8
Akhir bulan yang menyenangkan!!!
Akhirnya setelah dua bulan kemarin divisiku yang gagal sampai target, bulan ini kami berhasil.
Ah, akhirnya bisa shopping bareng Dori.
Informasi ini aku dapatkan tadi pagi di grup divisiku via whatsapp, sudah ramai sekali, pembicaraan yang awalnya tidak jelas, tiba-tiba Bang Ramo bilang kalau divisi kami achive target, langsung deh segrup heboh.
Saat sampai diruangan pun, kami semua tersenyum ceria, seakan mencapai kemenangan yang sudah lama di nantikan.
"Shopping, yuk," tahu-tahu Dori sudah duduk di depan mejaku.
"Bukannya nanti sore Bang Bintang ngadain makan-makan dirumahnya?" Aku bertanya sambil menghidupkan komputer.
"Eh, iya, lupa gue, Bang Refan ikut?" tanya Dori.
"Mana gue tau."
Dori mendelik gemas, "Yaelah, masih begini terus, gak bosen apa lo berdua,"
"Apanya yang begini terus? Bosen kenapa sih?" aku bertanya dengan santai.
Berbicara soal Andra, hubungan kami masih seperti ini, tidak ada yang berubah, selain caraku menyikapi segala hal yang Andra lakukan terhadapku, aku jadi lebih bisa mengontrol segala rasa yang muncul, kadang Andra suka membuatku bahagia, dengan caranya yang sederhana membuatku mencintainya dengan sangat, tanpa bisa ku cegah.
Aku sedang masuk shift pagi, bersama Dori, dan Bang Ramo, hari ini kami berencana ingin makan-makan dirumah Bang Bintang yang kebetulan dapat jatah libur.
Ya, ini kegiatan rutin kami sebetulnya, dulu sih, saat bulan Ramadan saja, tapi karena kami berempat doyan makan semua, alhasil tiap akhir bulan pasti kami makan-makan begini, entah dirumah ataupun diluar.
Dori menatapku sebal, "Gak ngerti gue sama pikiran kalian berdua, hal gampang kok dibikin ribet."
Aku terkekeh, Dori langsung balik ke kubikelnya, karena jam kerja baru saja dimulai.
Pukul 16.28
Aku, Dori dan Bang Ramo sudah sampai dirumah Bang Bintang yang bertempat tinggal di daerah Fatmawati, Jakarta Selatan.
Kami langsung menyalami Tante Intan-Ibu Bang Bintang- sudah sering kesini, tentu Tante Intan sudah mengenal dekat dengan kami, "Ih, makin cantik aja sih Flira sama Alya, udah lama gak main kesini, bikin pangling." kata Tante Intan dengan senyum tulusnya, membuat aku dan Dori tersenyum malu.
"Tan, jangan panggil dia Alya, namanya Dori,"gurau Bang Ramo.
Aku tertawa dengan Bang Bintang, Dori sudah memasang tampang sebal, kena terus dia sama ledekannya Bang Ramo.
"Katanya empat orang yang dateng, Bintang, kok cuma tiga?" tante Intan menatap anaknya.
Bang Bintang tersenyum, "Sebentar lagi sampe kok, Bun. Macet katanya dijalan."
Aku, dan Dori langsung menatap kearah Bang Bintang, penasaran, pasalnya kami tidak tahu kalau akan ada orang lain yang diajak ke rumahnya.
Sampai pintu depan dibuka oleh pembantu keluarga Bang Bintang, muncul lah sosok laki-laki yang sudah tidak asing di hidup ku, dengan kemeja berwarna maroon yang sudah digulung hingga siku, rambut yang sedikit berantakan, dan jangan lupakan kacamata kerja miliknya, itu semakin menambah kadar ketampanan dari seorang Refandra Atmadja.
Dengan tatapan lembut, lalu senyum manis yang ia tampilkan, langsung membuat jantungku berdesir, Andra selalu bisa membuatku mati gaya. "Assalamualaikum," salam Andra langsung menyalami Tante Intan, menyalami Bang Ramo, Bang Bintang, dan Dori, berjalan kearahku yang justru malah mengacak pelan rambutku.
"Woy! Jangan pacaran disini." Bang Ramo langsung marah, hahahaha. Dasar, tidak bisa melihat orang bahagai sedikit. Eh ...
Aku tersenyum malu.
"Hahaha, yaudah, Tante tinggal dulu ya. Kalian lanjutin deh, ngobrolnya." tutur Tante Intan sebelum berjalan kearah dapur.
Dori langsung mendecak, tahu banget dia ini aku lagi deg-degan makanya begitu, "Ngapain sih Bang begitu, udah tau Lira gampang baper. Sengaja banget lo." ucap Dori yang langsung menghasilkan gelak tawa dari kaum adam ini.
