13
Aku masih memperhatikan Gilang yang tak kusangka bisa mendagel di saat - saat tak terduga seperti ini. Imej kalemnya langsung menghilang.
Ya walau dia sebenarnya tidak kalem - kalem amat.
"Oi, kenapa?"
Suara Gancang membuat perhatianku teralihkan. Cowok itu masih membiarkan kumis gadungan itu menempel di wajahnya.
"Gilang, dia kayaknya lagi kesambet," ucapku sambil menunjuk cowok yang masih stay cool dengan jenggot - jenggotannya.
"Hoo...."
Gancang yang duduk berseberangan denganku itu langsung ikut memperhatikan tingkah Gilang yang out of the box kali ini.
Cowok itu memainkan kumisnya, bagai detektif yang ada di film - yang sering kami tonton di rumah Gilang tiap akhir minggu dengan kedok belajar - sebuah kebohongan untuk mengelabui orang tua agar anaknya yang jomblo ini bisa keluar di malam keramat.
Apa mungkin anomali ini disebabkan oleh hujan yang turun terus menerus di bulan ini?
Apa ini karena Gilang sempat kehujanan untuk membuang sampah ke penampungan yang ada di belakang sekolah?
Atau diam - diam cowok itu sedang demam, dan karena itu ia jadi bertingkah aneh?
"Mungkin dia ketularan olehku," ucap Gancang lalu menyenderkan tubuhnya pada kursi.
Yah, yah, untuk urusan yang aneh - aneh memang Gancang nomer 1 seantero sekolah. Tak heran ia menjadi tamu spesial di tiap acara ultah orang sebagai bintang tamu.
"Ya ini semua salahmu," sahutku
Gancang diam tak menanggapi, dia lalu melepaskan kumisnya, mungkin ia juga sudah cukup mendagel kali ini.
"Tapi ajain juga Pak Aji nggak tahu, padahal tempat duduk Gilang deket banget ama guru satu itu,"
Ya benar, mungkin karena Gilang tak mewarnainya hitam kali ya? Atau memang Pak Aji menganggap kalau kita semua ini invisibel.
Tapi sepertinya tanggapanku itu salah.
Setelah pelajaran Pak Aji kami bertiga langsung ngacir ke kantin mencari pelepasan dari dahaga serta kelaparan yang melanda.
Tanpa aba - aba Pak Aji datang menghampiri kami, ya otomatis kami kagok, Gancang hampir menyemburkan minumannya saat Pak Aji duduk di sampingnya, dan aku tersedak bakso yang kumakan.
Hanya Gilang yang tidak heboh, dengan telaten ia membantuku terlepas dari keselek yang tak elit ini.
"Bapak sebetulnya kasihan dengan nak Gilang dan Gancang,"
Oi, oi! Apa ini??!!!
Lalu sisa jam makan itu kami habiskan sambil mendengar keibaan Pak Aji yang mengira bahwa Gancang dan Gilang sebenarnya ingin punya kumis dan jenggot tapi nggak kesampean karena peraturan sekolah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top