20. He's Gone

Keep running eventhough a piece of your life has gone

Keesokan harinya

"Minho hyung! Minho hyung! Hyung! Hyung!"

Suara teriakan Jeongin yang mirip dengan seekor lumba-lumba menggema dari koridor lantai satu sampai menuju ke ruang kesehatan yang telah disulap menjadi tempat peristirahat mereka empat hari ini.

Minho menghentikan kegiatan melipat selimut tipis khas ruang kesehatan sekolah berwarna blue pastel dan mengernyitkan dahinya saat melihat Jeongin bertumpu di ambang pintu dengan sebelah tangannya, deru napas yang lebih muda terdengar kuat. Pemuda yang paling muda itu pasti berlari dari kantin kemari yang pastinya sangat jauh karena berbeda gedung. Napasnya terdengar semakin netral dan senyum manis terbingkai di wajahnya yang banjir peluh di sekitar area dahi sampai ke pelipis.

Felix tidak mungkin salah memasukkan bumbu dapur, kan? Seingatku, aku memintanya memasukkan garam sesendok kecil, bukan satu centongan. Felix bukan Hyunjin yang suka bereksperimen gila sampai membuat Jeongin seperti ini. Lantas apa yang membuatnya tersenyum setelah lari sekencang dan berteriak seolah berada di hutan belantara? batin Minho yang masih mengerjap beberapa kali karena kebingungan dengan sikap pemuda Yang.

"Syukurlah Hyung masih ada." ucap Jeongin lalu melangkah dengan ringan seolah perbuatannya tadi adalah hal yang biasa.

Demi apapun, jangan menjadi Hyunjin versi 2.0. Itu sama sekali bukan hal yang membahagiakan.

Minho merana dalam pemikirannya. Dia tahu kalau wajah keduanya nyaris mirip seperti anak kembar dan setahu Minho, kepribadian mereka tidak terlalu sama. Asumsinya tentang kedua adiknya itu terlalu sering bersama kemana-mana membuat Minho bertekad untuk memisahkan keduanya sementara ini.

Demi keselamatan jiwaku, Minho berucap dalam hati dan memantapkan pikirannya.

"Seungmin Hyung ... dia menghilang."

Ucapan Jeongin menumbuk relung hatinya dengan kuat. Kedua sisi selimut yang tadinya dipegang, merosot jatuh dan kembali tak berbentuk. Lupakan tentang selimut. Minho langsung berlari secepat yang dia bisa.

"Aish ... Hyung! Astaga, dia membuatku kembali berlari. Hyung! Tunggu aku! Aish ...." Jeongin memekik sendirian, melihat selimut yang tergeletak tak berdaya di salah satu bangsal dan ikut jejak Minho. Peluhnya yang masih menempel di wajah semakin bertambah banyak.

Pagi yang menyehatkan bagi oknum Yang.

"Minho hyung! Mereka ke gedung utama! Jangan ke sana!"

Perkataan Jeongin membuat Minho berhenti di anak tangga pertama gedung yang menampung kantin, lalu berbalik ke gedung utama dengan kecepatan larinya yang tak kira-kira. Jeongin menhembuskan napasnya kasar, sedikit kelegaan karena Minho mendengar jeritannya di lapangan luas tadi.

Tidak mungkin untuknya mengikuti Minho menaiki anak tangga lagi untuk menyeret pemuda yang telah dia anggap sebagai kakak laki-laki itu kembali menuruni tangga. Jeongin pun ikut ke gedung utama.

"Kenapa tidak ada telepon di sini? Kan lebih gampang untuk memanggil orang dari beda gedung." gerutu Jeongin dan menarik tangan Minho yang berada di lantai bawah. "Mereka di ruang guru, Hyung. Astaga! Jangan cepat-cepat, aku lelah berlarian mencarimu dari tadi."

Memang pantas baginya menggerutu di pagi hari indah itu, setelah memastikan kakak kesayangannya menghilang, Changbin memintanya mencari Minho untuk mendapatkan solusi. Tiga puluh menit terbuang sia-sia mencari pemuda tersebut dimanapun, saat dia kembali ke kantin, dia menemukan Felix keluar dari dapur dengan peluh membanjiri. 

Jeongin mengira, mungkin pemuda berwajah oriental itu kelelahan membersihkan dapur seorang diri, yang lainnya mencari Seungmin sebisa mereka.

"Minho hyung? Dia membantuku mengarahkan memasak sarapan tadinya setelah dari kamar mandi untuk menuntaskan panggilan alam. Setelah itu dia ke base, katanya dia akan membersihkan ruangan agar malamnya lebih nyaman tidur."

Base itu julukan yang mereka sepakati untuk menamai ruang kesehatan. Karena mereka setuju kalau ruang itu benar-benar seperti markas mereka untuk beristirahat. Dan begitulah, Jeongin berteriak dari koridor lantai satu sampai ke ruang kesehatan seperti orang kemalingan.

Karena kalau ditanya, Jeongin nyaris berlari satu jam tanpa henti. Jeongin bisa memerankan karakter Thomas di film sci-fi favoritnya selepas keluar dari sini.

Minho langsung membuka pintu ruang guru sampai terdengar daun pintu menabrak dinding mengeluarkan debuman keras. Kedua telapak tangannya mengepal kuat siap meninju siapapun, menahan amarah tidak semudah yang dibayangkan dalam situasi darurat seperti ini.

