3
Pukul 07.30
Setelah semalam membuat janji dengan Dori, dan berakhir aku bergadang hingga pukul empat pagi tadi, pagi ini aku terbangun dalam keadaan lemas, ya, Aku payah dalam urusan bergadang, baru seperti ini saja tubuhku sudah berteriak meminta untuk istirahat lebih panjang. Tapi, aku kan, mau ke galeri. Huhu.
Ku tarik lagi selimut hingga menutup sampai leherku, ac sudah ku matikan, kalau ku paksa hidup bisa remuk semua tulangku. Ponsel yang sudah penuh dicharger ku ambil, Dori sudah bawel sekali pagi ini, ku tekan icon panggilan video, sepertinya aku butuh dia disini, Aku tidak sanggup untuk pergi.
"Rara, ini masih jam delapan kurang, lo bilang jam sembilan, kan." tanpa salam, dan langsung menyembur begitu saja.
"Gak jadi main, dordor, gue keknya lagi gak enak badan, deh." Lho, ini suaraku kenapa jadi hilang?
"Ra, kenapa? Kok, suara lo jadi serem begitu," suara Dori berubah melembut. Ih, suka deh, Dori yang begini.
"Ke kos gue aja, Dor. Help me." fix. Aku sakit.
Argh!!!
"Tunggu sejam, gue kesana, tungguin, jangan mati dulu."
Tutt
Sinting, doain Aku mati si Dori.
Sambil menunggu Dori, lebih baik Aku tidur, kepalaku sakit sekali, ditambah badan yang super lemas, dan tenggorokan yang sakit. Ah, Aku benci kalau sudah begini, lemah banget kelihatannya.
"KELUAR KAMU. Sama sekali tidak ada gunanya kamu disini, pergi!"
Semua tangis, kesedihan, kecewa, marah, terkumpul menjadi satu, tak ada satupun yang berniat membantu, yang ada disini seolah mereka benar-benar mendukung gadis itu.
"Ini cara orang tua mendidik anaknya, harus dengan cara menyedihkan seperti ini?" Bibi dari si gadis itu bertanya pelan, namun cukup tajam untuk menyentak hati sang Ayah, tapi ia sudah tidak perduli.
"Diam, kamu! Ini urusan keluargaku. Dia pembunuh! Kamu mau memungutnya? Silahkan! Aku sudah tidak sudi menganggapnya sebagai anak. Bawa dia pergi jauh, jika sampai mati pun, Aku tidak akan perduli." jika boleh, gadis itu ingin sekali menulikan pendengarannya. Ayahnya sangat kasar sekali.
"Kamu sudah keterlaluan. Ayo Lira, kita pergi dari sini. Keluargamu sama sekali tidak punya hati." Bibi si gadis menuntunnya, mengajaknya untuk pergi jauh, meninggalkan segala kenangan yang bahkan gadis itu bingung, kenangan manis atau justru pahit, untuk dirinya.
"Kakak, jangan tinggalin Doni ..."
"Biarkan dia pergi! Rumah ini tidak sudi menerima dirinya, sampai kapan pun. Catat itu baik-baik!"
"AYAHHH!" Aku terserentak kaget, napasku memburu, keringat membanjiri pelipisku.
Mimpi buruk, lagi.
Selalu seperti ini, jika Aku sakit, mimpi itu pasti datang, seakan ingin membuat sakitku untuk lebih panjang.
Tok tok tok
"Flira, Ra. Ini gue."
Aku menatap kearah pintu, itu pasti Dori, mencoba bangun dari tempat tidur berjalan sambil berpegangan pada dinding. Ah, kenapa jadi lemas banget sih!
Membuka pintu lalu langsung bertatap muka dengan Dori yang lengkap membawa dua bungkus plastik. "Ih, pucet banget sih, muka lo." Dori langsung memasang tampang kesal, menuntunku kembali ke kasur, setelah ia menutup pintu.
"Temenin gue,ya, Al." aku bergumam pelan.
Iya, Dori itu bukan nama aslinya, Alya Kusuma, itulah nama Dori, ya, karena dia bawel macam ikan dori temannya nemo, makanya aku memanggil dia Dori, alhasil seluruh rekan divisi memanggilnya Dori.
Maafkan Aku, hehehe.
"Lira, say something,"
Aku tersenyum tipis, Alya sudah tahu, semuanya. She's my best friend, makanya aku seterbuka itu terhadapnya, bahkan dalam hal sensitif seperti ini. "nope, temenin gue aja, ya, btw lo bawa apa? Gue laper, Dor." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, kalau masih diteruskan, tentu akan memperpanjang masa sakitku, jadi skip untuk kali ini.
