10
Setelah puas memukul-mukul kami akhirnya tiba di lantai 4, berbeda dengan penerangan di lantai sebelumnya yang cenderung remang – remang, lantai 4 tampak terang benderang.
"Ini perasaanku saja atau memang ada yang aneh?"
Musi langsung nyeletuk, lantai 4 memang terdiri dari deretan beberapa kelas dan sisanya ruang rekreasi atau ruang klub. Hanya kelas 12 IPS 2 dan 12 IPA1 yang berada di lantai ini, yang otomatis menandakan bahwa nyaris tak ada yang akan menempati lantai ini karena kelas 12 sedang libur pasca ujian.
Jadi siapa yang menyalakan lampu?
Anak-anak dari klub? Seingatku hari ini tidak ada jadwal klub karena hari ini hari paling sakral – hari sabtu yang memang di nobatkan sebagai hari tanpa kegiatan tambahan di sekolah.
Bahkan lantai 1 – 3 yang ada siswanya tidak terang benderang seperti ini.
"Mungkin ada yang lupa mematikan lampu," sahut Genta cuek sambil tetap berjalan.
Tinggal satu lantai lagi dan kita akan tiba di lantai 5.
Fakta tidak menyenangkan, tangga di sekolah kami selalu berada di sisi yang berseberangan di tiap lantai. Misalnya tangga menuju lantai 4 berada di sisi kanan sedangkan tangga menuju lantai 5 berada di sisi kiri. Jadi mau tak mau kami harus berjalan melewati ruang yang kosong.
"Hei Jisan menurutmu ki- Jisan?!"
Kami langsung menoleh pada Reni yang berteriak histeris, lalu masing-masing dari kami menyadari bahwa Jisan menghirap.
"Ta-tadi dia bersama kita bukan?"
Polin tergagap, dan aku sama terkejutnya dengan Reni.
Aku sangat yakin kami tadi melewati siswa yang kesurupan dengan aman dan lengkap, kami bahkan selalu mengabsen tiap tiba di lantai yang berbeda.
Kenapa di tengah jalan Jisan malah menghirap?
"Oke tenang guys, tenang," ucap Genta berusaha untuk membuat suasana lebih kondusif meski aku yakin ia tidak bisa melempar ketakutannya jauh-jauh. "coba kita lihat di ruangan yang kita lewati tadi, dia mungkin masuk ke salah satunya karena ketakutan."
Aku yakin Jisan tidak akan pergi meninggalkan kami dan memilih untuk bersembunyi di salah satu ruangan, itu keputusan paling ceroboh yang pernah ada.
Namun setelah kami mengecek 3 ruangan yang sempat kami lewati, tidak ada keberadaan Jisan sama sekali.
"Horor," celetuk Polin
Ya, aku setuju dengan ucapan Polin, hari ini adalah hari tersial dan terhoror yang pernah ada di hidupku.
Lalu suara guntur menggema, serempak kami memandang kearah jendela yang menampilkan hujan yang turun dan,
tubuh Jisan yang jatuh.
Reni dan Musi langsung berteriak, Genta dan Polin langsung berlari menghampiri jendela dan membukanya, sedangkan aku hanya bisa membatu di tempat.
Bisakah kami pulang dengan selamat?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top