Chapter 2 - How did we meet?
11 Maret 2016
Aku menopang daguku dengan satu tangan sambil menunggu Kayra balik dari toilet, sementara jari tangan kanan ku asik memilih playlist musik yang akan aku dengarkan. Tadi Kayra bilang mau buang air, tapi sudah hampir setengah jam dia belum balik juga, aku sudah hapal pasti anak itu mampir kesana kemari untuk mencari info hot di sekolahan seperti biasa.
Bel tanda pulang sekolah sudah bunyi dari tadi, tapi kelas masih saja ramai. Pembicaraan seputar kelulusan, Ujian Nasional dan ujian masuk PTN bergema di setiap sudut kelas. Si kelompok pintar membicarakan tentang beasiswa, tempat kuliah atau jurusan yang akan mereka ambil, sementara kelompok cewek-cewek hits sibuk melihat youtube untuk melihat tutorial make up untuk acara perpisahan, sedangkan kelompok anak laki-laki di belakangku juga sibuk berdikusi tentang kunci jawaban UN, meski sedikit berbisik tapi aku bisa dengar dengan jelas isi pembicaraan mereka, yang tidak lain mengenai perbandingan harga kunci jawaban yang satu dengan lainnya. Begitulah sekilas kegiatan teman-temanku di H-sebulah Ujian Nasional.
Tapi bagaimana denganku? Aku benar-benar ingin pulang sekarang. Mataku terasa sangat berat, bukan karena aku bergadang untuk membahas buku bank soal UN tadi malam, melainkan karena misiku untuk nonton maraton drama korea sebelum UN yang sudah aku canangkan dari jauh-jauh hari. Ya, itulah alasan kenapa ada lingkar hitam di mataku.
Aku mengatup mulutku yang baru saja menguap.
Tiba-tiba seorang pria dengan jersey basket berwarna ungu masuk dengan membawa kertas karton berwarna putih di tangannya. Pria itu tidak asing bagiku, meski aku tidak mengenalnya dengan baik tapi aku cukup sering melihatnya. Dia anak IPS dan seangkatan denganku. Kalau dilihat dari jersey yang dikenakannya sepertinya dia salah satu tim basket sekolah, tapi aku tidak pernah melihatnya main dalam pertandingan, tapi entah lah.
Pria itu sudah berdiri tepat di depan kelas tepatnya di depan meja guru. Beberapa orang hanya mengabaikan keberadaannya dan sibuk melanjutkan aktivitas mereka, sebagian lagi menyumbangkan perhatian kepada pria itu.
Aku menatapinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dari wajahnya aku bisa langsung menebak kalau dia pasti ada keturunan bule, lumayan sih. Tapi stylenya? Jauh dari kata keren ala anak basket seperti yang ada di drama yang pernah aku tonton, meski anak basket tapi tinggi badannya tidak jauh beda denganku, dan sudah pasti dia bukan pemain inti. Warna kulitnya hitam terbakar, wajahnya berminyak dan banyak bekas jerawat, ramputnya juga pendek, lepek dan tipis, sepertinya dia baru potong rambut, singkatnya dia benar-benar jauh dari style keren anak basket seperti yang ada di drama-drama.
Aku yang tidak tertarik sama sekali lebih memilih mencantolkan headsetku lagi ketelinga, lagu Fantastic baby milik Big Bang yang mengaliri telingaku sekarang.
Paling cuma pengumuman tentang acara basket chalange, acara tahunannya club basket, atau mungkin meminta bantuan dana untuk amal dan sebagaimana.
Aku menaikkan volume hp ku sehingga tidak terdengar apapun. Aku melanjutkan menopang daguku dengan tangan kiri dan menatapi tingkah pria itu yang entah kenapa aku merasa dia melihat kearah ku dari tadi.
Tapi tidak, sepertinya hanya perasaanku saja.
Dia membuka perlahan gulungan kertang karton yang di bawanya, dan meletakkannya di depan dada. Aku terbelalak ketika melihat tulisan di kertas itu, bahkan saking terkejutnya daguku jatuh dari tanganku sendiri.
Would you be my girlfriend?
VANESSA ADIEN NARAYA
Aku bisa melihat jelas namaku tertulis besar disana.
Anjirr!! Gila tu anak?!
Aku refleks melepas headset ku, dan seketika keriuhan langsung menyerang dan memekakkan telingaku, bahkan teman-temanku yang tadi mengabaikannya pun kini ikut berseru kepadaku. Aku mengernyit masih belum paham apa maksudnya. Bukan aku tidak mengerti arti kalimat bahasa Inggris itu, tapi ... ah god, aku bahkan tidak mengenalnya.
Mataku yang dari tadi terpaku ke kertas yang di pegangnya, kini beralih melihat wajahnya. Dia menatapku dengan senyum tak berdosa.
Cieeee..
Seruan itu membuat seluruh tubuhku merinding. Aku bangkit dari kursiku dan melangkah ke depan dan menghampirinya, hal itu malah membuat seruan teman-temanku semakin menjadi-jadi. Aku tidak tau ini benar atau tidak, tapi aku sedang malu sekaligus marah sekarang sehingga membuatku tidak bisa berpikir dengan jernih.
