Kelopak 2: Siapa Di Sana?!

Gelap merayap dengan cepat begitu aku membuka buku mantra dari Vader. Malam ini, keempat saudaraku bertingkah lebih waras, selayaknya anak dan keluarga normal. Mungkin mereka mendadak termotivasi mencari pusaka yang ditugaskan Vader karena sindiran ayah kami itu beberapa waktu lalu.

Saat Ignicia membawa mayat yang katanya ibu kami—tidak, itu Estelle, mayat buruan si sulung yang didandani si Bontot dan dia seret ke meja makan. Dua anak itu sukses membuat selera makanku lenyap berhari-hari. Vader kemudian menyinggung-nyinggung tentang tak satu pun dari kami yang sudah menemukan pusaka sesuai perintahnya.

Aku tak pernah mau tahu tentang apa saja yang saudaraku lakukan—bahkan bukan urusanku jika tiba-tiba mereka mati di-ngap naga. Sampai saat ini, hanya Eberulf yang kuketahui masih mencari-cari informasi tentang Keris Naga Amarta. Beberapa waktu lalu dia mampir ke kamarku—lebih tepatnya mengacak-acak kamarku sampai aku nyaris meleburkan seisi mansion, hanya supaya dia dapat informasi tentang benda yang dicarinya. Kuberi dia buku dari perpustakaan pribadiku agar cepat pergi dan membiarkanku sendirian.

Asmosius mungkin sudah memulai pencariannya—dia senang bergerak diam-diam, eh tahu-tahu sudah dapat. Dengan otaknya yang bisa diandalkan, aku takkan heran kalau dia menjadi orang pertama atau kedua yang mendapat pusaka sesuai perintah Vader.

Eberulf ... mungkin dia akan sedikit sesulitan, tetapi anak itu pasti bisa. Begitu juga dengan Wulfer. Meski aku tak begitu menyukainya, bukan berarti aku benci dan benar-benar tidak mempedulikannya.

Ignicia ... ah, sudahlah. Ketimbang anak satu ini, lebih baik dikurung berdua Wulfer di perpustakaan dari pada harus menemani gadis manja itu mengadakan pesta minum teh. Anak itu terlalu santai dan mengandalkan kekuatannya yang Vader banggakan.

Aku juga seharusnya sudah membuat perubahan untuk maju dan mulai berpikir bagaimana caranya mendapatkan bunga yang Vader minta. Pria itu meremehkanku lebih dari Ignicia kalau soal pertarungan, maka dia memberiku buku sihir untuk berjaga-jaga. Padahal seharusnya dia tahu, kalau aku bisa menghancurkan dunia ini sendirian seandainya hilang kendali.

Namun, sebanyak apapun kupelajari dan menghafal mantra-mantra di dalam buku ini, tetap saja sulit mempraktekkannya. Pertama kali aku mencoba membuat bola lampu yang bisa melayang sesuai perintahku, seperdelapan halaman belakang mansion terbakar dan Asmosius tertawa dari atas pohon.

Waktuku bisa-bisa terbuang percuma kalau hanya mempelajari buku sihir. Maka, hari ini aku memutuskan untuk masuk ke dalam hutan ajaib dan memulai langkah pertama pencarian bunga Giftige Lavensbloem. Vader pernah bilang padaku, kalau bunga itu hanya dapat ditemukan saat langit sudah rebah, itu artinya aku harus ke sana saat malam hari. Padahal, ada mitos mengatakan sesuatu tentang para monster.

Hutan Ajaib memang tampak seperti hutan biasa dari luar. Dipenuhi pohon dan beberapa makhluk kecil seperti rubah, kelinci, dan kucing. Letaknya tak jauh dari mansion dan perpustakaan kota. Memang tidak ada yang khusus, tetapi saat kau memasukinya dengan mengucap mantra, hutan itu akan berubah menjadi portal ke tabir lain di baliknya.

Aku pernah menjajalnya sekali saat siang hari, memasuki Hutan Ajaib dan berkeliling di dalamnya selama lima belas menit. Tidak ada apa-apa selain burung phoenix dan kucing salju, juga kupu-kupu raksasa cantik yang terbang melintas. Memang hanya demikian, sebab para monster hanya akan muncul saat bulan sudah bertahta.

Aku juga pernah memasukinya di malam hari tanpa melafal mantra. Namun, yang kutemukan hanyalah sekumpulan pria biadab dan satu wanita malang. Jadi kulepas sarung tanganku dan mulai mengumpulkan ginjal-ginjal mereka—kecuali si gadis yang pakaian dan kesadarannya raib entah ke mana. Aku tidak tega sebagai sesama perempuan.

