4

      Jadi, di Brily itu setiap shift masuk dan libur sudah ditentukan di bagian analyst, langsung turun jadwal tiap pergantian bulan, nah, selama dua tahun bekerja, dan bagian analyst masih orang yang sama juga, aku jadi tahu tiap pergantian shiftnya. Seperti saat ini, seminggu kemarin Aku sudah full masuk pagi, dapat libur, lalu besok nya akan masuk siang, seperti itu terus, berganti shift saat libur.

Kali ini aku cukup senang, masuk shift siang, dengan kondisiku yang belum pulih betul, tapi akan ku paksakan untuk bekerja nanti, suaraku sudah agak mendingan, walau masih terasa sakit tenggorokanku.

Aku pernah baca, kalau sakit itu jangan dimanjain, jadi harus dilawan, ya, jangan dibawa lemas saja sih, walaupun aku lemas beneran.

Jam sebelas aku baru bangun tidur, hebat! Itu tidur terlamaku, setelah Dori pulang aku langsung tidur semalam.

Oke, karena sakit tidak boleh dimanjain, jadi aku bersiap mengikat rambut, mulai membersihkan kamar kos ku. Ya, seperti kos pada umumnya, bedanya Aku memilih yang agak besar, kadang rekan divisiku suka berkumpul sehabis pulang kerja disini. Ada ruang tamu, dapur, kamar tidur dan juga ada dua kamar mandi, yang satu kamar mandi dalam, yang satunya lagi untuk diluar, kadang bibi dan paman juga suka berkunjung kesini.

Lebih mirip kontrakan ya? Ya, sudah, anggap sesuka kalian saja lah, aku tetap ingin menyebutnya rumah kos, biar pas sama aku yang anak perantau ini, hehehe.

Satu jam kemudian aku sudah selesai, keringat sudah menempel pada tubuhku, lebih baik aku mandi sekarang sambil menunggu makananku sampai.

***

"LIRAAA, Kok, lo masuk kerja, sih?"

Tahu-tahu Dori langsung menyemburku di dalam toilet, untung sedang sepi.

"Gue udah mendingan, Dor. It's okay. Im fine." ucapku meyakinkannya.

"Mendingan dari mana? Muka lo masih keliatan pucet, suara lo juga kayak begitu," Dori menatapku sebal, oke, maaf. Tapi bukan Flira namanya kalau tidak membantah.

Aku tersenyum tipis, "Kalo gue gak kuat, pasti ijin pulang kok, tenang aja, gue udah ngerasa lebih baik. Thanks buat kemarin, ya." Aku langsung menarik tangannya untuk keluar dari toilet.

Jam masuk kerja shift siang lima menit lagi, jadi aku dan Dori memutuskan kembali ke ruangan, berjalan ke kubikel masing-masing.

Waktunya bekerja!

Aku menatap layar komputer, masih ingat dengan Ibu Susan, yang mengambil cicilan hp ello? Kali ini sistem sudah memberikanku nomor dari keluarganya, Refan Atmadja, itu nama yang tertera di layar komputer, seperti tidak asing nama itu, tapi ... Ah, sudah lah.

Aku langsung memakai headphone, lalu mengarahkan jariku ke keyboard, nada sambung mulai terdengar.

"Halo, Selamat Siang. Dengan Flira dari Brily Indonesia, dengan Bapak Refan Atmadja?" nada sambung ke empat baru diangkat.

"Siang, iya betul," Suara yang terdengar berat itu langsung mengalun ditelingaku.

"Saya mau meng-"

"Ah, iya mbak, saya tahu. Tagihannya belum saya bayar, tiga bulan kemarin saya lagi ada di luar negeri. Besok saya baru pulang ke Indonesia."

Apaan sih? Aku tuh, belum selesai ngomong! Sudah main di potong saja.

"Total yang harus Bapak bayar sampai tiga bulan ini satu juta tiga ratus lima puluh sembilan ribu rupiah, kapan Bapak akan melunasinya?" kembalinya seorang Flira, tidak akan membuang waktu banyak.

"Lusa mbak, saya bayar. Mbak ke rumah saya, kan?"

Aku menyeritkan dahi mendengar pertanyaan dari si Refan ini. Gue? Kerumah dia? Hahaha.