"Ini semua ulah Hyunjin. Dia memang membenci Seungmin untuk alasannya sendiri dan tega membuat Seungmin menghilang." ujar Jisung dengan nada tinggi, dia duduk di meja guru paling ujung dekat dengan lemari yang menyimpan berkas. Ada Jeno yang duduk di sebelahnya, sesekali dia menenangkan teman satu sekolahnya itu.

Sedangkan Changbin sibuk melihat pedangnya dengan posisi duduk di meja salah satu guru dekat dengan jendela dan bersebelahan dengan meja yang digunakan Jisung. Sepertinya kursi yang diduduki Jeno adalah satu set dengan meja yang dipakai Changbin sebagai tempat duduknya. Felix hanya menunduk di samping pintu, Minho sempat melihat pemuda itu melonjak kaget karena debuman pintu.

Untuk pemuda yang baru saja dicerca oleh Jisung, memilih untuk berdiri sudut lainnya dengan posisi bersandar pada dinding berdebu melihat pemandangan luar dari jendela yang dibuka lebar. Berusaha untuk mengabaikan ucapan siluman tupai itu dan fokus dengan semilir angin yang berusaha mendinginkan pikirannya.

"Sudah bisa dipastikan. Dia adalah Jay."

Ucapan Jisung membaut suasan semakin mencekam, apalagi Hyunjin tidak berusaha membalas perkataan Jisung hanya membuat suasana semakin buruk. Minho berdiri di tengah-tengah sedangkan Jeongin menarik sebuah meja yang ada di dekat Hyunjin dan memposisikannya pas di depan jendela yang terbuka lebar.

"Duduklah, Hyung. Seungmin Hyung akan kembali. Aku yakin. Dia tidak selemah kalian pikirkan." ucap Jeongin selembut mungkin, anak yang sedaritadi berlarian satu area sekolah itu akhirnya mendudukkan tubuhnya di atas meja seperti yang dilakukan Changbin.

Hyunjin menatap Jeongin dengan tatapan yang tidak bisa diartikan lalu mengambil tempat di sebelah Jeongin dengan posisi memunggungi yang lebih muda dan tetap melihat ke luar.

"Kapan dia menghilang?" tanya Minho setelah menenangkan pikiran kacaunya. Yang dibutuhkan mereka saat ini adalah orang yang bisa mengontrol emosinya dan mengarahkan mereka ke arah yang tepat.

"Kami tidak tahu, Hyung." ucap Felix lirih yang masih bisa didengar dengan posisi yang sama.

"Aku tidak melihatnya seharian ini." balas Changbin.

"Aku bangun paling awal, tetapi Seungmin sudah tidak ada di kasur lipat. Kupikir dia keluar untuk berjalan-jalan atau ke kamar mandi. Tetapi sampai jam sembilan, tidak ada seorangpun yang melihatnya." sahut Jeno setenang mungkin, dia harus membantu jalan keluar dari sini.

"Aku ke kamar mandi yang di kolam renang jam tujuh dan tidak ada siapapun." timpal Jisung yang masih menatap sengit pemuda yang mengabaikan mereka.

"Ada yang bangun di jam dua sampai jam lima?" tanya Minho lagi.

Suasana kembali hening. Jeongin masih berusaha menenangkan dirinya, tidak boleh segegabah itu menunduh Hyunjin adalah pembuat jebakan ini. Belum ada bukti kuat yang mengarah pendapat tersebut. Siapapun bisa menjadi Jay sekarang.

"Aku ke kantin jam empat untuk sekedar memasak untuk mengganjal perut, tiga puluh menit kemudian aku berada di lapangan depan untuk mengasah kemampuan pedangku. Seungmin sudah tidak ada di base saat jam itu. Tetapi tidak ada orang di luar dan sungguh sunyi." kata Changbin lagi. 

Minho melihat semua orang di sana, berarti tidak ada yang mengetahui kapan pastinya Seungmin menghilang. Dia merogoh kantung celana yang berubah menjadi sweatpants -hasil pencariannya di gudang perlengkapan olahraga dan lemari ruang guru- dan mengeluarkan sepucuk surat.

Itu adalah hasil pencarian Seungmin yang paling terakhir.

"Kita pasti bisa mengetahui letaknya dimana. Jangan berasumsi demikian, Jisung. Selama tidak ada bukti nyata, kita tidak bisa menghakimi Hyunjin seperti itu." kata Minho setenang mungkin. Jisung hanya mendengus kesal dan sedetik kemudian, terdengar suara debuman keras.

Itu Hyunjin yang turun dari meja dan berlari keluar ruangan tanpa memberi tahu apapun kepada yang lain.

Jeongin yang paling sadar segera mengikuti Hyunjin disusul dengan Minho, lainnya merasa tidak bisa bergerak dan memilih menetap di ruang guru dan melihat melalui tiga pasang jendela yang terbuka lebar.

Jisung dan Felix mengambil tempat yang ditempati oleh Hyunjin, Jeno memilih berada di tengah sedangkan Changbin beradi di ujung dekat dengan lemari. Empat pasang mata dari atas membulat terkejut saat melihat Hyunjin mengayunkan sesuatu ke atas menunjukkan kepada mereka.

"I found it!"

To Be Continue

Soreeeeeee

Bagaimana kabarnya, kak, bang, dek?

Hopefully you guys doing well ya

See ya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top