Aku menarik tangan pria itu dan membawanya keluar kelas meninggalkan keriuhan. Dengan pasrah dia membawa tubuhnya dalam tarikkanku. Aku melepaskan genggamanku ketika sudah sampai di tujuan, samping gedung sekolah atau lebih tepatnya di dekat tempat pembuangan sampah yang mana memang tidak berada jauh dari kelasku.
Aku memposisikan tubuhku tepat di depannya. Aku menggigit ujung bibirku tanpa tau apa yang harus aku lakukan. Marah atau bagaimana?
"Lo gila ya?" ucapku pertama kali. Dari sekian banyak pertanyaan dalam otakku, tapi itu yang keluar pertama kali. Dan aku tau itu bukan pilihan kata yang tepat untuk ukuran perkenalan pertama.
"Aku bukan gila." Dia mengulurkan tangan kanannya sementara tangan kirinya masih memegang kertas karton bertuliskan namaku tadi. "Kenalin, nama aku Naferro Setya Delano," dia memamerkan senyum tak berdosanya lagi.
Aku mendesah pelan mengabaikan jabatan tangannya. "Lo tau kan, kalo kita baru kenalan? Tapi kenapa lo udah nempak gue?!"
"Karena aku suka sama kamu," jawabnya singkat membuatku geram.
"Suka gimana? Kita aja gak saling kenal. Gimana bisa lo suka sama gue?!"
"Aku sudah kenal kamu sejak lama. Aku sering memperhatikan kamu, aku degdegan tiap ketemu kamu, dan-" dia mengambil jeda sejenak, "aku yakin, kalo aku suka sama kamu"
Dia udah menjawab pertanyaan gue, lalu apa? Gue harus gimana lagi?! tolak atau gimana? Oh god!!
"Kok pake aku-kamu sih?!!" Aku bergidik.
Tak menjawab pertanyaanku, dia malah melanjutkan kalimatnya tadi. "Saat aku tahu kamu putus sama Reza, aku mulai lagi untuk mengenal kamu. " Seperti ada yang menyesak di dadaku ketika dia menyebut nama Reza, "dan sekarang aku ngungkapin perasaan aku karena sebentar lagi kita lulus, aku takut kalau setelah lulus nanti aku gak akan bisa ketemu kamu lagi," jelasnya panjang lebar.
Aku menelan ludah sambil berpikir aku harus apa sekarang. "Kalo gue nolak lo gimana?"
Dia tersenyum lagi. "Gakpapa, aku udah siap kok untuk itu. Setidaknya aku udah nyobak, dan aku yakin kamu bakal ingat sama aku sampai kapanpun karena kejadian hari ini"
Ini anak kok baik sih? bikin gue kesel aja. Makin gak tega gue nolaknya.
"Emang kenapa lo bisa suka sama gue?"
Damn! Ngapain lo nanyak itu sih Nes!! Bodoh! Seolah-olah ngasi harapan.
"Kamu anaknya kalem, gak banyak tingkah, senyum kamu manis, kulit kamu bagus, rambut kamu rapi, mata kamu cantik, hidung kamu lucu, bibir kamu tipis, dan yang paling penting kamu gak lebih tinggi dari aku jadi gak minder kalo deket kamu."
Aku menaham senyum mendengar alasannya. Baru kali ini, ada orang yang mendeskripsikan ku seperti itu, mungkin aku merasa senang karena hampir semua itu terdengar seperti pujian bagiku.
Sadar! Kalo ujung-ujungnya bakal nolak, gue gak boleh kasih harapan.
"Jelas lo kenal gue cuma sebatas yang kelihatan. Tapi lo gak kenal diri gue dari dalam," ketusku memojokkannya.
"Nah, Itu dia alasan sebenarnya. Aku mau jadi pacar kamu, biar aku bisa kenal kamu luar dalam."
Ini anak bisa banget sih jawabnya. Bikin gue makin bingung aja.
"Terus kalo tiba-tiba gue kecelakaan terus muka gue berubah, gue amnesia terus gue gak sama kayak gue yang sekarang gimana? Apa lo masih suka sama gue?" Aku mengutuk mulutku sendiri atas pertanyaan itu. Untuk apa aku bertanya yang gak penting kalo ujung-ujungnya juga bakal nolak, tapi jujur aku ingin mendengar jawabannya kali ini.
Senyum yang dari tadi tak lepas dari bibirnya kini memudar, dia menatapku dalam sementara aku masih menunggu kalimat keluar dari mulutnya. Sepertinya dia kalah dengan jawabanku yang satu ini.
"Sebenarnya aku gak butuh alasan untuk suka sama kamu. Tapi karena tadi kamu minta alasan, makanya aku sebut apa yang aku lihat, bukan apa yang aku rasaain." Dia tersenyum lagi. "Karena menurut aku suka itu tentang rasa. Aku degdegan tiap ketemu kamu, aku selalu senang lihat senyum kamu dan aku senyum-senyum sendiri kayak orang gila tiap ingat kamu, dan aku rasa itu cukup membuktikan kalau perasaan aku ke kamu itu murni. Jadi walaupun wajah kamu berubah tapi kalau orangnya itu tetap kamu maka perasaan ini akan tetap sama."
