Bab 13
"Kim Taehyung, mengakulah kalah. Kau menyukaiku, kan?"
"Tidak!! Tidak mungkin."
"Semuanya, kalian lihat sendiri kan, bagaimana pria ini menatapku saat kami berdansa?"
Semua orang menganggukkan kepala. Beberapa ada yang tertawa melihat ketidakberdayaan Taehyung di sana. Seorang playboy yang jatuh cinta pada gadis yang pernah ditolaknya, ini akan menjadi headline news dengan segera.
Kim Taehyung terpojokkan di pesta. Ia menatap mata semua orang dengan tatapan pemburu. Seolah-olah mengatakan awas kalian, kalian akan tahu akibatnya karena telah mempermalukanku. Kim Sohyun alias Miss Elena masih berdiri pongah di hadapannya. Lengannya bersilang di depan dada, menunjukkan postur berani dan tanpa ragu. Taehyung seperti melihat orang lain dari sosok Sohyun yang ia kenal dulu. Meskipun begitu, ia heran, bagaimana bisa Kim Sohyun menjelma jadi Miss Elena yang ketenarannya tak terbantahkan itu? Ia benar-benar sudah kalah telak.
Hal paling mengerikan pun terjadi. Ketika Sohyun mengeluarkan ponselnya dan memulai live streaming. Mengingat followers instagram Sohyun yang melebihi delapan juta, tentu saja, pada menit pertama penonton siaran langsungnya mencapai ratusan ribu. Sohyun menghadapkan kamera ke wajahnya. Dengan senyum yang mengembang, ia melambai ke layar, menyapa penggemarnya.
"Hi, all! I'm in Seoul right now. Kami sedang mengadakan pesta reunian di sini. Semua ini adalah teman-teman seangkatanku ketika sekolah menengah atas. And do you know, what surprised me the most today? That the "bad guy" from my high school is fallin' for me!"
Ribuan komentar bermunculan. Taehyung tak mengetahuinya karena ia tak membuka ponsel—saking terpaku dan speechless gara-gara terkuaknya identitas Elena. Namun, kicauan dari para tamu itu terdengar jelas di telinganya. Ia jadi tahu, bahwa banyak orang memihak Kim Sohyun, dan tak sedikit yang mengejek dan menghujatnya. Taehyung keringat dingin, apakah setelah ini kariernya benar-benar menemui jalan buntu?
"Kau, menyapalah ke kamera! Hari ini kau adalah center-nya! Kau mau diam saja?"
Taehyung menghadang ponsel Sohyun menyoroti wajahnya. Ia malu. Sungguh, ia tidak ingin banyak orang yang menertawakan ekspresi merah padamnya. Sudah cukup Sohyun mempermainkannya di lokasi pesta, kini ia ingin menyebarkan aibnya ke seluruh dunia? Apa wanita itu ingin membalaskan dendamnya? Dasar kekanakan!
"Hei! Tatap aku! Tidak sopan memalingkan wajah ketika orang lain mengajakmu bicara," bentak Sohyun. Wanita itu menarik kerah kemeja Taehyung. Mengintimidasinya melalui mata, menekan Taehyung agar menuruti setiap ucapannya. Dan berhasil.
"Mulai sekarang, kau anjingku. Kau harus menuruti semua perintahku. Mengerti?"
Sohyun tertawa iblis. Begitu pula orang-orang di sekitarnya. Bayangan mereka meliuk-liuk, perlahan semakin abstrak. Namun, entah bagaimana ceritanya hanya wajah Sohyun dengan ekspresi menyeramkannya yang dapat ia lihat. Kepala Taehyung pusing mendengar tawaan yang kian menggema, rasanya mau pecah.
"Hentikan!" mohonnya, tetapi tidak digubris oleh siapapun.
"Kau anjingku, Taehyung! Jadilah anak yang penurut, hahaha!"
Taehyung menutup kedua telinganya. "HENTIKAAANNN!"
Suara alarm dari ponselnya mengembalikan kesadaran Taehyung. Kondisinya kacau, baju berantakan dan beberapa ada yang berserakan di lantai. Kepalanya berat karena semalam banyak minum. Ia tidak tahu, siapa yang mengantarnya pulang ke apartemen. Namun, seingatnya, wajah sahabatnya—Taeyong—yang semalam ia tangkap terakhir kali.
Taehyung menggerayangi meja di samping tempat tidurnya. Biasanya, ia menaruh segelas air putih di sana. Tetapi anehnya, mejanya bersih dan rapi. Selimut dan seprainya juga berganti warna. Oh, apa ini termasuk service yang diberikan oleh apartemen?
