Chap 9 : Kemarau
"Kau yang ditugaskan bersama Gendis menjemput Tuan Surya. Apa kau bisa ceritakan bagaimana mereka selama di perjalanan?" nada Putri Hanifa mengoreksi setelah mereka sudah berada di kamar Putri Hanifa. Nayla mendengar ucapan yang lebih terdengar seperti perintah, membuatnya menceritakan semua yang diketahuinya.
"Selepas menemui makam ibunya. Gendis memberikan surat perintah Raja Dapunta kepada Pangeran Aryo. Kemudian, Gendis disuruh menemui sendiri Tuan Surya yang sedang bertugas di pintu kerajaan. Kami berbicara menjauh dari istana mencari tempat yang nyaman. Ternyata Tuan Surya mengajak kami ke tepi Sungai Musi. Ia sudah dengar ada surat perintah bahwa dia tak lama lagi akan pergi ke Lubuk Linggau. Tapi, sebelum mendengar apapun di Tepi Sungai Musi itu Tuan Surya berkata tidak ingin ikut, dia harus menjalankan tugas di Ibu Kota. Hari pertama permintaan Gendis ditolak oleh Tuan Surya, meski ia sudah membawa surat perintah itu. Hari kedua Gendis bernegosiasi dengan Panglima yang memimpin perjalanan kereta kuda kami, untuk menunda kepulangan sampai nanti sore karena Gendis akan membujuk Tuan Surya kembali. Di hari kedua Gendis sangat bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Kami menyukai syairmu bukan sekedar menikmatinya, tapi karena kami bisa merasakan yang coba kau tuliskan pada dunia," itu lah yang dikatakan oleh Gendis.
"Oh ya?" Nada Surya terdengar sedikit tertarik. "Kalau begitu katakan apa yang ingin kuceritakan pada dunia? Kau berkata seolah mengerti tentang diriku," jawab Tuan Surya dengan nada gamang.
Cerita pada bagian pertama oleh Nayla ini membuat Putri Hanifa tampak setengah tidak yakin, karena sifat itu amat berbeda dari yang ditemuinya selama Surya ada di sini. Putri Hanifa kembali mendengarkan dengan seksama.
"Pada puisi yang berjudul bising kota, ada kesedihanmu di sana. Tentang masalalumu bukan? Kau sedang mencoba berdamai dengan masa lalumu." Mendengar jawaban Gendis, Tuan Surya menjadi seperti membatu. Bagai anak panah yang melesat tepat pada sasaran.Sepertinya, Gendis berhasil membuat sisi lain Tuan Surya jadi terlihat.
"Bagaimana kau bisa menebaknya?" Suara Tuan Surya bergetar saat itu, Putri. Dan Gendis setengah tertawa kecil, aku masih ingat ekspresinya sampai dengan sekarang.
"Karena aku pun sedang menjalaninya. Ayahku adalah seorang bapak yang mengajari anaknya mencuri. Bagaimana ia bisa kupanggil bapak jika ia melakukan itu padaku? Bagaimana mungkin aku bisa memaafkan masalaluku? Meski aku lari sejauh apapun darinya. Hatiku masih tidak bisa membenarkan yang kulakukan sampai dengan sekarang. Karena aku terus mencemaskannya," Suara Gendis amat serak. Terbata-bata setengah ingin melanjutkan tapi setengahnya ingin berhenti sampai di sana. "Ini permintaan terakhirku. Maukah kau memenuhi perintah Raja kami, untuk Putrinya Putri Hanifa yang amat menyukai semua karyamu?" Nada Gendis datar namun lugas, membuat kesan tegas meminta dengan terhormat. Mungkin karena itulah, Tuan Surya jadi ikut kami ke sini,"
Nayla selesai menceritakan episode pertamanya kini siap-siap melanjutkan episode ke dua. Sebelum itu Putri Hanifa menelan ludah yang mendadak terasa pahit, Gendis membujuk Surya sampai mau membuka rahasia ayahnya? dari dulu Gendis tak pernah menceritakan apapun tentang ayahnya pada siapapun kecuali pada Putri Hanifa seorang. Bahkan ketika Raja Dapunta bertanyapun Gendis hanya bungkam. Tak semudah itu ia bicara, tapi dengan Surya ... Putri Hanifa tertegun. Nayla kembali bercerita.
