2
"Gancang! Hei! Kembali!"
Aku berteriak ketika pemuda itu berlari menerobos hujan tanpa payung, hatiku berdebar seirama rintik hujan yang berjatuhan dengan cepat ketika sosoknya menjauh dari halte tempat kami berlindung.
Ia pun berhenti berlari hanya untuk menunjukkan wajah dengan senyum menyebalkannya padaku, sebelum kembali melanjutkan langkah lebarnya diatas genangan air. Tidak tahukah ia kalau aku khawatir dengannya? Bagaimana kalau ia jatuh sakit setelahnya? Bagaimana kalau ia terpeleset dan jatuh?
Haih... orang itu.
Setelah bertahun-tahun mengenalnya, aku akhirnya tahu kenapa ia dinamai Gancang-kata yang begitu asing untuk digunakan sebagai sebuah nama.
Itu karena ia memang gancang, alias cepat, tangkas, dan cekatan.
Namun bukan berarti ia harus membuktikan berkah namanya itu sambil berlarian dari halte lalu kembali hanya dan membawa beberapa snack serta minuman hangat dari warung seberang. Dalam hati aku berdoa agar ia tak terpeleset dan jatuh, mengingat kalau jalanan akan menjadi licin ketika bertemu air hujan.
Apalagi seminggu yang lalu ada insiden tabrakan beruntun di depan halte karena sebuah mobil yang 'terpeleset' lalu menabrak dua kendaraan di depan sebelum akhirnya mencium sebuah pohon hingga tumbang.
Dan yah, ada satu korban yang meninggal dunia, aku takut kalau arwahnya masih bergentayangan di sekitar sini, lalu secara tidak sengaja menyimpan dendam pada jalanan serta hujan yang membasahinya.
"Akhirnya gue mendapatkannya juga!" ucapnya begitu ia kembali duduk di sampingku lalu menggeleng – gelengkan kepala sehingga aku terkontaminasi dengan air hujan.
"Duh diem dong! Aku jadi ikutan basah!" ucapku sambil menutup wajah dengan telapak tangan.
"Yaelah basah dikit doang nangis," sahutnya setengah meledek, aku kesal mendengarnya.
"Nih, dari pada kedinginan nunggu bus, mending kita ngopi dulu,"
Ia memberikan gelas kertas yang di masukkan ke dalam sebuah plastik bening. Dari embun yang menempel sudah dipastikan bahwa minuman itu lebih hangat dibandingkan telapak tanganku.
"Ini capucinno kan?" tanyaku mengambil minuman itu dan membuka plastik pembungkusnya.
"Yoi pluss gula, lo kan nggak kuat ama yang pahit-pahit, apalagi pahitanya kehidupan," ucapnya lalu meminum kopi hitam miliknya.
"Ish! Dasar Gancang!" rengekku lalu memukul lengannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top