Aku mendelik tajam, apaan sih?!
Andra menatapku dengan lembut, sambil tertawa pelan, lalu ia melepas kacamata kerjanya, "Jangan gitu dong, Al. Kasian Rara." usil Andra menatapku jenaka.
Asli! Kenapa harus lepas kacamata sambil ngomong sih? Ganteng banget.
"Ih, Andra! Apaan sih,"
"Ya, elah, gemes banget gue liat lo berdua, jadian buru. Biar gue bisa gerak cepat." Bang Bintang menyahut.
Giliran aku yang membalasnya, "Lo dulu aja sih, Bang. Udah 2 tahun nahan rasa, betah amat," Aku menatapnya dengan jenaka.
Bang Bintang sudah siap meledakkan marahnya, namun tertahan oleh ucapan Andra, "Tang, Gue belum solat asar, boleh numpang solat disini, kan?" tanya Andra sambil melepas jam tangan miliknya.
"Nitip dulu, Ra. Takut lupa," tiba-tiba Andra memberikan jam tangannya padaku.
Bang Bintang, Bang Ramo, dan Andra langsung berjalan lebih dalam ke rumah Bang Bintang, sedangkan aku dan Dori berjalan kearah dapur, bukan kami banget kalau mampir kerumah orang malah nyantai begini, hehe.
Ku taruh jam tangan Andra di tas kecil milikku, mengikuti Dori yang sudah berjalan lebih dulu ke arah dapur. "Tan, kita bantu ya, biar lebih cepet selesai juga," kata Dori dengan senyum manisnya.
"Eh, jangan, gak usah, Alya, Flira. Gak pa-pa kok, udah ada bibi juga." ucap Tante Intan menahan gerakan tanganku yang sudah ingin ikut memotong bahan makanan.
"Tan, gak pa-pa, kita jarang kesini, kangen masak bareng," kali ini Aku menyahut dengan tawa kecil.
****
Kami baru saja selesai makan malam, setelah tadi solat magrib berjamaah di rumah Bang Bintang, sekarang kami sedang berkumpul diruang keluarga, di temani cemilan juga minuman.
Andra mengambil posisi tepat di depanku, hanya terhalang oleh meja, Bang Bintang di depan Dori, lalu ada Bang Ramo di samping Andra, tidak ada hentinya kami ngobrol, ada saja topik yang asik untuk di bahas.
"Bulan ini rumah gue, bulan depan mau di rumah siapa?" Bang Bintang mengubah topik pembicaraan kami.
"Rumah gue aja, anak gue kangen kalian." sahut Bang Ramo, ya, yang sudah menikah baru Bang Ramo, istrinya juga salah satu rekan BI dulunya, namun ia resign, pernikahan yang selalu menebarkan keharomisan, sudah hampir 7 tahun pernikahan mereka.
Kami semua mengangguk setuju, tak terasa waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, "Balik, yuk. Istri gue udah nanyain."
"Dor, lo balik sama siapa, nebeng dong," kataku saat sedang bersiap untuk pulang.
"Lah, nebeng? Kan, ada Bang Refan," jawab Dori tak acuh. Lah, nyebelin banget sih!
Andra langsung menatapku, menganggukan kepala tanda setuju. Duh, gimana ya ...
"Lo pulang naik apa, Dor?" tanya Bang Bintang.
Dori menatap Bang Bintang, "Dijemput Ajun, dia bentar lagi sampe." katanya sambil merapikan tas.
"Tan, kami pulang ya, maaf ngerepotin gini, bikin berantakan juga," kataku saat sudah bersiap pulang didepan pintu rumah.
Bang Bintang menyahut, "Lebay, ah. Udah sering kesini juga."
Kami kompak meringis. "Minggu depan, kerumah Ramo ya, Bu." Bang Ramo mengajak Tante Intan sambil tersenyum.
Tante Intan tersenyum, "Iya, Tante usahakan ya, Nak. Ya sudah, kalian hati-hati pulangnya." pesan Tante Intan, kami langsung mengulurkan tangan untuk salim, sembari pamit pulang.
Sudah sepuluh menit berlalu, tapi aku dan Andra masih saling diam di dalam mobil yang tengah di kendarai Andra, jalanan tidak terlalu macet, jadi lima belas menit lagi ku pastikan sebentar lagi akan sampai dirumah kos, "Rara ..." panggil Andra.
Aku menatap wajahnya, sambil bergumam, "Kangen." kata Andra pelan.
Eh?
Duh, apaan sih?!
Aku langsung menunduk malu, gak jelas banget sih, Andra.
"Kan udah ketemu," Aku menjawab, dengan nada yg ku buat senormal mungkin.
