Chapter 7 - The Ugly Duckling

Hello from the other side

I must've called a thousand times

To tell you I'm sorry, for everything that I've done

But when I call you never seem to be home

Lagu Hello  milik Adele mengalun damai dari radio mobil Ferro ke telingaku, hingga mampu membuatku sayup-sayup menjadi mengantuk. Mungkin ini efek karena aku jarang pergi jalan saat malam. Ini memang belum terlalu malam, tapi biasanya jam segini aku selalu ada di rumah. Aku tidak tau bagaimana cara Ferro tadi meyakinkan mama agar bisa mengajakku pergi malam ini, tapi entah la yang penting aku diizinkan, urusan papa itu bagian mama.

Ferro menginjak rem mobilnya membuatku sontak tersadar kalau kita sudah sampai. Ferro baru saja memarkirkan mobilnya dengan rapi. "Kita udah sampai," ucapnya sambil melepas seatbelt-nya.

Aku tertegun sejenak, memandang keluar jendela. Ini dimana?

"Di ... sini ?" tanyaku ragu.

Ferro mengangguk lalu tersenyum.

Aku masih terpaku di kursiku. Bukan, bukan karena aku menunggu Ferro membukakan pintu mobil untukku, tapi aku masih belum bisa mengerti kenapa Ferro membawaku kemari, ke restoran mewah yang cukup terkenal.

Aku mengulang kejadian 2 hari lalu dalam memoriku. Aku masih sangat ingat, pada saat itu Ferro memintaku untuk menemainya untuk datang ke acara barbequan bersama teman-temannya. Aku ulangi, Barbequan! Bukan acara dinner, candle light atau sejenisnya. Yah, aku sangat ingat bagian itu. Tapi kenapa malah kesini? Bukannya barbequan harusnya ditempat terbuka, dengan suasana santai dan... ya, yang pasti bukan di restoran mewah seperti ini. Ini sangat jauh dari perkiraanku.

Oh, apa memang seperti ini acara barbequan ala teman-teman artisnya? Maksudku, ok, aku bisa terima kalau mereka menyebut ini dengan acara barbequan dan di buat di restoran, aku tidak masalah dengan itu. Tapi yang jadi masalah untukku sekarang adalah, aku salah kostum.

Aku yang malam ini hanya memakai kaos putih polos yang aku lapis dengan karigan warna merah bata dan dilengkapi lagi dengan celana jeans yang belum aku cuci dari minggu kemarin plus sepatu kets merahku yang sebenarnya tidak nyambung dengan outfitku malam ini. Oh god! Aku akan terlihat sangat kucel jika masuk ke tempat itu.

Aku tidak mempermasalahkan pakaianku selama aku nyaman, aku juga tidak perduli apa kata orang. Aku juga pernah memakai outfit ini saat acara barbequan bersama teman-teman SMA ku dan tidak ada masalah sama sekali dengan apa yang aku pakai, tapi kali ini beda. Ferro pasti akan malu di depan teman-temannya.

Ferro keluar dari mobil dan berjalan ke arah pintu mobil di sebelahku, sementara aku masih enggak melepas seatbelt. Aku melihati Ferro dari dalam mobil, dia terlihat sangat tampan malam ini, sebenarnya tidak hanya malam ini, setiap hari dia selalu tampan di mataku tapi malam ini lebih. Kaos hitam polos yang dilapis dengan blazer casual berwarna abu-abu. Aku tidak tega tampang sebagus itu akan ternodai dengan tampang lusuhku.

Seketika aku tersadar, seharusnya aku sudah sadar sejak awal kenapa pakaian Ferro sangat rapi.

Nessa bodoh! Kalau aja gue sadar sejak awal kenapa Ferro berpakaian serapi itu setidaknya gue harus menyesuaikan!!!

Ferro membukakan pintu mobil untukku. "Ayo turun! Kok malah bengong?"

Aku terdiam, tak tau harus memulai dari mana. Aku sudah membulatkan tekad untuk tidak ikut masuk. "Sayang, eng- aku gak ikut masuk ya," ucapku pelan.

Ferro mengerutkan dahinya masih dari pintu mobil. "Kamu kenapa sih, kok tiba-tiba? Kamu sakit?"

Oke, Nessa lo harus jujur!

"Eng- enggak. Aku ... gak tau kalau kita mau ke restoran sebagus ini dan dengan baju yang aku pakai sekarang itu gak cocok buat dipakai ke sini," jelasku perlahan.

