Bab 22
Ciuman? Pernahkah kalian mengalaminya secara langsung? Tak hanya saling kecup, tetapi juga saling melumat dan bertukar lidah(?) Semua orang tentu penasaran bagaimana rasanya berciuman layaknya orang dewasa. Apakah benar rasanya manis? Apakah benar membuat jantung seperti terbakar? Apakah benar menggairahkan?
Kurang lebih, begitulah yang Sohyun pikir sebelum akhirnya secara impulsif ia menghampiri Taehyung dan menuntaskan kepenasarannya. Beruntung atau tidak, Taehyung pun membalas undangan Sohyun hingga keduanya terlarut dalam satu nafsu yang dinamakan ciuman.
Kali pertama Sohyun merasakan itu, ia tidak tahu caranya selain hanya mengikuti insting. Bibirnya bergerak dengan bebas, malah beberapa kali meleset dari sasaran. Namun karena begitu fokus, Taehyung tak mempermasalahkannya. Sialnya, setelah adegan itu berakhir, Kim Taehyung yang menyebalkan membahas ketidakpiawaian Sohyun melakukan kissing.
"Kau ini nggak bisa ciuman, ya?"
Sohyun terkekeh. "Kalau iya, memangnya kenapa?" Mukanya yang tadi terlihat tak acuh, tiba-tiba menjadi datar dan sinis.
"Liurmu ke mana-mana nih. Mulutku cuma satu, tapi memasukkan lidahmu ke sana saja susahnya minta ampun."
"Sudah deh, jangan dibahas lagi. Aku sudah memaafkanmu, oke?"
Taehyung memperhatikan sikap Sohyun yang kembali jutek. Padahal beberapa saat lalu mereka berciuman dengan sangat panas. Apa cuma dirinya yang menikmati itu? Meskipun Sohyun amatir, bibir dan lidahnya itu benar-benar memanjakan. Taehyung tidak bisa melupakan rasanya. Sungguh menggairahkan.
"Tapi, kau menciumku? Ada apa ini? Apa kau mulai jatuh cinta padaku?"
"Tatap mataku. Apa yang kau lihat?"
"Tentu saja bayanganku. Kau mau bilang, kalau di matamu hanya ada aku. Iya kan?"
"Bodoh. Mataku ada dua dan masih ada di tempatnya. Itulah kenapa, aku tidak akan mencintai pria modal tampang sepertimu. Dan kau tahu isi kepalaku?"
"Isi kepalamu juga cuma ada aku."
"Oh, ayolah. Stop mengeluarkan kata-kata cringe seperti itu, dasar buaya! Di kepalaku masih ada otak. Satu dan utuh! Itulah kenapa, aku tidak mau jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya. Apalagi pada playboy sepertimu!"
Taehyung mengalah. Rayuannya tidak berhasil. Wanita itu rupanya tidak sungguh-sungguh tertarik padanya. Pernah mendengar kalau orang yang jatuh cinta akan terlihat jelas dari tatapan matanya? Ya. Dan tatapan mata wanita itu seperti tukang jagal yang melihat seekor sapi gemuk di depannya. Taehyung serasa ingin disembelih dan dicincang olehnya menjadi berkeping-keping. Cinta apanya?!
Taehyung yang tenggelam dalam pikiran, seketika terbangun ketika Sohyun mulai melanturkan kata-kata yang tidak masuk akal. Tak hanya itu, ia bahkan mempertanyakan apakah ia salah dengar? Apakah Sohyun waras? Apakah yang berdiri di depannya adalah Kim Sohyun yang ia kenal dan bukan orang asing yang kebetulan lewat?
"Mulai hari ini, gimana kalau kita coba jadi teman baik?"
"Hah? Teman?"
"Ya ... kau tau ... ehm, aku bosan dengan pertengkaran ini. Aku tidak ingin bermusuhan denganmu lagi. Ayo kita baikan."
Kau mengajakku berteman daripada mengajakku kencan? Apa kau tahu, kau membuang kesempatan emasmu? Wanita ini....
