3

Sial, sial.

Kata itu terus kuulang bagai mantra tanpa ujung, aku rasa aku sudah melampaui batas penggunaan kata kasar harian hari ini. Kilat bersahut-sahutan ketika bibirku terus bergerak, sepertinya langit juga tidak kalah kesalnya hari ini.

Ah, sudah, musim hujan kali ini memang yang terburuk, padahal bulan ini adalah bulan paling spesial yang pernah ada, papa pulang dari kerja rodinya di luar negeri, aku berharap kali ini oleh-olehnya bukan baju kebesaran lagi.

Emangnya aku kyuti dari animasinopal, itu nggak lucu.

Aku masih berlindung di bangunan sekolah yang mulai sepi, sial sepertinya aku memang sedang ketiban sial.

Menghela napas, aku rasa tidak ada yang lebih buruk dari terjebak di tengah hujan lebat tanpa payung dan hanya bisa berpasrah diri di dalam kelas. Aku mulai menghitung jari-lebih tepatnya kata sial yang kuucapkan.

BRUK! BAK! BUK!

"ARGH!!!"

Aku kaget bukan main, suara itu terdengar dari luar kelas, dengan tergesah aku pun keluar dan mendapati beberapa siswa yang sedang mengerumuni seorang siswi yang tampak pingsan. Sepertinya bukan aku saja yang terjebak di tengah derasnya hujan yang mengguyur.

Namun ada yang aneh, meski terlihat tak sadar namun posisi badannya tak mencerminkan seseorang yang sedang terbaring lemas.

Kedua tangannya tampak tertekuk dengan telapak tangan yang menghadap ke atas, jari-jari tangannya juga tampak tertekuk abstrak, dengan kaki yang juga berada di posisi yang tak wajar. Aku seperti menonton live action dari sebuah serial film horror.

Salah seorang siswa yang kuketahhui sebagai anggota PMR langsung memeriksanya.

"Selap," ucap siswa itu lalu berdiri, memandangi teman-temannya yang lain.

Tunggu, apa yang dikatakannya tadi selap?

Tiba-tiba bulu kudukku merinding, aku memandangi siswa – siswi yang lain. Wajah mereka juga mulai memucat, dan aku yakin ini bukan pertanda yang baik.

Petir pun datang dengan suara menggelegarnya, menggetarkan telinga serta kaca jendela. Kami saling berpandangan dengan rona ketakutan.

Siswi itu pingsan bukan karena fobia terjebak hujan atau sejenisnya.

Itu kerena tubuhnya telah dirasuki oleh sesuatu, sesuatu yang seharusnya tidak ada di tempat ini, sesuatu yang berbahaya. Beberapa pintu kelas pun terbuka dan tertutup sendiri, bersamaan dengan itu suara hujan pun terdengar makin keras seolah mengejek ketidakberdayaan kami sekarang.

"Ah! Ah! Ahahahaha!"

Salah seorang diantara kami lalu tertawa terbahak-bahak dengan keras, namun air wajahnya tidak menunjukkan tawa namun kesedihan.

Air mata terus menetes deras dengan matanya yang melotot.

"Lari!" teriak salah satu siswa

Aku yang masih setengah bengong melihat hal aneh ini langsung di tarik oleh si anak PMR menjauhi dua orang yang kini telah dirasuki itu.

Sial, sepertinya aku akan terlambat pulang

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top