!" Aku membuka dompetku dan mengambil uang pribadiku didalam dompet. "Nih, pesan gw lo kerja, tobat sebelum lo telat!"

"250rb nyuruh gw tobat!"

"Kembalikan, gak usah tobat, emang gw pikirin!"
Aku hampir menarik uangku kembali tapi Byan langsung merampasnya dan menarik wanita itu pergi dari hadapanku.
O My God, kepalaku semakin berdenyut kurasa. Kutekan pelipisku. Hari ini benar - benar hari memusingkan dan menyakitkan kepalaku. Otakku rasanya penuh dan kepalaku hampir meledak.

Hampir sebulan tak disentuh Ali dengan lembut dan hangat karna jadwalnya yang padat ditambah ada pasien istimewanya yang baru saja membuat pikiranku kacau, sekarang ditoko bakeryku masalah datang bertubi-tubi menyergap. Untuk mengeluh sama Umi tentang Ali rasanya masih sungkan, untuk bicara ke Ali dan menceritakan kejadian yang kualami dihari sebelumnya dan saat ini rasanya belum ada kesempatan. Dan sepertinya hari ini adalah puncak dari segala sakit dalam otakku, kepalaku semakin berdenyut dan akhirnya aku sudah tak tau apa - apa lagi, ketika hampir sampai didepan pintu ruanganku tubuhku rasanya melayang dan aku merasa hilang dikegelapan.

*

Aku membuka mataku yang terasa berat. Kulihat langit - langit kamar memutih. Dimana, aku? Kulihat disampingku seseorang duduk disampingku. Kuharap itu, Adam Aliku. Ternyata aku harus kecewa karna bukan dia yang berada disampingku saat aku merasakan tubuhku lemah dan kepalaku sakit berdenyut. Aku bergerak menyentuh pelipisku.

"Lo udah siuman? Apa yang lo rasain?" Rasya, pria yang aku tak tau sudah sejak kapan berada disampingku atau mungkin selama aku belum sadar disampingku berdiri melihat aku menggerakkan tanganku. Sungguh aku tak berharap dia yang menperhatikanku saat aku butuh perhatian. Aku tetap butuh Ali-ku.

"Aliii...!" Aku menyebut nama suamiku. Aku ingin dia. Kenapa dia tak ada?

"Tadi gw menghubungi dia, tapi handphonenya gak diangkat...!" Rasya mengatakan hal yang membuatku tak bisa menahan tetesan airmataku. Aku harus menyerah untuk tak berpikiran negatif padanya. Aku hanya wanita biasa. Aku merasa dia lebih mementingkan yang lain dibanding pulang kerumah dan berada didekatku atau menghubungiku, apakah aku baik - baik saja atau tidak?

"Udah jangan nangis dong, gw gak tega nih liat isteri orang nangis depan mata gw!" Rasya memandangku dan tangannya yang menyentuh sudut mataku yang meneteskan airmata dengan sapu tangannya tanpa bisa kuhindari lagi.

"Gw periksa denyut nadi lo dulu, habis itu gw akan periksa tensi darah lo, sebenarnya lo kenapa sih? Banyak pikiran lo?" Rasya menyentil keningku. Ingin sekali aku mengatakan, aku mau diperiksa Ali saja. Tapi apa lagi yang bisa kuharapkan darinya? Sampai saat ini saja dia tak muncul.

Ketika Rasya mengarahkan stetoskopnya kepergelangan tanganku aku sempat memperhatikan raut wajahnya yang serius. Dia sangat berbeda dengan Rasya yang kukenal dulu. Saat Aku memandangnya seketika bayangan Ali berkelebat didepan mataku seperti memperingatkan, aku ini punya suami dan tak boleh memandang pria lain, sesalah apapun suami jangan hanya ingat kurangnya saja, apalagi kesalahannya masih samar dan belum jelas.

"Tekanan darah lo rendah, lo mungkin kurang tidur dan banyak pikiran, kenapa lo, Ali nyakitin lo??"

"Enak aja lo, suami gw baik-baik aja dikata nyakitin gw!" Biar bagaimanapun aku tak mau menceritakan soal Ali pada Rasya, karna ini tak ada sangkut pautnya dengannya dan kurasa aku sangat tak perlu bercerita padanya tentang Ali apalagi itu soal keburukan.

"Yakan nanya doang, kenapa bisa lo pingsan kaya gitu..."

"Pril...!" Suara Umi membuat aku dan Rasya menoleh.