Ia pun menurunkan kakinya ke lantai. Lukisan menyeramkan yang ia sembunyikan di bawah ranjang juga menghilang. View dari kaca jendelanya yang transparan, menunjukkan sudut yang berbeda. Apa aku masih mabuk? Rasanya, unit apartemenku seperti sedang bergeser. Taehyung pun menuju kamar mandi, berniat membasuh muka. Kamar mandinya masih sama. Dari segi tata letak dan fasilitas di dalamnya. Namun, ada yang berbeda. Di mana semua peralatannya? Sikat dan pasta gigi, sabun, pisau cukur dan krim cukurnya, serta yang paling penting ... tempat sampahnya yang penuh tisu! Barang-barangnya menghilang. Taehyung histeris. Buru-buru ia keluar dari kamar mandi dan tebak, Kim Sohyun dengan jersey buluknya duduk santai di atas tempat tidur sambil memakan roti panggang.
"Haah!!" Taehyung tersungkur jatuh ke belakang. Pantatnya terasa nyeri.
"Sudah bangun? Wah, nyenyak sekali tidurmu, sementara aku harus pindah ke atas sofa semalam."
"Apa yang kau lakukan di apartemenku?!"
Sohyun mengernyitkan keningnya. Setelah menghabiskan sisa roti di tangannya, ia bangkit berkacak pinggang. Bibirnya sibuk mengunyah makanan.
"Bukannya aku yang harusnya tanya begitu? Kau masih tidak sadar, ini apartemen siapa?"
Taehyung sadar! Tapi tanpa sadar, ia masih mengira kalau itu unit apartemennya. Padahal, ia semalaman penuh menumpang di rumah Sohyun! Me–num–pang.
"Oh, kau menculikku, ya? Kau sengaja kan membawaku ke sini? Jangan-jangan kau—"
Taehyung dengan kegilaannya mengira bahwa Sohyun mungkin telah menodainya. Ia memeriksa sekujur tubuhnya, siapa tahu menemukan tanda-tanda penganiayaan. Tetapi nihil, tubuhnya sangat bersih dan sehat.
"Sekarang kau berpikir aku memperkosamu?! Kau gila? Aku yang ketakutan semalam! Dasar! Pergi kau dari sini, jauh-jauh sana!"
Sohyun menarik lengan Taehyung secara kasar, menggiringnya keluar melalui pintu balkon yang lebih dekat dari kamarnya. Taehyung masih tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana ia bisa sampai sana? Apa yang sudah ia lakukan?
"He–hei, kita bisa bicarakan baik-baik! Kenapa kau mengusirku seperti ini?"
"Pergi, secepatnya! Atau kuhancurkan wajahmu yang tampan itu, mau?"
"Miss, maksudku, Sohyun ... katakan, apa yang sudah terjadi semalam?"
"Kalau kau masih waras, ingat-ingat saja sendiri! Dasar mesum!"
Brak. Suara pintu terbanting cukup keras. Beruntung kaca pintu itu sangat tebal dan kuat, sehingga tidak mudah pecah ketika menjadi korban amukan Sohyun. Sohyun dari dalam apartemennya terengah-engah. Tempramennya memuncak jika mengingat kejadian semalam.
"Kim Taehyung bodoh!!!"
Ia berlari ke arah cermin. Menaikkan jersey oversize-nya sampai ke atas lutut. Memperlihatkan sedikit bagian pahanya yang membekas keunguan.
"Bagaimana dia bisa membuat tanda di sana? Dari semua tempat? Ah, gila!"
Sohyun bersyukur itu tidak di leher. Tetapi, kenapa harus di paha juga? Semalam ia sudah berbaik hati mempersilakan Taehyung masuk. Karena lelaki itu terlalu mabuk, ia tidak dapat memberitahukan kata sandi apartemennya. Sohyun meletakkan Taehyung di lantai, melemparkan selimut ke arahnya lalu ia tinggal tidur di kamarnya yang hangat dan empuk. Begitu menuju dini hari, Sohyun merasakan dingin. Meskipun penghangat ruangan di apartemennya bekerja dengan baik dan tanpa cela, tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu yang basah di bagian pahanya. Ketika sudah cukup terganggu, Sohyun pun membuka mata. Ia terkejut ada Taehyung di atas kasurnya sedang membuat mahakarya menggunakan keterampilan mulutnya.
Sialan. Sohyun nyaris tak percaya pada apa yang ia lihat. Ia menendang kepala Taehyung sampai pria itu terjatuh dari tempat tidur. Namun Taehyung tidak menyerah. Seperti orang kerasukan, ia mendekati Sohyun dan terus ingin berbuat mesum. Sohyun tak ada pilihan lain selain kabur dari kamarnya dan mengunci pria itu dari luar. Begitulah, malam paling menakutkannya terjadi di apartemennya sendiri.
