12
Empat bulan kemudian ...
Jadi, bulan kemarin aku sudah mengajukan cuti untuk aku ambil di bulan ini, menghabiskan sisa jatah cuti yang kumiliki, ada seminggu. Sebenarnya tidak ada acara khusus sih, ingin istirahat sebentar saja mungkin pulang kampung ... Kalau boleh, hehehe.
Aku baru saja mengetik hasil dari panggilan ke sepuluh pagi ini, bersyukur karena semuanya sedang berbaik hati, semoga saja mereka semua membayar, tidak ada yang berbohong.
Aku kembali memasang headphone menunggu nada tersambung, "Halo, selamat pagi. Dengan Flira dari Brily Indonesia, bisa bicara dengan Bapak Januar?"
"Gak kenal, Mbak."
Hmm...
"Tapi nom-"
"Saya gak kenal, Mbak. Duh, repot banget sih."
Heh? Sialan banget. Keluarga lo ngutang woy!
Tut
Tuh kan! Langsung deh, di matiin seenaknya gitu. Aku langsung mengetik hasil telponku tadi, melepas headphone sebentar, menghembuskan napas agak panjang.
Baru di puji bentar, udah kumat lagi. Hadeuh.
Ponselku di atas meja bergetar, notifikasi pesan masuk, aku membacanya.
Andra syg
Sayang, mkn siang brg. Ak udh di lobi, ajak yg lain yaaaaa
Aku tertawa pelan, sudah hampir setengah tahun pacaran, tapi panggilan sayang dari Andra masih saja buat aku tersipu.
Flira G
Ok, Ndra. Bntr lg ak turun.
Aku langsung berjalan ke kubikel Dori sambil mengetik pesan ke Bang Ramo untuk mengajaknya lunch bareng.
Dori baru saja menyelesaikan panggilannya, ia menatapku seakan bertanya, "Lunch bareng, ya. Andra ngajak, dia udah di lobi sih,"
Dori mengangguk, "Ajak Ajun gapapa, kan? Dia udah mau sampe juga,"
"Ya, gapapa kali. Makin rame, makin seru. Btw, Bang Bintang mana deh?" Tanyaku sambil mengambil permen di atas meja Dori.
Dori mengangkat bahu, tanda tidak tahu, "Aneh dia, tiba-tiba jadi ngejauh gini," Kataku sambil memancing reaksi Dori.
Jadi setelah kejadian waktu itu, Dori dan Bang Bintang agak berbeda, aku tidak tahu apa yang membuat bang Bintang jadi menghindar seperti ini, rasanya aneh saja, biasanya kami ngumpul bareng sekarang jadi susah sekali untuk berkumpul dengan full team. Aku juga susah banget sekarang buat ngobrol sama dia.
"Sibuk kali sama ceweknya." Jawab Dori cuek.
Cewek?
Bukannya ...
Oke, Fix. Aku harus bertanya langsung ke bang Bintang.
****
"Gue baru baca tuh, gara-gara lewat di timeline, gak dibenarkan sih, cara dia nyari duit. Secara dia influencer yang pasti berpengaruh untuk para pengikutnya, dan pasti mereka pada ngikut apa yang si orang ini pake, tapi justru gak bisa memilah mana yang bagus sama enggak," Itu kata Bang Ramo.
Kami sedang makan siang di mal daerah Cilandak. Yang ikut ada Andra, aku, Bang Ramo, Dori, Ajun dan Bang Bintang. Akhirnya lengkap.
"Hahaha, bener, Mo. Gue juga setuju sih, gak seharusnya mereka asal cap cip cup nerima untuk promosiin barang atau produk yang sebenernya dia gak tau itu efeknya bagus apa enggak kalau di pake sama pengikutnga," sahut Andra terkekeh pelan.
Aku masih asik makan, tumben sekali para lelaki ini membahas hal yang cukup jarang di bahas oleh mereka.
"Gue juga kaget sih, ternyata separah itu efek yang di terima si korban, kayak kebakar gitu lho mukanya, kasian banget. Udah gitu mereka nanya ke si influencer ini justru mereka menggunakan kata yang makin bikin korbannya kecewa," sahut Ajun.
Oh! Aku baru tahu, gini rupanya kalau lelaki menggosip, mereka tidak akan menyebutkan nama dan hal nya dengan detail.
Ini memang berita yang sempat viral di instagram sih, jadi si korban merasa kecewa karena produk yang di promosiin sama influencer ini adalah barang yang bikin efek parah ke wajahnya. Dalam artian barang yang seharusnya tidak layak untuk di jual.
Bodohnya lagi, influencer ini menggunakan kalimat 'Gue cuma promosiin dagangan mereka, urusan itu bagus atau enggak, gue gak perduli.' Shit, ini yang bikin netizen di Indonesia geram, terutama sesama influencer.