Ferro menghela napas panjang, sementara aku menahan napas berharap Ferro bisa mengerti maksudku.

Dia menunjuk pintu masuk restoran itu."Kamu lihat disana ada aturan pakaian yang harus dipakai kalau mau masuk?"

Aku melirik pintu kaca itu kemudian menggigit ujung bibirku. Ferro benar tentang itu, tapi bagaimana dengan alasan lainnya- tentang membuatnya malu. "Iya, itu aku tau. Tapi-"

"Atau kamu emang gak mau nemenin aku?" potongnya sukses membuatku terdiam.

"Eh ... enggak, gak gitu maksud aku. Jujur, aku mau nemenin kamu. Tapi... ." Aku mencari kata yang pas agar dia bisa mengerti maksudku dan tidak tersinggung. "Tapi aku gak mau bikin kamu malu." Aku tertunduk karena kalimat terakhirku.

Aku tidak tau bagaimana ekspresi Ferro penanggapi kaliamatku, karena bahkan aku tak berani menatap wajahnya sekarang.

Ferro mengangkat daguku dengan tangannya. "Nes, denger baik baik!" Aku mengangkat pandanganku dan menatap wajahnya yang masih berdiri di ambang pintu mobil di sampingku. "Kamu cantik dan kamu pacar aku, dan aku gak punya satu alasanpun buat malu tentang itu. Dan aku yakin, kamu juga gitu kan?"

Aku tertegun lagi. Aku teringat dulu, ketika meski seisi sekolah mempertanyakan hubunganku dengan Ferro, bahkan ada yang menyebut hubungan kami seperti Beauty and The Beast. Dan, ya, aku dan Ferro sama sekali tidak pernah merasa terusik dengan itu, kami hanya melaluinya seolah-olah dunia milik kami berdua.

Haha ... berlebihan! Tapi aku merindukan momen itu.

Dan sekarang, Ferro, dia masih pria yanga sama seperti yang aku kenal sejak awal, tidak ada yang berubah.

Tak mendapat respon dariku, Ferro melepas tangannya dari daguku. "Nes, kamu kenapa sih? Mana Nessa aku yang aku kenal dulu? Yang tetap pede pergi ke mall cuma pakai sandal jepit, keliling komplek cuma pakai piama dan pakai seragam sekolah gak sesuai sama jadwal hari."

Kalimat-kalimat Ferro mendarat tepat di telingaku dan bahkan ikut menusuk ke hatiku. Aku tersadar, disini aku yang berubah bukan Ferro.

"Masih gak mau masuk? Kalau kamu tetap gak mau masuk, aku juga gak mau masuk dan lebih baik kita pulang," tegasnya.

Aku menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Iya, aku mau masuk," jawabku membawa senyum dibibirnya.

Ferro melepas seatbeltku, sementara otakku sibuk membuang pikiran-pikiran buruk yang akan terjadi.

Aku merapikan rambutku yang ku ikat satu seperti biasa. Dan lanjut berjalan masuk dalam gandengan Ferro. Ferro menggenggam tanganku dan membawaku ke suatu tempat. Beruntung restoran mewah ini tidak terlalu ramai jadi Ferro dan aku tidak harus jadi pusat perhatian. Kami sudah naik ke lantai 2 tapi sepertinya Ferro belum menemukan teman-temannya, Ferro mengecek hpnya lagi dan terus membawaku berjalan ke sudut ruangan yang sedikit menjorok ke dalam.

"Nah disini mereka, ayo sayang!"

Dengan ragu aku mengikuti langkah Ferro mendekat ke tempat yang di tujunya, ternyata ini balkon dari restoran ini. Begitu memasuki tempatnya, kami langsung disambut dengan aroma daging panggang dan kepulan asap tipis yang berasal dari sudut kiri tempat ini, seorang koki berbaju hitam sedang memanggang daging dengan alat barbeque model baru.

Aku melihat ke sekeliling, disini sangat cantik, balkon yang dihiasi lampion hias warna warni diatasnya. Ya, memang tidak terlalu buruk, barbequan di balkon. Itu sama sekali tidak salah.

"Hei, bro! datang juga akhirnya," sapa salah satu temannya begitu mendapati aku dan Ferro mendekati meja. Aku tau itu pria yang ada di wallpaper hp Kayra, tidak salah lagi itu pasti Kelvin.