"Lihat saja nanti!"
***
"Kenapa kau mengenakan headband? Ingat, kau bukan idol, tidak cocok tuh."
"Hyung, diamlah! Setidaknya kau tanya, apa aku semalam baik-baik saja? Bagaimana kabarku? Bukannya malah mengejekku begini."
"Mood-mu akhir-akhir ini buruk sekali, sedikit-sedikit marah. Kenapa? Ah, tidak. Dibandingkan itu, sebaiknya kau lepas headband-mu, mengganggu sekali."
"Aku keren kok pakai ini, kau saja yang selalu menghakimiku. Kau tidak lihat, bagaimana reaksi wanita-wanita di luar sana yang menjerit karena ketampananku setelah mengenakan headband?"
Seojun menatap jenuh modelnya. Begitulah, Taehyung selalu narsis terhadap penampilannya sendiri. Membuat Seojun hampir muak. Walaupun sejujurnya memang perkataan Taehyung tidaklah salah. Pria itu selalu tampan dengan style apapun. Dia selalu berhasil membawakan pakaian dengan tema apapun secara sempurna.
Bukan tanpa alasan, Taehyung menutupi jidatnya dengan headband karena menemukan bekas kemerahan di sana. Seperti habis disepak kuda. Taehyung mengeluh karena itu tak kunjung hilang meskipun sudah dikompres air hangat. Ia juga tak suka memoleskan banyak makeup. Hal itu hanya akan membuat warna asli kulitnya berantakan. Ia bisa saja mengenakan beanie alih-alih headband yang kata manajernya terlalu aneh. Tetapi, bukankah headband lebih cool? Setidaknya, itu yang ia pertimbangkan.
Setelah keributan semalam dan tadi pagi, rasanya ia malas bertemu lagi dengan Sohyun. Sekarang Taehyung tahu, siapa Miss Elena yang sebenarnya. Ia tak dapat menyembunyikan ketidaksukaannya. Meskipun sempat terlena oleh kecantikan Elena, Taehyung tidak pernah terpikir akan jatuh cinta apalagi pada gadis yang sudah ia tolak dulu. Tidak akan!
"Miss, sudah datang?" sapa Seojun.
Sohyun memasuki studio seperti biasanya. Seprofesional mungkin. Jelas ia berbeda dari Taehyung yang terlalu mengandalkan emosi. Sohyun lebih ahli mengendalikan diri. Jika tidak, ia tak akan sesukses ini.
"Tuan Seojun, baju untuk Taehyung kenakan sudah siap. Rencana untuk mengikuti Fashion Week di Tokyo sudah kami bicarakan dengan Pak Direktur. Persiapan tinggal beberapa minggu lagi, saya harap, Anda menjaga kesehatan artis Anda dengan baik. Jangan biarkan dia banyak minum. Alkohol dapat merusak kulitnya yang mulus."
"Bahkan mungkin, kulit orang lain," tambahnya setengah berbisik.
Seojun tidak paham, mengapa tiba-tiba Sohyun membahas tentang alkohol. Ketika ia menelisik ke arah Taehyung, pria itu tampak menghindari tatapannya dan tatapan Sohyun. Ada apa dengan mereka? Apa yang aku lewatkan?
"Headband yang bagus, Tuan Kim! Aku tidak sabar menantikan style anehmu yang berikutnya," tutup Sohyun. Wanita itu pun langsung menyibukkan diri dengan agendanya terkait persiapan Fashion Week.
"Selera Pak Direktur memang tak perlu diragukan, lihatlah mereka. Aku yakin, para model ini akan menjadi besar pada waktunya."
"Anda benar, Miss. Mereka adalah orang-orang terpilih. Sangat sulit untuk mendapatkan jadwal kosong mereka, namun begitu manajer mereka mendengar nama Anda, mereka dengan mudahnya menandatangani kontrak."
"Saya seberpengaruh itu ya, haha."
Basa-basi antara Sohyun dan Boreum rasanya tak kunjung berakhir. Mereka puas dengan para model yang dipilih langsung oleh direktur El-Roux untuk mengikuti peragaan busana yang sama dengan Taehyung. Tak hanya tampan secara fisik, memiliki tubuh yang tinggi dan sesuai standar, mereka ternyata sangat lihai menguasai panggung ketika diminta Sohyun untuk menunjukkan bakat di hadapannya.
"Boreum-ssi, katakan, di antara mereka yang mana tipemu?" bisik Sohyun.
Boreum terkekeh mendengarnya. "Miss, untuk sekarang, bagi saya karier yang terpenting. Namun, jika Anda bertanya demikian, saya tertarik pada pria yang ketiga tadi."