"Kenapa aku harus berteman denganmu? Apa untungnya?"
"Ya sudah kalau tidak mau. Kalau kerjasama kita tidak berhasil, aku lebih baik memutuskan kontrak dan mencari model lain. Lagi pula, aku masih punya waktu untuk mendesain ulang bajunya."
Taehyung terkejut. Pria itu pun menyusul Sohyun yang mulai berjalan di depannya.
"Ya nggak bisa gitu, dong?! Kau curang!"
"Dengar, Kim Taehyung. Aku mengajakmu berteman dengan tujuan yang positif. Sebagai rekan kerja, aku ingin kita punya hubungan yang baik. Juga, kupikir dendamku padamu sudah terbalaskan."
"Oh, ya? Dengan cara apa?"
"Dengan cara aku yang jauh lebih sukses di atasmu." Sohyun mengucapkan kalimat tersebut dan langkah mereka pun terhenti.
Sohyun tidak salah. Ia memang lebih sukses daripada Taehyung. Tetapi, teman? Tampaknya Taehyung tak mengharapkan hubungan semacam itu. Antara laki-laki dan perempuan, tidak ada yang namanya pertemanan. Taehyung tidak percaya, manusia bisa berteman dengan lawan jenisnya. Tentu saja, bagi seorang casanova sepertinya, Taehyung mengharapkan sesuatu yang lebih. Bagaimana kalau menyebutnya friends with benefits?
Teman yang bisa memuaskan satu sama lain. Taehyung mengakui kecantikan Sohyun dan daya tarik wanita itu. Semakin dalam Taehyung mengenalnya, semakin penasaran ia. Kim Sohyun yang ia hadapi sepuluh tahun lalu jelas sangat berbeda dengan yang sekarang. Jadi, ia ingin banyak tahu mengenai Sohyun. Apalagi setelah berciuman tadi, Taehyung merasakan sesuatu yang spesial. Perutnya terasa tergelitik. Ia tidak tahu, apakah ia punya masalah jantung. Tetapi, jantungnya tadi rasanya terlalu cepat berkontraksi. Namun setelah tidak bersentuhan dengan bibir wanita itu, jantungnya mulai tenang. Taehyung ingin tahu rasa apa itu. Tidak sama seperti ketika ia mencumbu para gadisnya, Sohyun memberi rasa tersendiri. Rasa yang belum pernah ia coba karena kebanyakan wanita meninggalkan kesan yang sama.
"Tapi kau aneh. Ajakanmu berteman itu terlalu tiba-tiba. Beberapa saat lalu, kau begitu marah dan jengkel padaku."
Sohyun menghela napas. Tidak ada gunanya lagi berkilah dan mencari pembenaran atas tindakan konyolnya. Kalau boleh jujur, terlalu banyak hal yang Sohyun ingin pelajari dari hubungan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun menurutnya Taehyung bukan orang yang tepat, tetapi ciuman itu membuatnya cukup terkesan. Tidak salah kalau Taehyung diidolakan banyak wanita. Bahkan menjadi incaran mereka. Ciuman Taehyung sangat lihai, selihai para aktor yang memainkan film romansa.
Perasaan Sohyun masih jauh dari kata cinta. Karena baginya, seorang Kim Taehyung jauh dari tipe idealnya. Dulu mungkin ia terlena, tetapi sekarang tidak. Tidak akan pernah. Satu-satunya pria baik yang ingin Sohyun cintai adalah seseorang seperti Jimin. Iya, Jimin. Tidak mungkin Taehyung.
"Aku to the point saja. Ciuman tadi membuatku puas. Jadi, tidak ada salahnya kalau ...."
"Kalau?"
"Kalau kita melakukannya lagi di kemudian hari?"
Oh astaga! Kami memiliki pemikiran yang sama!
"Sounds great!"
"Jadi kau setuju?"
"Untuk berteman denganmu dan melakukan ciuman setiap kali aku ingin?" Taehyung melipat kedua lengannya di depan dada, menaikkan sebelah alisnya untuk mengonfirmasi penawaran Sohyun.