"Maaf, pembayaran tagihan sudah banyak metodenya, bisa menggunakan My Brily Indonesia app, E-Commerce, Transfer Bank, Gerai Retail." Aku menjelaskan, mungkin selama tiga bulan di luar negeri dia lupa.

"Lho, tapi dua bulan kemarin, saya bayar lewat mas-mas BI ke rumah, makanya saya nanya sama Mbak Flira, begini." responnya bingung, tunggu, deh. Kok Aku jadi gagal paham begini, sejak kapan sih BI nyamperin pelanggan cuma buat bayar tagihan?

Kalau bayarnya lewat berbulan-bulan atau bahkan setahunan lebih Aku percaya, karena memang begitu cara kerjanya, cuma kalau yang dari Refan katakan ini, dua bulan berturut orang BI nyamperin dia, masa iya sih, ngaco kali ya, ini orang.

"Bapak bisa langsung membayar sesuai yang sudah saya jelaskan sebelumnya, disana sudah dijelaskan cara pembayaran, ditunggu pembayarannya, ya Pak. Terima kasih, Selamat siang." Aku langsung memutus panggilan, masih antara bingung sama malas juga memperpanjang percakapan yang pasti lama.

Dasar manusia gaptek!

Nanti, deh, aku tanyakan ini sama Bang Ramo atau Bang Bintang.

Melanjutkan ke panggilan berikutnya.

"Halo, Selamat Siang. Dengan Flira dari Brily Indonesia, dengan Bapak Gio?" ku pikir panggilanku tidak akan diangkat, dering kelima baru dijawab, bikin sebal yang begini, tuh.

"Kenapa Mbak?" sapaan yang sama sekali tidak hangat. Dari nada suaranya sudah terdengar ini orang jengah mendapat telpon dari BI. Hahaha, Aku sudah tahu sekali.

"Bapak belum membayar tagihan senilai dua juta enam ratus tujuh puluh satu ribu rupiah, atas pengambilan laptop Ater 2018 dengan angsuran sepuluh bulan dan baru Bapak bayar dua bulan."

"Nanti gue bayar." sahutnya galak.

"Kapan ya pak? Sudah hampir setahun bapak belum juga melunasinya."

"Nanti, gue lagi gak kerja, mana dapet duit." Sahutnya kembali dengan nada yang tidak ramah.

"Tapi, dalam proses pengambilan barang sebelumnya tidak ada ketentuan seperti itu pak, tagihan akan terus berjalan." Aku harus sabar, menghadapi orang yang emosi seperti ini tidak bisa dibalas dengan emosi juga.

"Ya, terus, mau lo apa?" tanya si Bapak Gio ini, terlihat ia sudah menahan amarah dengan amat kesal.

"Tolong segera di lunasi tagihannya ya, Kami tunggu. Terima kasih." Aku langsung menutup panggilan tersebut, kondisiku yang masih kurang sehat akan semakin tidak baik kalau aku meladeni orang seperti itu.

COC yang ada di BI itu sebenarnya mudah. Hanya, berpakaian selalu rapi setiap senin sampai kamis, untuk weekend boleh santai, tidak telat, tidak ada pelecehan, dan tidak boleh ada keributan, ini soal peraturan para staf BI.

Nah, kalau COC untuk para deskcall harus berbicara sopan, tidak boleh berkata kasar, tidak boleh menyinggung ras, dan agama, tidak boleh bertutur kata membentak atau dengan nada keras.

Sudah tahu kan susahnya bekerja di divisi deskcall, emosi kita benar-benar harus di atur, sebaik mungkin, atau nanti, justru itu yang akan menjadi boomerang untuk kita sendiri. Huhu.

Aku berhasil mendapatkan lima belas panggilan, tujuh di antaranya akan membayar, sisanya berakhir dengan panggilan yang tidak terjawab.

Waktunya istirahat, aku mau makan dulu.

****

Pukul 18.30

Aku dan Dori baru saja selesai menjalankan kewajiban, kami kembali ke ruangan, di depan kubikelku sudah ada Bang Bintang yang tampak gusar disana. Dori yang seakan mengerti melipir langsung ke arah kubikelnya, "Kenapa, Bang?" Aku bertanya sambil menyentuh pundaknya pelan.

"Ra! Ah, kaget gue,"

Aku terkekeh singkat, kembali menatapnya menunggu jawaban. "Lo ada nerima pelanggan Ibu Susan, nama anaknya Refan Atmadja?" si manusia gaptek itu, kan?

Aku mengangguk membenarkan, "Kenapa sama manusia gaptek itu?" Aku kenapa jadi ngatain orang begini, sih.

Aduh, hahahaha.

"Lah, manusia gaptek, hahaha." Bang Bintang ketawa ngakak, ya, maaf, deh.

"Kenapa dia?" Aku mengulang pertanyaan, menatap wajah Bang Bintang penasaran.

Aku langsung duduk di kubikelku, Bang Bintang mengikuti di seberang  mejaku, "Jadi gini, Ra. Si Refan ini, pelanggan setia Brily lebih tepatnya sih temen dari yang punya BI, dia ngambil barang di BI karena penasaran dengan cara kerja BI, dan yang gue tahu 3 bulan kemarin dia lagi ke luar negeri, i mean, dia lupa kalau masih punya tagihan di BI, ya sesuai sama kerja nya kita, nelpon dan kena nya kali ini di panggilan elo." Bang Bintang menjelaskan perlahan.

Aku terus menatapnya, memintanya untuk melanjutkan, "Tentu aja dia diperlakukan istimewa dong, nah salah satu caranya kali ini, dia minta orang yang nelepon dia harus ke rumahnya, mungkin ini nyambung kenapa bisa lo bilang dia manusia gaptek, karna dia emang gak ngerti, cara instan dan cepat dia ketinggalan jauh. Jadi, berhubung lo yang nelepon dia, lo yang kerumahnya, Ra."

Hah?

Aku?

"Maksud lo, apa bang, kenapa gue?"

"Ya, karena elo yang nelpon dia, memang dua bulan kemarin tuh secara khusus anak BI kesana langsung, disuruh sama atasan, tapi kan karena ini 3 bulan dia lewat bayar, jadi kena telpon dan elo orang yang nelpon dia. Jadi ya, lo kerumahnya, Ra." Jelas Bang Bintang lagi.

Aku masih tidak mengerti, pertama ini tahun 2020 dan si Refan ini gak ngerti soal teknologi yang ada di ponselnya? Segaptek itu? Eh kalian tahu kan, gaptek itu apa? Gaptek itu Gagap Teknologi, gak paham sama teknologi jaman sekarang.

"Dia udah bangkotan, Bang? 2020, ya kali masih gak paham soal beginian," Aku menatapnya sangsi, kembali melanjutkan, "Lagian, kenapa mesti gue, sistem sendiri ya yang ngasih nomor si Refan itu, gue juga mana tahu kalo dia gaptek, dan juga di BI kan ada orang lapangannya, Bang. Gue gak mau!" enak saja, selama 2 tahun aku bekerja disini, tidak pernah sekali pun aku mengatasi hal remeh macam ini.

Demi, cuma karena urusan begini, suaraku sudah kembali pulih? Hebat, si Gaptek itu bisa bikin aku sehat!

"Ra, lo cuma dateng ke rumahnya, jelasin tagihan dia berapa, kalau lo mau lo bisa juga jelasin cara pembayaran di BI, selesai. Udah, itu aja tugas lo." Bang Bintang menatapku seakan meminta aku untuk mengerti.

Aku menatapnya kesal, emosiku sudah muncul saja, gara-gara hal begini.

"Bang, BI punya ratusan orang tim lapangan, lo bisa tinggal pilih mereka, gak harus gue. Jobdesk gue bukan  datengin itu orang ke rumahnya, kerjaan gue cuma nelpon pelanggan, nagih utang mereka, udah, kerjaan gue cuma itu, gak ada ya, harus datengin ke rumah. Gue bukan tim lapangan." Aku mendesis, tidak terima. Ini tidak sesuai dengan perjanjian aku bekerja di awal.

Bang Bintang mengetik sesuatu di ponselnya, entah apa yang dilakukan, aku tidak perduli.

Ada jeda sepuluh menit, sampai Bang Bintang bersuara kembali, sambil menunjukan isi pesan yang membuatku ingin menelannya saat itu juga. "Baca sendiri. Gak usah bantah, ikutin kata orang kantor. Gue harap lo ngerti." Lalu ia pergi begitu saja, meninggalkanku dengan kekesalan yang memuncak.

Ah! Apaan sih ini, kenapa gue?! Argh!!

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top