"Hoho, sudah kuduga. Pria yang imut itu menggemaskan. Tidak hanya imut, badannya juga sangat bagus," komentar Sohyun. Aku jadi teringat pada Dokter Jimin, apa yang ia lakukan sekarang?
***
"Sohyun, kau ke sini? Bukankah jadwal cek kesehatan Popo masih besok lusa?"
"Hm, aku ... aku hanya ingin berkunjung saja. Memangnya tidak boleh?"
Jimin mengurai senyum. Ia sedang menangani seekor anjing yang tampak lemas di atas meja periksa. Menyuntikkan sesuatu melalui bagian atas kulit lehernya.
"Namanya Taro, kemarin pemiliknya membawanya kemari dengan panik. Waktu itu Taro dalam keadaan lemas, bahkan sekarang masih lemas. Ia keracunan makanan."
Sohyun mengangguk-angguk menangkap penjelasan singkat dari Jimin. Selesai melakukan tugasnya, Jimin mengembalikan Taro ke kandangnya. Jika kondisi tubuh Taro membaik, Jimin berencana mengabari pemiliknya agar dapat dibawa pulang. Begitulah keseharian Jimin, menangani dan merawat hewan peliharaan yang sakit.
"Kau sudah makan malam?"
"Belum. Kalau Dokter bagaimana?"
"Aku juga belum. Mau makan malam bareng? Di dekat sini ada kafe milik sahabatku. Kita bisa makan gratis di sana."
Sohyun tertawa. Makan gratis untuk sahabat apa makan gratis untuk pria tampan? Sohyun tak bisa membedakannya.
"Baiklah, kebetulan aku tidak punya uang," canda Sohyun. Keduanya pun berjalan kaki menuju kafe yang letaknya tak begitu jauh dari klinik Jimin.
"Bagaimana Popo?"
Sohyun sudah menebaknya. Pembicaraan mereka pasti tak jauh-jauh dari Popo. Kalau dipikir-pikir, ini mirip perbincangan bisnis dan hubungan mereka sekadar hubungan bisnis. Tapi Sohyun tidak masalah, secepatnya ia akan mengubah persepsi Jimin terhadapnya. Mereka akan dapat mengobrol dengan nyaman, bukan dalam hal pekerjaan, melainkan keseharian. Sohyun yang akan memulainya.
"Dia anjing yang pintar. Belakangan dia sangat aktif. Aku sampai kelelahan mengajaknya bermain. Jika sedang sibuk, terkadang asistenku membantuku mengurusnya. Anehnya, Popo jadi sangat rewel ketika kutitipkan pada asistenku itu. Aku jadi kasihan padanya."
"Ya, intinya aku tidak salah mempercayakan Popo padamu. Dia sangat menyukaimu kan."
Makanan tiba, mereka mulai sibuk mengadu sendok dan garpunya. Sesekali Sohyun melirik Jimin, pria itu makan dengan sangat tenang. Sohyun jadi sungkan untuk mengajaknya bicara.
"Hm, Dokter. Apakah tidak akan ada yang marah kalau kita makan berdua saja?" pancing Sohyun.
"Maksudmu? Siapa yang akan marah?"
"Ya, siapa ... gitu, Dok? Pacar ... mungkin?" ujar Sohyun penuh kehati-hatian.
Jimin meletakkan sendok–garpunya, lalu meneguk air. Tampak Jimin menarik napas dalam. Ia kemudian menautkan kedua jarinya, menumpu dagunya di atas sana.
"Sepertinya tidak."
Jawaban singkat Jimin malam itu berhasil menggunggah semangat Sohyun. Bolehkah sekali lagi ia berharap? Apakah kesempatannya kali ini juga akan berujung pahit seperti dua kisah cintanya yang sebelumnya? Sohyun sangat ingin membuka hatinya lagi. Namun ia sangat takut, takut jika akan dikecewakan. Ia puas memberi Taehyung pelajaran di hari reuni, ia puas mendapat kecupan dari Vernon meskipun hanya sebagai sahabat, tetapi kali ini, ia ingin bersungguh-sungguh mendapatkan hati seorang pria.
Setelah memikirkannya matang-matang, Sohyun pun menata hati. Ia mengatur napasnya dan jantungnya yang berdetak tidak beraturan. Tangannya bergerak gelisah. Tidak, aku tidak boleh ragu. Aku harus memberanikan diri.
"Kalau begitu, apa aku boleh mendekati Dokter?"
Sohyun harap, ia tidak akan menyesal nanti.
***
Tbc
Ding dong deng ...
Maaf ya baru up. Mood naik turun pokoknya, banyak hal yg terjadi tapi sudahlah... Semoga kalian menikmati cerita ini :)
Vomment juseyo~
Bonus pict uri main lead juga deh, sekalian :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top