Kalimat-kalimatnya mengalun damai dan mendarat tepat di telingaku, jantungku pun ikut berdegup tak karuan. Mataku terpaku di matanya, aku ... tersentuh.
"Ya, gue mau jadi pacar lo!" ucapku lancar.
♥♥♥
Aku kembali ke kelas untuk mengambil tasku, aku benar-benar harus pulang sekarang. Aku rasa aku sudah mulai berhalusinasi yang tidak-tidak karena terlalu mengantuk.
Beneran gue pacaran sekarang? Sama Ferro? Oh god! Ini nyata gak sih? Atau tadi gue lagi mimpi pas ketiduran di kelas?
Aku melangkah gontai ke mejaku. Kelas sudah tidak terlalu ramai, hanya tinggal kumpulan cowok -pantang pulang sebelum petang yang di ketua oleh Bima yang masih setia dengan posisinya dari tadi yaitu duduk di atas meja, sepertinya mereka belum menemukan titik terang tentang kunci jawaban dari mana yang akan mereka ambil.
Aku mengatur napasku untuk menenangkan pikiran. Tiba-tiba Kayra berlari masuk dan menggebrak mejaku.
"Nes, bilang sama gue kalau gosip tentang lo pacaran sama Ferro itu cuma hoax?" tanya Kayra histeris.
Aku tidak heran kalau Kayra tau tentang semua gossip di sekolahan karena dia punya kenalan di setiap kelas bahkan dari kelas 1 sampai kelas 3. Tapi kenapa dia bisa tahu tentang yang satu ini sedangkan aku belum ada cerita ini ke siapapun.
Aku refleks mengernyit. "Lo denger dari mana?"
"Menurut lo dari mana lagi? Kalo bukan karena si Ferro yang lagi deklarasi tentang hubungan kalian di luar."
Anjir!! Gue lupa untuk minta dia tutup mulut tentang ini. Gue paling anti hubungan go public! Apalagi setelah kisah cinta gue terakhir kali, tambah lagi sekarang pacar gue kayak Ferro yang 180 derajat beda dengan Reza. Sial!!
"Itu hoax kan Nes? Bilang sama gue!" Tak sabar menunggu jawaban keluar dari mulutku, Kayra mengguncang-guncang lengan kurusku.
Aku mengangguk pelan, aku ragu mengatakan ini ke Kayra tapi aku tidak bisa berbohong dengannya. "Iya, tadi dia nembak gue dan gue terima," ucapku pelan.
Kayra terbelalak, ekspresinya berlebihan. Bahkan melebihi ekspresiku saat ditembak Ferro tadi. Kayra terduduk lemas di kursinya, "kok bisa sih Nes?!" desahnya. "Gue yakin alasannya bukan karena lo suka sama Ferro kan? jangan bilang lo jadi putus asa gini karena putus sama Reza, atau lo mau balas dendam sama Reza?"
Nama itu disebut lagi dan membuatku merinding lagi. Dia adalah Reza pria bangsat yang pernah aku cintai, dia adalah kakak kelas ku sekaligus juga ketua OSIS di sekolahku. Aku menyukainya sejak MOS, karena sadar aku selalu memperhatikannya, dia menembakku.
Hubungan kami berjalan lancar tanpa siapapun yang tau, bahkan Kayra, karena aku terlalu malas menjalani hubungan yang diumbar-umbar. Tak lama waktu berselang, dia memutuskanku di depan semua warga sekolah hanya karena dia menyukai siswi baru di sekolah, sejak hari itu aku yang awalnya tidak begitu dikenal oleh siapapun bahkan wali kelas sekalipun mendadak menjadi sorotan seluruh warga sekolah. Dan ... ya, aku sedikit trauma dengan itu.
Aku menggeleng cepat, tak mengeluarkan sepetah katapun. Tapi urusanku dengan Ferro ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Reza.
Kayra bangkit dari kursinya dan mencondongkan badannya ke arahku. "Atau jangan-jangan lo trauma pacaran sama cowok ganteng? Dan sekarang lo cari pacar yang kayak gitu bentukannya?"
Aku mendesah pelan menanggapi pertanyaanya.
"Bukan. Mungkin lebih tepatnya, gue trauma mencintai tanpa dicintai. Gue lagi pengen dicintai sekarang, meski gue gak tau gimana ujungnya hubungan ini, apakah gue akan menyakiti Ferro seperti yang dilakukan Reza ke gue? atau mungkin gue akan mencintainya juga kayak dia mencinta ke gue?" batinku.
11 Maret 2016
Sejak hari itu, tanggal itu menjadi spesial bagiku.
---------------------------------
Yuhuu~~
Chap 2 yoo...
So happy bisa ketemu kalian lagi di chap ini, see you on the next chap dear..
Dengan cinta,
Rhannisa_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top