"Dan ketika di kereta kuda. Tanpa aku bisa menyelip pembicaraan mereka, Putri. Tuan Surya dengan gampangnya bertutur pada Gendis bahwa Gendis harusnya bersyukur pada kehidupan Gendis yang jauh lebih beruntung darinya. Karena dia adalah anak pungut Perdana Menteri. Dia dipungut dari jalanan dekat rumah Perdana Menteri. Kebalikan dari kisah Musa, jika Asiyah amat menyayangi Musa. Tapi, dalam hidup Tuan Surya tidak. Istri Perdana Menteri malah terang-terangan tak suka, ditambah anak Perdana Menteri Brahman yang begitu ketara membenci Tuan Surya. Akhirnya Surya diminta perdana Mentri untuk menjadi prajurit kerajaan dan tinggal di kerajaan. Sebenarnya kenapa Tuan Surya tidak ingin ikut pergi sebelumnya karena Perdana Menteri akan pergi selama tiga bulan untuk tugas negara di Pulau Jawa, Tuan Surya ingin menjadi salah satu pengawal, menjaga Perdana Mentri. Namun semalam Perdana Menteri mengajaknya bicara agar tidak ikut pergi dengannya, malah menyuruhnya memenuhi undangan Raja Dapunta. Karena Raja Dapunta adalah keluarga kerajaan pangeran Aryo Damar, suatu kehormatan baginya bahwa anaknya di panggil karena karya yang dimiliki Tuan Surya. Maka dari itulah Surya jadi mempertimbangkan ajakan Gendis."
"Padahal belum lama mereka bertemu. Tapi, mereka sudah saling percaya menceritakan satu-satu kisah yang pernah mereka lalui.Dan Gendis lebih banyak menceritakan tentang Putri. Ia memang sesekali menceritakan tentang Lubuk Linggau dengan segala keramaiannya, namun ia lebih banyak menceritakan tentang Putri. Bahkan Gendis menyanjung Putri, aku masih ingat Gendis bilang bahwa 'Putri adalah alasan baginya untuk tetap menjalani hidup ini. Membuatnya tidak lagi memandang kehidupan dengan kemarau. Karena bagi Gendis, Putri adalah poros di mana Gendis memiliki kepercayaan diri pada kehidupan,"
Nayla terdiam sebentar, seperti mengingat hal yang pernah disaksikannya, mereka sedang jatuh cinta, Nayla bertaruh keras dengan fikirannya saat menyaksikan percakapan Tuan Surya dan Gendis waktu itu. Ia bisa lihat sikap mereka seakan berbicara bahwa rasa nyaman sudah menghangat di hati.
Mendengar rangkaian kisah itu, membuat Putri Hanifa ingat akan sesuatu. Satu lagi DVD ingatannya baru di sadari. Saat dirinya, bersama Gendis dan Surya menuju Danau Raya. Putri jadi tahu apa yang dimaksud Surya:
"Tapi kurasa racun di biusnya tuan Putri tidaklah mematikan. Malah membius seseorang untuk membuat suatu kehidupan yang baru, membuka lembar cerita yang indah dan lebih berwarna," saat itu Surya berucap sambil menatap Gendis. Putri Hanifa baru tahu sekarang bahwa tatapan Surya pada Gendis saat itu adalah tatapan indah memandang sang pujaan hati. Membuat Putri Hanifa menjadi sedih karena ia saat itu malah asik dengan perkataan yang dirasanya adalah pujian. Benarlah kata orang, wanita lebih dominan pada perasaan, padahal faktanya sering tidaklah seperti itu. Faktanya tidak seperti yang mereka rasakan.
Hembusan angin masuk melalui jendela kamar Putri Hanifa, seakan ia ingin merengkuh dalam jeritan hatinya, bahwa selama ini ia tidak pernah berarti apa-apa bagi Surya. Bahkan sejak awal ia sudah tidak pernah ada kesempatan.
Nayla bercerita sampai selesai dengan menerangkan kisah sepuluh hari perjalanan Gendis dengan Surya adalah sebuah keakraban, hingga bisa di tarik kesimpulan bahwa perjalanan itu menimbulkan risalah cinta di antara mereka.
***
Vote dan comment yaa agar kami tambah semangat 💕 insyaallah di-update lagi Sabtu ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top