Baru hari ini aku nekat menjajalnya dengan mantra di malam hari. Perlengkapan sudah ada di tas, meski hanya sebotol air dan buku mantra, aku siap.

Tubuh kecilku melesat dengan mudah, berbalut jubah hitam di tengah gelapnya malam. Yang lain mungkin sedang tidur, atau melakukan hal yang sama denganku, sebab lorong utama mansion benar-benar sepi, hanya bayang-bayang dari lentera yang menari-nari di tengah sunyi.

Melewati alun-alun kota menuju perpustakaan bukanlah hal yang mudah di malam hari. Biasanya akan berlaku jam malam yang aku sendiri tidak paham maksudnya apa—dan tidak peduli juga, soalnya aku yang menculik para korban. Intinya hanya perlu menghindar dari petugas patroli, selebihnya menjadi jauh lebih mudah.

Satu kali, mungkin, kupergoki adikku berkeliaran bersama gaunnya. Entah mengejar bola matanya yang copot atau main petak umpet.

Angin malam menyapaku lebih kencang ketika sepatu kulit yang kukenakan menginjak rerumputan berembun. Kuremas tali tas yang menyilang di depan dada dan menghela napas panjang.

Hutan di depanku ini tak berbeda dari yang kemarin. Kalau terjadi apa-apa, aku hanya perlu melafal mantra perlindungan dan merayap keluar dari hutan sesegera mungkin. Atau terpaksa mengeluarkan kekuatanku dan meleburkan beberapa pohon. Kalau itu juga tidak sempat ... maka yang pulang ke telinga Vader hanya namaku saja.

"*Verlicht je in de duisternis van de wereld."

*Mantra nyalain lilin

Setitik cahaya terbentuk di atas telapak tanganku yang terbuka. Kutahan mantranya sambil menahan napas sejenak, berharap tidak ada insiden kebakaran lagi. Percikan api itu membesar perlahan, sampai akhirnya berhenti di ukuran kepalan tangan.

Bagus, tinggal satu lagi. "**Open de sluier van de wereld van flora en fauna." Kali ini, aku tidak tahu apakah mantranya berhasil. Satu-satunya yang bisa menjawab hanya dengan melangkah masuk dan melihat apakah ada monster di dalamnya. Kalau yang kutemui adalah om-om cabul, berarti aku harus mengulang lagi pelafalan mantranya.

**Mantra masuk hutan

Baiklah, kalau tidak hari ini, kapan lagi. Kubulatkan tekad dan mulai melangkah masuk melangkahi semak-semak perdu dan pakis. Bola api yang kubuat sukses mengikuti ke mana arahku berjalan tanpa hilang kendali.

Lima belas menit berkeliling, tak satu pun monster yang melintas di depan mataku. Ini mantraku yang gagal atau mereka tidak sungguhan ada? Kulanjutkan lagi langkahku sebentar, kalau memang tidak ada apa-apa aku akan—

Tubuhku mematung, kuredupkan bola api yang melayang di depanku sambil menunduk. Di depan sana, di antara tanah yang tak ditumbuhi pohon, sebuah bangunan kayu berdiri di atas empat roda. Gubuk atau bekas kereta kuda besar, aku tak tahu.

Yang jelas, ada sosok siluet hitam berjaga di depannya. Dengan tombak dalam genggaman, dan postur tubuh tegap ... kusimpulkan dia laki-laki.

Di balik persembunyianku, sepasang mata merahnya bergerak menangkap keberadaanku.

Jangan lupa mampir ke seri Leanders bersaudara lainnya! Mari bertemu dengan si sulung Asmosius … pengendali tikus disertai otak jenius, Wulfer sang werewolf, Eberulf sang cacat yang mengawasi segala langkah maju dunia, Debora dengan tangan leburnya dan Ignicia si bungsu yang dijuluki sebagai gadis dari neraka.

Leanders Series:
1. Asmosius: The Master of Rats Ralorra
2. Wulfer: The Black Snout ashwonders
3. Eberulf: The Black Fang Azzafrei
4. Debora: Vervloekte Hand Aesyzen-x
5. Ignicia: Girl From Hell ZiviaZee

Ayo segera lanjutkan petualangan imajinasi liarmu bersama lima bersaudara gila! Sudah siap?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top