"Untuk berteman dan ciuman setiap kali 'aku' ingin. Bukan kau yang ingin."
Sohyun bukannya tidak peka. Ia melihat dan merasakan sendiri betapa Taehyung sangat menginginkannya tadi. Sohyun tidak dapat membayangkan, berapa banyak ciuman yang pria itu inginkan jika dirinya yang memegang kendali atas peraturan ini.
"Baiklah, saat kau yang ingin."
Itu sudah cukup bagiku. Kalau aku terus merayunya dan menggodanya, dia pasti akan luluh. Aku ikuti saja bagaimana alur yang dia inginkan.
"Deal!"
Begitulah kesepakatan konyol yang mereka setujui sebelum akhirnya bergabung dan makan malam bersama para kru. Hubungan mereka yang di mata orang-orang terlihat sangat formal, perlahan mulai santai. Mereka mengobrol seperti sesama teman. Bergurau, berbagi makanan. Sangat memancing pertanyaan. Namun, seberapa banyak Hyanggi maupun kru yang lain bertanya, alasan mereka menjadi sangat akrab adalah karena mereka ingin menjadi tim yang kompak.
Ada benarnya juga. Hyanggi pun memilih tidak ambil pusing dengan sikap kedua rekannya yang berubah drastis. Lagi pula itu juga untuk kepentingan perusahaan.
***
Liburan di Jepang tinggal semalam saja. Besok Taehyung dan yang lain harus sudah kembali ke Seoul. Banyak hal yang ia alami selama di Jepang dan banyak kejutan yang ia dapati dari seorang Kim Sohyun. Sohyun wanita yang motivatif sekaligus inspiratif. Kali pertama ia merasa begitu didukung sejak sang ibu meninggal adalah ketika Sohyun duduk bersebelahan dengannya dan mengucapkan mantra ajaib. Jika kita takut mengambil peluang, kesempatan akan terbuang. Jika kita berani mengambil kesempatan, peluang akan terwujudkan.
Taehyung merapatkan dirinya ke jendela. Membuka satu-satunya ventilasi udara yang ada di kamarnya itu lalu menatap ke bulan. Seojun sudah terlelap di belakangnya. Hanya Taehyung seorang diri ditemani kekalutan pikiran. Kemarin juga ia tak sengaja melihat tubuh telanjang Sohyun. Wanita yang dari luar tampak tak berdaging itu rupanya memiliki lekukan tubuh yang bagus dan indah. Bulan di angkasa selalu mengingatkannya pada mimpi kotor yang ia dapatkan setelah pingsan di pemandian. Sekotor-kotornya pikiran Taehyung, tak pernah sekalipun ia menganggap serius fantasi liar yang terkadang ia bayangkan sebelum tidur. Tetapi Sohyun? Dengan mudahnya wanita itu merayapi otaknya, membuatnya terus terngiang-ngiang oleh ciuman panas yang ada di mimpi. Tidak hanya itu, hari ini, ia malah mendapat ciuman yang asli. Bukankah semuanya terjadi di luar dugaan?
Lihatlah, hanya memikirkan wanita itu, jantungku berdebar-debar.
Taehyung tidak bisa tidur. Jadi sekarang mereka berteman? Teman yang saling menguntungkan, ya? Taehyung belum pernah mengalaminya. Ini pengalaman pertamanya melakukan fwb (friends with benefits). Lalu bagaimana dengan Bitna?
Tidak. Hubungan mereka bukan pertemanan. Mereka pacaran, tetapi tentu saja juga saling menguntungkan. Maka dari itu, Taehyung tak pernah percaya ada seorang wanita yang mengajaknya berteman alih-alih berpacaran. Ia rasa, Sohyun sungguh telah kehilangan kesempatan emasnya. Padahal, pria itu akan dengan senang hati menerima cinta Sohyun kalau Sohyun menembaknya lagi.
"Aduh, jadi overthinking malam-malam begini."