"Gue gak habis pikir sih, maksudnya kenapa segitunya sih untuk mendapatkan uang? Dan dia kan bisa terkenal juga berkat pengikutnya," Sahut Dori dengan menopang dagu.
"Gimana ya, netizennya juga kadang bodoh sih, kenapa langsung percaya gitu aja sama apa yang si influencer ini posting? Kenapa gak di cari dulu, di pastiin dulu ini produk bagus atau enggak, worth it atau enggak, lagian kan tiap muka pasti beda juga efeknya," kali ini Aku yang menyahut, kok seru sih ngobrol beginian sama cowok, hahaha.
"Ya karena kan influencer ini udah promosiin, jadi wajar kenapa mereka tuh percaya dan ikutin apa yang di pake sama si influencer, mereka seolah yakin dengan kalimat 'dia aja pake ini jadi cantik or ganteng, masa gue gak bisa? Atau ya boleh lah kita coba.' Gitu sih kebanyakan orang, makanya kenapa penting banget buat netizen pinter untuk memilih idola yang tepat." sahut Bang Bintang.
Setuju!
Andra ikut mengangguk, "Iya bener, masih banyak kok influencer yang tepat dan cerdas, salah satu influencer terbaik di Indonesia menurut gue Arief Muhammad, he is smart gak pelit juga kalo bagi ilmu, dan barang yang dia promosiin pasti memang terjamin bagusnya, dan bener-bener real kalo udah promosiin barang, banyak banget influencer yang cerdas, tinggal kitanya aja milih yang bener kalo mau mengidolakan seseorang, dan liat juga tiap mereka promosiin barang atau produknya, jangan liatin muka si influencer sama harga yang murahnya aja."
Kompak semua mengangguk, lalu pembicaraan kami pun berganti topik.
Duh, sayangnya aku, gemes banget kalo udah serius gitu. Hahaha.
Setengah jam kemudian kami sudah sampai di BI, Andra langsung menuju rumah kosku, hari ini giliranku yang mengadakan acara makan-makan, Andra ingin istirahat sebentar di rumah kosku, ngantuk katanya.
Sebelum itu Andra sudah lebih dulu membeli bahan masakan, katanya dia mau membantu, kita lihat saja nanti ya.
Tepat pukul dua siang aku bersiap untuk pulang, Dori katanya mau pulang dulu, Bang Ramo juga sekalian mau dateng bareng anak sama istrinya, bang Bintang justru sudah tiduran di rumah kosku bareng Andra, tadi bang Bintang mengabariku.
Sesampainya di rumah kos, Andra dan bang Bintang lagi asik bermain game online, "Sejamnya sepuluh ribu ya, Mas." Sindirku sambil menyingkirkan tubuh bang Bintang yang menghalangi jalanku.
"Astagfirullah! Ra, biasa aja kali. Sampah kali gue," sungut Bang Bintang menatapku kesal.
"Disini ada bangku, kenapa mesti duduk di lantai?" tanyaku ngajak berdebat.
"Ra, bersih-bersih dulu gih, baru pulang kok langsung marah-marah," kata Andra lembut.
Aku menatapnya kesal.
"Andra, pindah duduk di bangku, sekarang. Lo juga, Bang! Pindah." tekanku lagi.
Dengan malas mereka berdua pindah duduk di bangku tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. Aku mendengus, cowok kalau sudah kena game begini ya.
Aku langsung masuk ke kamar, mengganti pakaian menjadi lebih santai, lalu kembali keluar kamar melangkahkan kaki ke dapur untuk membuat minuman lalu membawa tiga gelas ke ruang tamu, ada misi yang harus aku selesaikan sama bang Bintang.
Aku menatap mereka berdua, masih asik menatap ponsel mereka, "Ref, bantuin. Kok kabur sih, anjir," kata Bang Bintang sambil menyenggol lengan Andra.
Si pelaku justru tertawa, "Ogah lo aja tadi gak bantuin gue." sahut Andra.
Aku berdeham. Menunggu respon mereka.
Keduanya masih asik terus bermain.
Aku kembali berdeham, suaranya agak ku tinggikan.
Masih, tidak menengok ke arahku.
"Bisa berenti dulu mainnya? Gue mau nanya," kataku dengan galak.
Kompak, ke dua lelaki itu langsung menatapku, menaruh ponsel mereka di atas meja.
Andra tersenyum, sedangkan Bang Bintang menatapku malas. "Gak usah senyum-senyum kamu, jelek." kataku menatap Andra.
Andra sudah siap buka suara, tertahan oleh ucapan bang Bintang.
"Yaelah, buruan dah mau nanya apaan? Mesra-mesraannya nanti aja," tukas Bang Bintang.
"Yeee. Iri bilang bos, hahaha!" sahut aku dan Andra kompak.
Bang Bintang memukul lengan Andra, menyalurkan amarah yang seharusnya ia lampiaskan padaku.
"Lo punya cewek, Bang? Sejak kapan, kenapa gak ngomong sama gue?" Cecarku langsung menatap Bang Bintang.