"Sori sori gue telat ya," kata Ferro begitu bergabung di meja kayu besar yang sudah dikelilingin teman-temannya.

"Gakpapa, Fer, kita maklum kok. Lo pasti lama karena nungguin pacar lo dandankan," sahut gadis berambut coklat di sisi kiri meja.

Bola mataku refleks melirik ke arahnya.

Brengsek ni cewek! Dia lagi nyindir gue?! Dandan? gue aja gak ingat tadi gue bedakan atau enggak.

Akibatnya suasana menjadi awkward terlebih Ferro yang tidak tau harus membalasnya bagaimana, dia berdeham pelan.

Haruskah gue membalas ucapan gadis itu? Dengan bercanda? Atau langsung gue maki aja? Gak, sabar Nes, Sabar!! Lo gak boleh bikin Ferro lebih malu lagi.

"Ayo ... ayo!! duduk dong, biar kita mulai aja ni. Gue udah laper," seru pria di samping gadis tadi, wajahnya juga tidak asing bagiku, dia teman Ferro juga tapi aku tidak tau namanya.

"Duduk, Nes." Ferro menarik kursi paling pinggir untuk memberiku duduk

Ferro memang belum pernah mengenalkan teman-teman barunya ini kepadaku. Tapi beberapa dari mereka aku sudah tau, bukan karena sering lihat di TV, bukan, aku jarang menonton TV, malah hampir tidak pernah. Tapi saat Ferro dapat tawaran film ini, Kayra lah yang langsung memperkenalkan mereka satu per satu kepadaku melalui segudang info yang dia punya dan juga didukung sumber dari Internet.

Pria yang duduk tepat di hadapanku adalah Kelvin, yang tidak salah lagi adalah pria idaman Kayra, tidak seperti yang lain yang membawa pasangan, Kelvin datang sendiri malam ini. Image kalem dan alim yang sangat melekat dengan Kelvin mungkin memang benar adanya, hingga tak heran dia sangat digilai banyak wanita seperti Kayra.

Di sebelahnya adalah pria berpipi chuby si penyelamat suasana awkward tadi, Marco. Aku tidak terlalu kenal sih, tapi yang aku tau dia sekarang pacaran dengan gadis berambut coklat yang menyindirku tadi, yang namanya Beby. Mereka terlibat cinta lokasi karena film ini dan itu sangat membuat gempar para netizen.

Sementara di sebelah Ferro adalah Marsha, gadis manis yang menjadi lawan main Ferro di film ini. Dan malam ini dia membawa pacarnya, yaitu Randy yang tidak lain adalah pemain sinetron terkenal. Kalau dia aku memang sering lihat, karena dia membintangin sinetron favorit mama yang tayang tiap malam.

Baru kali ini dalam hidupku aku merasa seperti itik buruk rupa dan di masukkan ke kandang cantik di toko hewan. Aku merasa paling lusuh. Sekilas mungkin penampilannku tidak seburuk itu tapi jika dibandingkan dengan mereka, aku minder.

"Oh jadi ini yang namanya Marsha, cantik ya Fer," goda Marsha sambil melemparkan senyum manisnya kepadaku, dia berkata pelan hingga tidak mengundang perhatian semua orang, sementara yang lain hanya sibuk dengan daging panggang di atas meja. "Ferro sering cerita tentang kamu lo ke kita kita," lanjutnya.

"Oh ya," jawabku singkat dan membalas senyumnya dengan senyum terbaikku, aku tidak tau bagaimana cara berbasa basi seperti ini.

Marsha memang cantik, bahkan lebih cantik dari fotonya yang ada di Internet. Aku ingat betapa bencinya aku kepadanya saat pertama kali Ferro minta izin kepadaku untuk pergi jalan dan nonton hanya berdua dengannya dengan alasan ingin membangun kemistri.

Kemistri pant*t ku.

Kalian tau? Pada saat itu, rasanya ... seperti seorang suami yang minta izin kepada istrinya untuk menikah lagi karena dia kurang bahagia. Sakit! Seperti sedang dimadu . Tapi ternyata, Marsha tidak seburuk itu apalagi aku tau kalau dia juga sudah punya pacar.


---------------------------

Chapter 7 has done!!

Can't stop saying I love you and so glad to see you again and again ..
😘😘😘😘😘
Kecup banyak banyak biar makin sayang lol.

~Rhannisa
12/21/2017 💞








Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top