Andra menatapku, dengan wajah lesu, "Sebentar lagi nyampe kos kamu, pisah lagi." katanya dengan nada lemas.
Lampu merah membuat mobil Andra berhenti, ia langsung menarik tanganku, menggenggamnya dengan lembut, sambil menampilkan senyum manisnya, "Pacaran yuk, Ra?"
"Hah?"
Andra ngajakin aku pacaran? Serius? Dengan cara seperti ini? Eh .., gimana sih.
Tak lama lampu lalu lintas berubah menjadi warna hijau, membuat fokus Andra kembali ke jalan, dan aku yang tetap bungkam, tanpa menjawab ajakan Andra tadi.
Akhirnya sampai, Andra menepikan mobilnya, lalu ikut turun bersamaku, mengantarku sampai ke rumah kos, karena gang tempat tinggalku ini sempit, jadi tidak bisa untuk mobil masuk.
"Ndra ..."
Andra menatapku, selalu dengan tatapan lembutnya yang tidak pernah hilang, sejak dulu. "Kalo soal yang tadi masih kamu pertanyakan, Aku serius, kamu mau gak jadi pacarku?" tanyanya lagi yang sudah menebak apa yang akan aku utarakan padanya.
Aku berjalan mendahuluinya, meninggalkannya dibelakangku, ini yang aku tunggu kan? Setelah 2 tahun penantianku, menunggunya kembali, menutupi segala rasa, nyaman dengan segala sikap dan sifat baiknya, aku tidak tahu harus menjawab apa, aku seperti merasa tidak pantas untuknya.
Kami akhirnya sampai di depan rumah kosku, mengajak Andra untuk duduk di depan teras rumahku sebentar.
Andra menarik tanganku, kembali menggenggamnya dengan erat, namun tidak menyakiti, yang ada hanya kelembutan yang ia berikan, "Aku suka sama kamu, Ra, sejak pertama kali kita dekat, Aku sayang sama kamu sebelum aku pergi waktu itu, maaf sebelum ini udah buat kamu bingung, tidak mengerti, dan bertanya-tanya tentang aku, tentang menghilangnya aku. Satu setengah tahun aku disana, tidak ada yang aku pikirkan selain kesembuhan Ayahku, dan juga kamu. Kepergianku yang tiba-tiba saat itu pasti buat kamu kecewa, dan marah padaku, tapi Raranya Andra gak pernah berubah, tetap baik, mempunyai hati yang tulus, kamu gak marah sama aku, kamu tetap menerima aku kembali. Ra, waktu kita udah kebuang banyak, masih ada hal yang ingin Aku wujudkan bareng kamu, aku mau kita raih kebahagian bareng-bareng." kalimat panjang Andra membuatku sadar, kalau aku, memang membutuhkan seorang Refan Atmadja.
Aku tersenyum, membalas genggaman erat yang diberikan oleh Andra, "Aku sayang sama kamu, Ndra, jauh sebelum kamu pergi waktu itu, Aku memang sudah jatuh ke kamu, untungnya belum terlalu terasa sakit, waktu kita gak terbuang percuma kok, dengan adanya jarak kita kemarin, Aku jadi paham, kalau rasa itu memang perlu diberi waktu, diberi rindu," Aku memberi jeda, menatap Andra dengan senyum tulus yang ku miliki, "Terima kasih sudah hadir di hidupku, dua tahun tentu bukan hal yang mudah untuk aku bertahan kemarin, tapi kembalinya kamu sekarang, di depan aku, buat aku sadar dan yakin, kalo kamu memang orang yang aku butuhkan, dalam hal apapun, kamu selalu ada buatku."
Andra tersenyum lebar, wajahnya langsung ceria, menarik tubuhku membawanya masuk kedalam pelukan hangat miliknya. "Terima kasih. Andra akan selalu ada untuk Rara, Andra sayang banget sama Rara." tutur Andra yang kemudian mengecup puncak kepalaku dengan sayang.
Astaga!
Jantung gue, kapan tenangnya ini?!
Aku membalas pelukan Andra dengan erat, senyumku perlahan tertarik semakin lebar, menghirup parfum yang menguar dari tubuh Andra membuatku nyaman.
Aku melepaskan pelukan, baru sadar kalau ini di luar rumah, tidak enak kalau di lihat orang, hehehe.
"Sekarang kita pacaran, kan?" tanya Andra untuk memastikan.
Aku menatapnya jenaka, sudah pelukan erat begitu, sampai ia berani mencium puncak kepalaku, masih nanya?
"Kamu maunya gimana?" tanyaku balik.
Andra menarik kembali tubuhku, memeluk dengan erat. "Maunya sih langsung nikah, Ra."
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top