Jam dinding menunjukkan pukul dua pagi. Taehyung benar-benar tak bisa memejamkan mata.
Di sisi lain, Sohyun asik memainkan ponselnya. Setelah sibuk mengurusi fashion week dan menikmati liburan di Jepang, pada akhirnya ia bisa menghubungi Park Jimin. Sesungguhnya, wanita itu sudah sempat mengirim pesan pada pria itu kira-kira dua hari lalu. Tetapi tak dibalas sampai sekarang. Untungnya, kali ini Jimin membalas pesannya. Ia bilang, kapan lalu kaca jendela di kliniknya dipecahkan oleh seorang pria pemabuk. Ia sibuk mengurus pertanggung jawaban pada pelakunya karena pria itu keras kepala dan merasa tidak bersalah. Namun sekarang, masalah itu sudah selesai.
"Kapan kau pulang?" Sohyun merasa lega mendengar suara Jimin dari seberang telepon. Suara pria itu yang lembut di telinganya, menggambarkan betapa penyayangnya ia.
"Besok aku sudah mau pulang. Apa Popo makan dengan baik? Apa dia sehat?"
"Anjingmu baik-baik saja. Tapi sepertinya dia kangen padamu, hahaha."
"Aku juga kangen...."
Pada Dokter.
"Oh iya, Sohyun. Kalau kau sudah di Seoul dan ada waktu luang, bisakah kau menghubungiku? Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."
Kencan?!
"Tentu saja! Tentu! Aku bisa mengosongkan jadwalku kapanpun. Bahkan, kalau besok malam Dokter mau mengajakku ke suatu tempat, pasti aku sediakan waktu."
"Eh! Jangan berlebihan! Istirahat yang cukup, masih ada hari lain. Kenapa kau bersemangat sekali?"
"Iya, dong. Kapan lagi pergi ke luar dengan Dokter? Dokter dan aku kan sama-sama orang sibuk."
Jimin tidak membantah. Memang mereka berdua memiliki kesibukan masing-masing. Tetapi, sejak bertemu di tempat gym, setidaknya mereka jadi punya alasan untuk bertemu dalam sehari. Termasuk juga saat melakukan cek kesehatan Popo, anjing Sohyun.
"Baiklah, ini sudah malam. Kau harus segera tidur supaya kondisimu tetap fit selama perjalanan pulang ke Korea."
"Oke, Dok. Dokter juga segera tidur, ya. Terima kasih sudah mengangkat teleponku malam-malam."
"Iya, Sohyun. Good night, have a nice dream."
***
Kesibukan Sohyun dimulai lagi setelah dirinya kembali ke Seoul. Kesepakatannya dengan Taehyung tak berubah. Bahkan sejak mereka memutuskan untuk 'berteman', Taehyung jadi sering datang ke apartemen Sohyun untuk numpang makan dan nonton TV. Mereka seolah berbagi tempat tinggal. Sohyun pun demikian, ia bisa dengan bebas keluar–masuk apartemen Taehyung untuk alasan-alasan tertentu. Misalnya, ketika ia kehabisan bahan makanan, kehilangan charger ponselnya, atau sekadar menitipkan anjing peliharaannya.
"Hei, kau mau aku mengurus anjingmu lagi?"
"Kenapa? Tidak mau?"
Melihat muka garang Sohyun, Taehyung manyun. Ia mengalah lagi. Selalu Taehyung yang mengalah. Entah mengapa, tetapi Kim Sohyun seakan-akan punya aura yang membuatnya takut.
"Memang kau mau ke mana?"
"Aku mau pergi bersama temanku."
"Hyanggi?"
"Apakah itu penting? Sudahlah. Jaga anjingku baik-baik, ini tidak akan lama. Aku akan segera pulang nanti."
Oh, sudah pasti pria di gym waktu itu.
"Daa~ Popo. Jangan nakal, ya. Tapi kalau buaya ini yang nakal, kau boleh menggigitnya."
"Hei! Jahat sekali."
Sohyun tergelak sebelum akhirnya melambaikan tangannya dan meninggalkan apartemen.