Respon terkejut diberikan olehnya. "Gue gak punya pacar. Gosip dari mana sih?" Bang Bintang menyahut.
"Jangan gara-gara cewek lo jadi lemah gini dong, Tang." kata Andra sambil meminum minuman yang aku sediakan tadi.
Bang Bintang berdeham, "Kenapa sih kalian? Gak jelas."
Aku menatapnya galak. "Heh! Yang gak jelas itu elo, kenapa semenjak kecelakaan waktu itu lo berubah? Susah banget di ajak ngumpul, mana gak pernah mau ngobrol sama gue lagi, lo kenapa sih?"
Andra langsung mengambil posisi yang nyaman menghadap bang Bintang, "Tang, lo udah cinta mati sama Alya? Terus lo jadi insecure gini soal si Ajun?" telak Andra langsung.
Aku diam, Andra tuh kalau soal pertemanan begini, dia jago banget deh, bikin orang lain tidak berkutik, ucapan yang terlontar pasti tepat sasaran.
"Sori, ya. Semenjak kejadian itu gue ngerasa emang gak pantes buat Dori, hahaha. Gue gak tau kalo Dori gak biasa naik motor, jadi yaudah gue berusaha jaga jarak sama dia," kata Bang Bintang yang ikut mengambil minum.
"Yaelah, lebay banget lo, Tang! Usaha lebih keras lagi dong, dua tahun udah nahan rasa, udah cukup sekarang waktunya lo tunjukin," kata Andra.
"Heh! Lo gak inget dulu ke Lira gimana? Mentang-mentang udah dapet, jadi belagu lo," sahut Bang Bintang galak.
Aku tertawa, main balas-balasan saja terus, hahahaha.
"Kalo lo diem gini aja ya gak bakal Dori ngeliat elu, Bang. Soal Dori yang gak biasa naik motor bisa kali di biasain kalo lo juga usaha buat ngedeketin. Udah ah, jangan kayak begini, gak suka gue. Ndra, kasih wejangan, biar Bang Bintang gak bego gini, ya." Kataku yang langsung melipir ke dapur, waktunya masak.
"Siap sayang! Dah, main game lagi aja yuk." kata Andra.
****
Pukul 17.45
Bang Ramo baru saja tiba bersama anak dan istrinya tepat saat aku menyelesaikan masakan terakhir.
Menu yang aku buat sesuai permintaan mereka kok, ada sop iga, ayam rica-rica, penutupnya aku buat puding, ini sih kalau kata Andra sama Bang Bintang sudah paket lengkap.
Dori sama Ajun datang lima belas menit kemudian, kami melaksanakan solat magrib terlebih dahulu, setelah itu kami baru makan.
"Ra, enak banget. Udah lama gue gak nyobain masakkan lo," kata Dori dengan penuh semangat di angguki oleh Ajun dan yang lainnya.
"Eiya, Ra. Nyokap nitip salam, gak bisa ikut soalnya ada arisan bareng temen-temennya," kata Bang Bintang sambil menyantap ayam rica-ricanya.
"Iya gapapa, alhamdulillah deh kalo masih enak rasanya, udah lama juga gak masak menu ini gue." Sahutku sambil meminum air putih.
Lima belas menit kemudian kami melanjutkan dengan obrolan ringan, aku sama Dori sih main bareng anaknya bang Ramo-Zefan-yang sudah berusia dua tahun, sedangkan para lelaki duduk di teras depan.
"Zefan sayang, gemes banget sih. Gimana, Teh rasanya punya anak?" tanyaku penarasan, ke Teh Tya-istri bang Ramo-yang tampak cantik dengan hijab berwarna pink muda.
Teh Tya terkekeh pelan, "Seru kok, ada mainan baru dirumah, jadi gak bosen juga kalo nunggu suami pulang, Zefan juga nurut banget anaknya, alhamdulillah," sahut teh Tya sambil memberikan botol susu ke Zefan.
Dori terkekeh saat balita kecil itu tersenyum. "Lucu banget sih,"
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul setengah delapan malam, Bang Ramo pamit untuk pulang lebih dulu.
"Makasih ya, maaf tempatnya sempit, bikin dedek Zefan gak betah ya,"
Teh Tya menggeleng, "Gapapa kok, Zefan rewel karena ngantuk aja. Makasih buat masakannya tadi ya, Lira."
Aku mengangguk, tersenyum tulus. "Sama-sama, Teh. Hati-hati ya pulangnya."
Yang lain pun ikut pamit pulang.
Lima belas menit setelah beberes di bantu dengan Andra, ia pun akhirnya pamit pulang, besok pagi katanya harus mengunjungi lahan yang akan di bangun Caffe bar miliknya.
"Makasih ya udah bantuin, pulang langsung istirahat,"
"Sama-sama sayang, pulang dulu ya. Assalamualaikum," kata Andra sambik mencium keningku.
"Waalaikumsalam."
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top