Dori terlihat menghembuskan napasnya pelan, Dori paham, aku memang tidak ingin, sambil membuka plastik ia berkata, "Gue gak mau lo terus kayak gini ya, Ra. Ada gue, lo gak usah takut. I accompany." ujarnya pelan.
"thank you very much, Alya. Love me!" aku berkata sambil terkekeh pelan.
"Bangun, cuci muka dulu deh, ini gue beli bubur di depan gang tadi " kata Dori sambil membuka plastik lalu menyusun dua sterefoam di lantai, aku langsung menurut, berjalan kearah kamar mandi, membasuh wajah, menggosok gigi.
Dori sudah menyiapkan susu coklat hangat dicangkir, dan teh manis hangat, ku tebak susu itu pasti untukku.
"Makasih ya, Al." kataku tulus, ini kedua kalinya aku sakit, pertama saat ditempat kerja, dan sekarang di rumah kosku.
Ia mengangguk, dengan senyum tulusnya, "bergadang lo semalam?" Aku mulai memakan bubur, sambil menyusun kata apa yang akan aku ucapkan ke Dori, "Hehehe. Nonton yutup, keasikan makan es krim juga semalam." aku bergumam pelan.
"Lira, kebiasaan banget sih, ini suara lo udah kayak kodok kejepit tau! Jangan minum air es dulu," titah nya langsung, tuh, kan. Galak nih dia.
Aku hanya diam, menganggukan kepala, menurut dengan ucapan Dori, adalah pilihan yang tepat saat ini.
Kami saling diam, sampai buburku habis, langsung ku sesap susu coklat, lalu aku minum air putih lagi.
"Enakan?" tanyanya saat melihat Aku ingin mengambil ponsel.
"Lumayan, makasih banyak ya, sori, ngerepotin lo kayak gini,"
Dori mendelikkan matanya, ampun, salah terus gue, huhu.
Aku nyengir, "Harusnya kan, lo bisa main Dor sama doi, bukannya malah kesini, bikin lo repot." Aku benar-benar tidak enak.
Membuat orang repot adalah hal yang Aku hindari sejak lama.
"Ra, lo gak bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Sudah sepatutnya sesama manusia itu saling bantu, dan gue sama sekali gak ngerasa di repotin sama lo. Jangan lebay deh, kayak baru deket sebulan, dua bulan aja, dah lo. Gak demen gue, lo begini."
Aku diam, menggaruk kepala yang tidak gatal sama sekali. Dori, gemes banget, mau ku tendang saja dia. Pinter banget bikin orang kikuk gini. Hahaha.
"Btw, gimana kemarin jalan sama gebetan?" oke, topik ini ku yakin berhasil bikin Dori lupa, lihat saja.
Dia langsung menatapku dengan senyum mesemnya, memasang tampang yang ku yakin cowok pasti langsung jatuh hati sama dia, "Gimana orangnya Dor?" Aku bertanya lagi, memancing Dori semakin jauh, biar dia lupa tadi habis marah-marah.
"He is good, not bad lah, buat diajak kondangan." ujarnya sambil mengangkat bahu pelan.
Aku menatapnya sebal, Dori memang sok cantik. Eh, emang cantik sih, banget malah.
Awal dekat dengannya juga aneh menurutku, karena Aku yang memang pada dasarnya pendiam, dan tidak perduli terhadap sekitar, tiba-tiba Dori yang banyak tingkahnya itu ngedeketin terus, nyamperin, segala macam cara pun dilakukan sama dia, sampai aku berpikir Dori itu seorang lesbi, tapi, memang dasarnya ia begitu, bikin heboh, dan cerewet banget.
"Namanya Ajun, Ra. Gemes banget," Dori menatapku dengan mata berbinar, lucu nih kalau ngejahilin, tapi kekuatan ku lagi payah banget.
"Oh ya, sudah sampai ditahap apa lo sama dia?"
"Ya, itu, baru nonton aja sekali, Good looking banget. Hahahaha."
Aku tersenyum, biasanya kalau sudah kayak gini dia niat buat deket, bukan semacam main-main doang.
"Kenal dimana sih, emang?" Aku bertanya penasaran, si Ajun ini, tidak pernah masuk topik pembicaraan kami minggu-minggu kemarin, jadi aku cukup penasaran, siapa sih yang bisa naklukin hati si Dori ini, hahaha.
"Di kenalin abang gue sih, Ra. Baru seminggu ini deket, orangnya asik banget, kayak udah kenal lama, tapi dia selera humornya kelewat tinggi, cocok deh, sama lo yang suka Raditya Dika." Dori menatapku dengan senyum kecut.
Insecure ala Dori ya begitu.
"Sinting. Gue mau tidur ya, Dor. Lo jangan kemana-mana," setelah mengumpat, malah meminta ditemani, iya, itu Aku.
"Lo kalo sakit emang gini ya, Ra, manja bener, heran gue. Tapi, di kerjaan kaku banget kayak kanebo. Hadeh, resiko punya temen gak seberapa ya, gini." Dori berisik banget, sumpah.
Aku diamkan saja, bangun dari duduk di lantai tadi lalu berjalan ke arah kasur.
Ini kenapa badan masih lemas begini, sih! Ayo dong sembuh.
***
"Iya, Bang. Gue lagi di kos nya si Lira. Ntar gue balik. Masih betah disini."
Aku terbangun saat mendengar suara Dori yang kurasa itu panggilan dari Abang nya.
Tunggu dulu, ini tenggorokan kok makin semaput gini, sih, melirik kearah nakas yang ternyata gelasnya kosong tidak terisi air. Aduh, ini kenapa makin parah gini sih tenggorokanku!
Aku bangun dari kasur, menepuk pundaknya pelan, menyodorkan gelas kosong padanya, membuat gerakan tangan seolah meminta minum. Seakan paham Dori langsung mengambil air di dispenser, memberikan gelas yang sudah terisi penuh dengan air. Ku teguk sampai habis, "Dori... Gue gak ku-" Aku kehabisan suara, Ah, kenapa sih ini!!
"Ra, buset, deh. Suara lo makin mampus aja, berobat deh yuk," Dori menatapku sedih.
Aku menggeleng pelan, No!, tidak ada berobat, opsi terakhir, paling terakhir untuk aku memilih berobat, ku harap besok segera pulih, aku yakin, besok pasti aku sudah enakan, ini cuma karena makan es krim saja.
"Suara lo ilang, Ra. Emang makan es krim seberapa banyak, sih? Ngapain juga nonton yutup sampe jam empat pagi, hah? Udah tau lo ga bisa bergadang, sok banget, sih." Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tangan, Dori makin bawel, pusing aku dengar suaranya, lihat muka nya apa lagi.
Pukul 20.47
"Gue anter lo pulang, ya, seharian lo disini, masa gue biarin lo balik sendiri," suaraku sudah tidak separah tadi ternyata, cukup dengan aku meminum air hangat, dan minum kecap yang ditambah jeruk nipis, suaraku kembali.
Oke, jadi begini, setelah perdebatan panjang, dari sore sampai malam begini, yang aku dan Dori ributkan hanyalah ...
"Gue bisa balik sendiri, Ra. Lo masih sakit, udah istirahat aja." Dori mengehembuskan napasnya kesal.
Iya, jadi kami hanya meributkan hal sepele ini, aku yang kukuh ingin mengantarnya pulang, sedangkan Dori menolak dengan tegas dengan alasan aku masih sakit, iya sih, cuma, aku sudah merasa enakan, kok.
"Gue udah sehat Dori, udah napa sih, gak usah bawel, buruan, ayo pulang. Gue anterin." Aku bangun dari duduk dengan tertatih, ah sialan, masih saja sakit, kalau tidak ditahan oleh Dori, sudah pasti aku jatuh.
"Ini yang namanya sehat? Udah kenapa sih, diem aja. Tiduran. Besok gak usah masuk aja dulu." Titah Dori, dan selalu, aku akan membantahnya.
Ia menuntunku kearah tempat tidur. Gila! Seharian aku di urus sama si Dori. Hebat sekali, kuat aku bersamanya dari pagi hingga malam begini.
"Gue di jemput sama Ajun, lo tenang aja, istirahat ya, biar cepet sehat. Nurut kata gue, besok gak usah masuk." Dori menarik selimut, membungkus tubuhku sampai leher.
Aku diam, lihat saja besok, capek juga meladeni Dori seharian ini.
"Buruan deh lo pulang, ada lo disini, gue gak bisa sembuh." gumamku, menatapnya dengan senyum mengejek.
"Sialan lo! Hahahahahaha." Dori mengumpat, aku ikut menyusul tertawa bersamanya.
Ponselnya berdering, ia mengangkat sebentar, tak lama di matikan kembali, "Ajun udah sampe, gue balik ya, istirahat, jangan nonton yutup, jangan makan es krim, tidur." ucap Dori sambil merapikan perlengkapnya yang berserakan di lantai.
Aku mengangguk, "Makasih ya, maaf, selalu bikin lo repot." ujarku tulus, sebelum Dori menutup pintu ia tersenyum tipis.
Terima kasih Doriku. Love you so much.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top