"Umi!" Aku merasa tertolong dengan kehadiran Umi, setidaknya aku tak lama - lama berduaan dengan Rasya. Aku tak mau tiba - tiba ada gosip yang singgah ditelinga Ali, biar bagaimanapun Ali tau Rasya mantan kekasihku.

"Maaf Umi baru dikabari Windy, Sayang, Umi tadi nelpon Ali tapi handphonenya gak aktif...!" Lagi - lagi kabar tentang Ali adalah tentang handphonenya. Tadi Rasya bilang tak dijawab, sekarang Umi bilang malah tidak aktif.

"Tapi tadi Umi sudah berpesan sama Sumi kalau Ali datang segera saja kerumah sakit!" Umi menenangkan. "Apa yang sakit, Pril?" Umi menyentuh keningku. Mungkin kali ini sentuhan Umi satu - satunya penawar buatku. Perasaanku yang tak enak karna puteranya, sedikit membaik karnanya.

"Sakit kepala, Umi!" Aku mengadu padanya dengan mata memanas. Umi mengelus pipiku dengan punggung tangannya. Aku memejamkan mata tenang. Seandainya anaknya yang melakukannya saat ini, aku pasti lebih tenang.

"Udah diperiksa Nak Dokterkan tadi?" Umi menoleh Rasya.

"Iya bu, tekanan darahnya rendah, dia sepertinya kurang tidur dan banyak pikiran ... hanya itu saja!" Rasya menyahut hormat pada Umi.

"Makasih Nak Dokter...!"

"Andika bu kalau Ali manggil saya!"

"Oh iya, Nak Andika, makasih ya!"

"Sayang....!" Dari arah pintu terdengar suara yang sebenarnya teramat sangat kunantikan tetapi juga sangat berpengaruh pada emosiku saat ini.

"Kamu kenapa?" Ali menghampiriku, mengusap keningku dan rasanya airmataku akan runtuh menatapnya.

"Sebentar aku periksa dulu...!" Ali bergerak ingin membongkar tas yang dibawanya.

"Udah diperiksa tadi sama Rasya!" Kurasa ucapanku biasa saja tapi kenapa matanya mendelik tak suka?

"Ya Li, udah gw periksa, tekanan darahnya rendah, mungkin hanya karna kurang tidur, dan kepalanya sakit barangkali karna banyak pikiran, tadikan kata yang bawa kesini sedang banyak masalah ditokonya makanya gw nyimpulin gitu...!" Aku dengar Rasya panjang lebar menjelaskan. Oh, jadi Windy sempat cerita kejadian sebelum aku pingsan. Pantas saja Rasya langsung menyimpulkan seperti itu. Kenapa tadi dia justru bertanya apa Ali nyakitin aku?

"Ok, thanks Dik, silahkan lanjutkan kerjaan lo, thanks udah bantu bini gw!" Ali sepertinya mengusir Rasya secara halus.

"Ok, gw tinggal dulu, cepat sembuh Pril, mari Bu...!" Rasya pamit akan keluar meninggalkan kamar rawatku.

"Rasya, ini sapu tangan lo ketinggalan...!" Rasya berbalik mendengar ucapanku.

"Oh iya...ya udah buat lo aja!"
Ah, tentu saja dia tak mau mengambil lagi sapu tangannya, kan bekas air mata dan ingusku.

"Tar aku cuci dulu ya..aku titip sama Ali..!"

"Gak usah Pril, aku masih punya banyak!"

Sepeninggal Rasya, Ali merebut sapu tangan itu dari tanganku dan berjalan kedepan pintu kamar dan kembali lagi tanpa sapu tangan itu lagi. Mungkin sapu tangan itu sudah dibuangnya atau dikemanakan, aku tak tau. Tapi aku melihat kilat marah dibola matanya yang pekat. Apakah dia cemburu? Masih adakah rasa cemburu sementara akhir - akhir ini perhatiannya lebih ke orang lain daripada aku? Apa dia sadar apa yang dia lakukan akhir - akhir ini membuat aku merasa diabaikan?

"Kamu pikir aku gak punya saputangan sampai kamu harus gunain sapu tangan orang lain buat ngapus airmata kamu??"

##########

Sayang sama Readers, makanya bela banget update dinihari, walaupun kembali pendek...

Trims ya, udah baca, kasih vote juga komennya yang bikin aku kecanduan update...

Ketjup love,



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: