Chapter 4 - Stalker? No, I'm not.


Scroll..

Scroll...

Kepalaku terasa seperti berputar setelah melihat isi Instagramku di penuhi oleh foto-foto gala premiere tadi malam. Timelineku sendiri dipenuhi dengan spam foto dari Ig-nya Kayra yang tadi malam yang berhasil bisa foto bareng Kelvin. Stories Instagram juga dipenuhi momen-momen tadi malam yang dibagikan oleh teman-teman Ferro. Bahkan di explore pun sama, semua tentang gala premiere tadi malam.

Aku sudah yakin dari awal pasti followers Ig Ferro akan melejit seketika setelah penayangan perdana film itu. Dan setelah itu mungkin mereka akan mengenal ku sebagai pacar idola mereka, yang mereka kenal dengan Naferro Delano. Aku belum siap dengan yang satu itu. Aku yang sangat benci bertemu orang banyak apalagi orang baru, akan sangat asing bagiku untuk menjadi sorotan banyak orang seperti itu.

Tapi mungkin juga tidak, fotoku hanya ada satu di Ig-nya Ferro. Hanya ada foto wajahku yang sedang tertawa dan diedit dalam nuansa monokrom dan diposting sudah sangat lama- sekitar sebulan setelah kita pacaran, jadi mungkin tidak akan ada yang sadar kalau aku memiliki hubungan dengannya.

Sama sepertiku, di instagramku tidak ada foto Ferro. Ada sih, itu juga foto saat dia dan teman-teman SMA ku memberi surpise pada ulang tahunku tahun lalu. Fotonya ku collage dan bahkan wajah Ferro hampir tidak kelihatan. Meski foto bersamanya aku letak di tengah, tapi mungkin itu tidak berarti spesial bagi banyak orang.

Kami juga bukan tipe pasangan alay yang meletakkan nama pacar di bio Ig. Itu juga alasan kenapa teman kuliahku sekarang tidak ada yang tau tentang pacarku, hanya teman-teman SMA ku yang tahu, itu juga keran deklarasi sepihak yang dilakukan Ferro ke seluruh sekolah.

Jariku dengan cepat menulis nama akun Ig Ferro. Benar saja, followersnya meningkat drastis. Aku melihat postingan terakhirnya, yang tidak salah lagi pasti tentang acara tadi malam. Akhir-akhir ini postingannya dipenuhi kegiatan-kegiatannya selama shooting atau promo film.

Scroll...

"Lho, mana?" Aku mengerutkan dahi sambil terus mencari foto yang aku tuju. "Mana? Kok gak ada?" Aku mencari fotoku yang aku sebut tadi di Ig Ferro.

"Apa mungkin dia sudah menghapusnya? Tapi kenapa?" batinku. Aku sangat yakin, terakhir kali aku lihat instagramnya, fotoku masih ada di sana meski sudah tenggelam oleh postingan barunya.

"Woyy!!" tiba-tiba teriakkan Kayra membuat tubuhku tersentak. "Ngapain lo di bengong sendiri di halte kampus? Kesambet baru tau rasa lo!"

Kayra Qathrunnada, si bigos yang selalu bisa aku andalkan, si cerewet yang paling pandai menghibur, dan si tukang baper tingkat menengah. Kita berdua sudah saling menganal sejak kelas 6 SD, dia pindah ke sekolah ku dan langsung bisa berteman akrab denganku yang pada saat itu tidak punya teman dekat.

Selama 6 tahun aku duduk di bangku sekolah dasar, aku tidak punya teman dekat, itu karena aku tidak pandai bagaimana cara berteman yang baik, aku hanya berteman jika memang perlu terlepas dari itu aku tidak tau, bahkan aku tidak pandai cara bertegur sapa kepada teman apalagi bersenda gurau.

Setelah bertemu dengan Kayra, entah kenapa kami menjadi dekat padalah sifat kami 100% berbeda, tapi sikap cerianya bisa membuatku nyaman dan dia banyak mengajariku cara berteman. Tapi saat SMP kami sempat pisah sekolah, dan kemudian kami masuk SMA yang sama lagi dan di kelas yang sama. Bahkan sampai sekarang kuliah, meski di kelas yang berbeda tapi kami mengambil jurusan yang sama. Jurusan yang sama-sama kami salah pilih dan entah kenapa saat itu kami bisa memilih jurusan ini; Teknik Sipil.

Kayra mengambil posisi duduk di sampingku, dan refleks menoleh ke layar handphone di tanganku. "Jiahh ... lagi stalking ig pacar ni ceritanya? Nape lu? Kangen?" Kayra menyenggolkan bahunya ke bahuku.

"Foto gue yang di ig Ferro tiba-tiba gak ada, Kay," ucapku pelan.

"Emang di ig dia ada foto lo, ya? Kok gue gak pernah tau."

Aku mengangguk lemas, menjawab pertanyaannya.

"Yaudah la, Nes. Dipikirin banget, terhapus mungkin," jawabnya santai seperti biasa.

"Masa sih, Kay?"

"Iya mungkin dia gak sengaja terhapus kali."

"Emang lo pernah gak sengaja hapus foto lo di ig? Lo lagi lihat-lihat foto tiba-tiba kepencet delete gitu?"

Kayra menggatuk kepalanya yang aku tau itu tidak gatal. "Ya ... gak pernah sih. Kalau gue mau hapus foto di ig, mungkin gue butuh mikir seharian dulu sih. Tapi kalo tiba-tiba kepencet delete gitu, kayaknya gak mungkin sih, Nes."

Aku mendengkus kepada kalimat Kayra yang tidak bersolusi itu.

"Yaudah la Nes, diambil pusing banget sih. Lo tinggal nanya ke Ferro kan? Gitu aja kok ribet. Emang lo mikirnya apa?"

Apa? Iya, gue mikir apa tentang Ferro hapus foto itu? Kenapa gue tiba-tiba jadi bete, cuma gara-gara ini? Ferro pasti punya alasan? Iya pasti. Tapi apa? Apapun itu, gue gak harus jadi bad mood gini kan seharusnya?!!

"Eh lo tau gak, Nes. Tadi malam itu Ferro ganteng banget deh. Cewek-cewek disamping gue aja sampai teriak manggil-manggil nama dia, alay banget kan? Tapi asal lo tau aja, Kelvin 10 kali lebih ganteng dari pada Ferro, jadi gue gak mau kalah dong. Terus gue teriak sekenceng-kencengnya buat manggil Kelvin, dan ternyata dia notice gue Nes, dia lihat gue terus dia senyum." Kayra mengguncang-guncang lengan kurusku. "Astaga, Nes. Waktu itu, gue berasa terbang, Nes. Bahkan senyumnya aja gue masih kebayang-bayang sampek sekarang."

Aku mendengkus pelan lagi, aku sedang tidak mood diajak cerita sekarang. Tapi tidak ada yang bisa menghentikan seorang Kayra kalau sudah kumat seperti itu.

"Kay, bukannya lo bilang lo masih ada kelas ya?"

"Oh iya." Kayra sontak menepuk dahinya. "Gue lupa, abis ini kelas pak Seno. Gue balik dulu ya, Nes." Kayra kembali meninggalkan ku di halte yang tidak jauh dari fakultas teknik.

Tak berselang lama dari kepergian Kayra, sebuah mobil sedang berwarna hitam berhenti tepat di depanku. Merasa tidak ada hubungannya denganku, aku kembali menatap layar handphone.

"Beb.."

Suara Ferro mendarat tepat di indra mendengaranku, dan membuatku sontak menoleh ke sumber suara. Mobil di depanku membuka kaca depannya, aku langsung bisa mendapati bayangan pria yang kutunggu dari tadi dari dalam mobil itu.

"Ferro?" Ferro keluar dari mobil dan berjalan ke arahku. Sementara mata ku masih sibuk melihati mobil yang datang bersamanya, aku baru sadar itu mobil yang selama ini aku lihat terparkir di garasi rumahnya.

"Sorry ya aku telat," ucapnya saat sampai tepat di depanku.

"Kok naik mobil? Motor kamu mana?" tanyaku.

Ferro membalas pertanyaanku dengan senyuman. "Gakpapa, ayo naik!" Ferro meraih tanganku yang dari tadi berpangku di atas paha dan membukakan pintu mobil untuku.

Ya, mungkin tidak seharusnya aku bertanya seperti itu. Sepertinya aku tau alasannya, panas matahari? Banyak orang yang lihat? Ya semua dapat disimpulkan dengan alasan kerena sekarang dia sudah menjadi aktor yang dikenal.

"Kita mau kemana?" tanyaku ketika Ferro baru masuk mobil.

"Kamu maunya kemana?"

"Kemana aja terserah kamu deh."

"Oke." Ferro langsung tancap gas menuju tempat yang dia mau.

Suasana sedikit canggung. Meski lagu 24K Magic milik Bruno Mars terdengar bersemangat melalui radio mobil tapi tetap saja masih terasa canggung. Kita yang biasanya harus berteriak dan beradu kuat dengan suara kenalpot motor ketika ingin berbicara satu sama lain selama perjalanan, aku yang selalu menutup hidung dan mulut ku dengan tangan karena menghindari debu dan asap kenalpon dari kendaraan lain, duduk lebih dekat hingga bisa memegang bahunya, bahkan helm yang berbenturan saat Ferro tiba-tiba ngerem mendadak. Kini terasa sangat beda, ruang yang lega, duduk berjauhan, sepi, adem dan ... awkward.

Ferro memecah sunyi dengan menanyai tentang flu ku tadi malam, aku juga meminta maaf karena tidak bisa hadir. Kemudian suasana kembali cair saat aku memintanya menceritakan tentang acara tadi malam. Dia pasti sangat senang, aku bisa melihat binar di matanya di sepanjang ceritanya, sesekali dia menertawai hal yang menurutnya lucu, menanyaiku tentang sebuah pendapat dan ... ya, dia masih Ferro yang sama, tidak berubah.

Tak terasa kami sudah sampai di tujuan, di restoran ala korea yaitu tempat makan favoritku dan kini juga menjadi tempat favoritnya. Ferro menggenggam tanganku menuju tempat duduk di pojok, tempat favoritku juga. Tapi ternyata tidak, dia melewati tempat kami biasa, dia berjalan terus ke tempat yang lebih tertutup.

"Kita disini aja ya!" Ferro menarik salah satu kursi untuk memberiku duduk seperti yang biasa dia lakukan, dan dia duduk disampingku.

Kok disini? Apa takut terlihat orang lain?

Seorang pelayan menghampiri meja kami. "Pesen apa mas?"

"Jjangmyonnya satu, dan jus semangkanya dua." Dia menyebut makanan yang biasa aku pesan disini. "Itu aja mbak, makasih."

"Kamu gak makan?" tanyaku.

"Tadi aku udah makan, jadi aku nemenin kamu makan aja," jelasnya membuatku mengerti.

Dia menggeser kursinya untuk lebih dekat denganku kemudian meletakkan kepalanya di bahu kecilku, hingga aku bisa mendengar helaan napasnya.

"Kamu pasti capek kan?" tanyaku.

Dia mengangguk kecil dari atas bahu. "Kamu gini dulu ya, Nes, aku mau recharge dulu"

"Ha? Maksudnya?"

"Iya, kamu kan energi aku," ucapnya sukses membuatkan aku tersenyum simpul. "Jadi aku mau tidur di bahu kamu dulu biar energi aku kembali lagi."

Aku mengangguk paham kemudian membenarkan posisiku untuk memberinya posisi yang lebih nyaman. Dalam hati aku masih bertanya tentang foto ku di Ig nya. Haruskan aku bertanya sekarang? Atau ... haruskah aku mempertanyakan hal itu?

Seketika aku tersadar beberapa gadis di meja samping memperhatikanku, membuatku merasa risih tapi aku sedang tidak bisa bergeser untuk menghindari pandangan mereka sekarang, karena Ferro masih berada dalam posisi nyamannya, di bahuku.

Salah satu dari mereka, yaitu gadis berambut coklat melangkah ke arah mejaku. Menyadari dia menatap ke arahku, aku sedikit bergeser hingga membuat Ferro terbangun.

"Kak Ferro kan?" kata di gadis berambut pirang membuat Ferro refleks mengangguk. Wajah gadis itu terlihat sangat senang ditambah lagi sekarang ketiga temannya ikut berseru.

"Boleh minta foto kak?" tanya gadis itu dengan wajah merona.

Oh, fans.

Ferro menatap ku sebentar, aku tau dia meminta persetujuanku. Aku mengangguk, mengiyakan.

"Bentar ya, Nes," ucap Ferro pelan.

Oke.

"Aku ke toilet dulu ya," ucapku pelan kearah Ferro kemudian meninggalkan meja. Mungkin aku lebih baik pergi dulu, daripada harus membuat Ferro bingung menjawab pertanyaan tentang aku ini siapanya?



----------------------------------
Jang jang !!! Chapter 4 in here !!! Yoo..
Gimana ? Masih tahan kan?? Wkwk 😆😆😆

As usual, I remind you to don't forget and vote it If u want ✌✌✌

I can't stop saying I love you !!! 😘😘😘 and see you on the next chapter guys 💞💞💞

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top