Sesuai dugaan Taehyung, tiba hari di mana Sohyun meluangkan waktunya untuk Jimin. Katanya pria itu ingin mengajaknya ke suatu tempat. Jadi, demi kesempatan langka tersebut, ia sampai mempersiapkan diri tiga jam sebelum waktu janjian. Memilih gaun yang cocok ia pakai sampai-sampai memakan waktu setengah jam. Mengenakan makeup yang lebih mencolok dari biasanya. Berharap ia dapat menarik perhatian pria bermarga Park itu.
Begitu sampai di lobi, Sohyun dapat melihat mobil Jimin terparkir di luar gedung apartemen. Menyadari kedatangan Sohyun, Jimin turun dari mobil. Pria itu menanggalkan jas putihnya dan mengenakan pakaian yang lebih kasual. Baru kali ini Sohyun melihat penampilan Jimin yang lebih santai. Baik Dokter Jimin maupun Jimin, keduanya sama-sama seorang gentleman. Jimin pun memutari mobilnya dari depan, membukakan pintu untuk Sohyun dan mempersilakan wanita itu masuk ke kendaraan roda empatnya.
"Kita mau ke mana?"
"Nanti kau akan tahu." Jimin mendapati Sohyun yang belum mengenakan seatbelt-nya.
"Permisi." Seiringan dengan kata yang penuh sopan santun itu, Jimin membantu Sohyun memasang seatbelt.
Sohyun yang terkejut sampai-sampai menahan napas. Tetapi ia tak tahan untuk tidak menghirup aroma rambut dan tubuh Park Jimin. Karakter pria itu sama seperti parfum yang dipakainya. Teduh dan hangat seperti perpaduan wangi cedar dan cendana. Selain itu, Jimin terlihat begitu maskulin dengan melipat lengan kemejanya ke atas. Apalagi dengan tiga kancing bagian atas yang tidak dikaitkan. Jimin juga merapikan rambutnya ke belakang, membuat Sohyun dapat merangkum jelas seluruh bagian wajahnya.
"Te–terima kasih, Dok."
"Sama-sama."
Ah, dia menjawabku! Pria ini terlalu santun, aku menyukainya!
Perjalanan mereka tak memakan waktu lama karena sepuluh menit kemudian mereka sudah tiba di sebuah butik. Sohyun—dengan insting desainernya—mengamati betul gaun-gaun yang terpajang di sana. Satu per satu. Sesekali memuji gaun yang menurutnya unik dan menarik.
"Magnifique!*" seru Sohyun ketika melihat sebuah dress putih dengan panjang di atas lutut, yang terpajang di bagian paling depan butik tersebut. Sepertinya sang pemilik memang sengaja menjadikan dress tersebut sebagai highlight tokonya.
"Dress-nya cantik dan elegan sekali. Bukankah gaya cut-out seperti ini juga sedang menjadi trend?"
Saking terhanyut dalam kekagumannya, Sohyun tidak sadar, Jimin yang berada di belakang memperhatikannya tanpa berhenti tersenyum. Hingga pemilik butik tiba dan memberi sedikit penjelasan terkait produknya.
"Benar, Nona. Gaya dress ini memang sedang nge-trend. Bagian bahu gaun ini didesain empuk, detail ruched di permukaan kainnya membuatnya jadi lebih elegan. Saya yakin, jika Nona yang mengenakannya, maka akan lebih sempurna."
"Ah, berapa harganya? Tiba-tiba saya tertarik untuk beli." Sohyun bersiap mengeluarkan dompetnya. Namun, tangan Jimin mencegahnya.
"Jangan, biar aku saja."
"Maaf? Maksud Dokter?"
"Aku memang ingin membelikan gaun untukmu."
Membelikanku gaun? Atas dasar apa?
***
Tbc
Apa ya? Kok Jimin mendadak mau beliin Sohyun gaun🧐
Tunggu kelanjutannya~
💜💜💜
*Magnifique [France] = luar biasa!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top