Prolog
Gelap. Hening. Menakutkan. Hanya sekelebat aroma yang menuntun langkah kakiku yang mulai letih. Entah bau apa ini, lembut dan begitu menenangkan. Menghipnotis tubuhku bergerak untuk mencari asalnya. Aku berharap, di ujung sana, jalan keluar dapat kutemukan. Hingga denyut teramat sakit menghantam telapak kaki, menghentikan perjalanan ini. Aku terlalu letih, terjerembab tak terelakkan lagi. “Tuhan, tempat apa ini? Di mana aku?” keluhku lemah.
Tanahnya begitu dingin. Suara angin berdesir mempermainkan telingaku. Aku lelah. Sangat lelah. “Aku pasrah Tuhan, jika ini memang takdirku,” ucapku lemah. Denyut sakit di seluruh tubuh ini membuat aku tak sanggup bangkit kembali. Kupejamkan mataku begitu kuat. Berharap semua ini hanya mimpi, dan aku terbangun di ranjang yang jujur saja, tidak kusukai. Tapi saat ini, aku merindukannya. Aroma itu kembali datang, tubuhku ingin mengikutinya, namun aku tak lagi mampu bergerak. Aku memilih untuk diam. Mataku menatap langit yang tak terlihat apa-apa. Hanya gelap pekat. Perlahan kembali mataku memberat dan menutup perlahan.
Sekelibat ingatan mengahampiri, mungkin ini sudah malam. Suara gemuruh perutku hanya bisa kutahan dengan ringisan. “Bunda, lapar,” keluhku memegang perut. Mengingat masakan Bunda yang selalu tampak lezat membuat perutku kembali memberontak. Lalu wajah ayah yang terlihat kesal di meja makan karena anak-anaknya belum ada yang siap menyantap hidangan membuatku tertawa miris, “Maaf Ayah.”
Andai saja, aku bisa mencegah Shan maka semua ini tidak akan terjadi. Kami pasti sedang menikmati makanan buatan Bunda. Kemas Ishan Prayuda, adik laki-lakiku itu kini entah bagaimana keadaannya. Karena kecerobohan dan keingintahuan dia aku terkurung di tempat ini. Seharusnya aku bisa melarang dia masuk ke gua di balik rerumputan di dekat danau. Liburanku menjadi bencana, saat aku terjebak dan terpelosok ke dalam gua itu. Ini semua gara-gara Shan. Lalu ke mana sekarang Shan? Apa dia sama sepertiku sekarang? Mengenaskan.
“Shan ...,” lirih aku memanggil namanya. Butiran airmata tak mampu kubendung, saat sadar bagaimana nasib adikku itu? Kami berdua sama-sama terpelosok saat lantai tangga yang kami pijaki menjadi datar. Membuat tubuh kami jatuh terhentak ke dasar gua. Aku yang ketakutan kehilangan kesadaran. Namun saat terbangun, Shan tidak ada di dekatku. Aku hanya berjalan mengikuti aroma, karena itulah satu-satunya petunjuk yang kuketahui. Sekelumit pertanyaan membuatku gentar, Apa aku bisa keluar dari tempat ini?
Tubuh lelahku semakin lemah. Namun telingaku masih sanggup mendengar suara berisik di kejauhan. Mataku terlalu berat membuka. Aku hanya pasrah. Suara apapun itu semoga tidak melakukan sesuatu yang buruk kepadaku. Suara itu semakin mendekat, aku mendengar suara teriakan, tapi, ah tidak! Aku semakin kehilangan kesadaran. Berat, semakin berat, hingga semuanya menjadi hening.
***
Kisah fantasiku yang kedua, semoga kalian suka. Sudah lama gak nulis, rada kagok. Enjoy ^^ krisan jangan lupa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top