08. Eat First, Talk Later

Cara takdir bermain dengan kita, memang berbeda.

Han Jisung melihat ke belakang, masih ada Changbin, Felix, Seungmin dan Jeongin mengikuti mereka. Tidak sulit untuk ke kantin, apalagi mereka memiliki Minho dan Hyunjin yang memang bersekolah di sini.

"Kalau ke kiri tadi, itu ke tempat kita disekap. Kita ke kanan, itu adalah kantin sekolah, mini market, toko alat tulis dan auditorium." kata Minho sambil menunjuk sebuah gedung bertingkat empat di sebelah kanan mereka.

Jisung melihat sekitar, siapa yang tidak mengenal Jila High School?

Sekolah yang katanya hanya berisi oleh keturunan pewaris sangking bergengsinya sekolah tersebut.

Jisung memperhatikan sekitar, persis letak detail sekolah ini sangat luas, di luar dipagari oleh tembok yang kata Changbin memiliki daya listrik, Jisung cukup yakin, dia akan gosong total jika terlempar ke sana. Lalu, menginjak dari pintu gerbang utama, disuguhi oleh lapangan luas, menurut Jisung itu cukup menjadi lahan parkiran. Lapangan inilah tempat mereka tadi berperang dengan zombie.

Lalu, disebelah kanan lapangan ada taman. Jisung tidak yakin itu adalah taman atau hutan buatan. Tetapi, ada beberapa pohon yang menjulang tinggi, cukup membuat Jisung yakin.

Lalu, setelah dari lapangan utama, mereka melewati gedung utama.

"Gedung utama berisi untuk kantor kepala sekolah, pimpinan, ruang guru dan ruang konseling siswa. Intinya, gedung ini berisi hal yang penting untuk sekolah. Semua kelas sepuluh juga di gedung ini. Kalau dua tingkatan lagi berada di gedung belakang."

Itu perkataan Hyunjin saat melihat Jisung yang menganga lebar ketika masuk sekali lagi ke gedung utama.

Jisung tersenyum sungkan ketika melihat Felix di belakangnya yang tersenyum. Lalu, kembali menaiki tangga, setiap gedung memiliki anak tangga setiap lantai dan lift. Mungkin jika ada waktu kesempatan lagi, Jisung akan jalan-jalan.

"Hei, mau kemana?" Tanya Jisung saat melihat Changbin tergesa-gesa naik melalui tangga. Tetapi, dia diabaikan begitu saja, ketika pemuda itu menghilang di balik pintu masuk kantin.

Felix melihat ke tujuh kepala laki-laki yang mengambil tempat di penjuru kantin sekolah. Tangannya yang memegang sebuah susu kotak rasa stroberi dengan punggung bawah yang menyangga pada sisi meja pengambilan makanan. Sekotak susu yang dia dapatkan dari vending machine yang diletakkan di sebelah meja ini.

"Kenapa tidak ada cepat saji? Aku sudah kelaparan. Tidak lihat pipiku menjadi tirus seperti ini?" Jisung mengomel sepanjang kakinya tidak bisa diam bergerak mengitari dapur kantin. Terdengar debuman benda yang ditutup dengan kuat dari dalam sana.

"Kau kira ini sevel? Yang namanya kantin, itu makanannya perlu dimasak dulu." Seungmin yang ikut terseret ke dapur membalas dengan sarkas, karena Jisung dengan tidak sopannya menarik lengan pemuda itu setelah menginjak kantin Jila. "dan apa-apaan dengan pipimu, itu bahkan tidak menirus sama sekali, justru semakin mengembang layak adonan masuk oven." Sambung Seungmin yang duduk di pantry.

*sevel = seven eleven, minimarket

"Kalau begitu, kau bisa memasak? Tolong masakan apapun yang bisa dimakan. Aku kelaparan."

Jisung merengek di dalam dapur, imbasnya bukan hanya Seungmin tetapi kepada enam lainnya yang memilih untuk duduk beristirahat dan berusaha untuk mengolah serangkaian kejadian yang baru saja mereka alami.

Anak itu ribut sekali. Tidak makan sekali, tidak akan membuat dia meninggal, pikir Felix sambil menyeruput habis sisa susu berwarna merah muda itu, lalu melempar bekas kotak tersebut ke tong sampah sebelum berjalan masuk ke dalam dapur.

"Ada alergi atau makanan yang tidak disukai?" Tanya Felix sambil membungkuk melihat bahan makanan yang dimasukkan ke dalam kulkas. Kepalanya menghadap ke arah Jisung yang terdiam; bertanya apa yang dilakukan oleh titisan Bruce Lee -begitu Jisung memanggilnya- di depan kulkas melalui gestur wajah.

"Aku sedang mendiamkanmu. Kalau kau tidak ada alergi, akan lebih mudah bagiku untuk memasak."

Jisung tersenyum manis, "Tidak ada alergi. Aku ini sehat sejak lahir."

Felix hanya diam, mengeluarkan beberapa butir telur, dan bermacam sayuran di kulkas; meletakkannya di atas pantry. Mondar-mandir layaknya setrika panas dari kulkas ke pantry dan sebaliknya. Lalu, dengan berkacak pinggang, dia melihat Jisung dan Seungmin bergantian.

"Lebih baik kalian di depan bersama mereka." Ucap Felix yang menggulung lengan bau tidurnya sampai ke siku.

"Aku akan membantu, setidaknya aku bisa memotong sayuran ini." Kata Seungmin yang disetujui oleh Felix. Jisung langsung melenggang pergi dari arah dapur dengan senyum yang masih bertengger di wajahnya.

"Sudah kenyang?" Tanya Minho saat melihat Jisung keluar dari dapur. Pemuda bermarga Lee itu duduk bersila di salah satu kursi dekat dengan pengambilan makanan bersama Hyunjin dan Jeongin.

Jisung menggeleng, mengambil tempat di sebelah Jeongin, "Titisan Bruce Lee sedang memasak untukku."

"Awas saja beracun." Kata Minho dengan cepat.

"Sembarangan. Tidak mungkin dia melakukan itu." Sanggah Jisung tak kalah cepat.

Minho mengangkat bahunya, "Bisa saja dia melakukan itu. Memangnya kau kenal dia? Tidakkan? Semua itu bisa terjadi, siluman tupai."

"Hyung, tidak masalah membiarkan mereka memakai dapur? Kalau nanti pagi diintrogasi, bagaimana?" bisik Hyunjin pada Minho yang duduk di sebelahnya.

Minho menggeleng, "Biar aku tangani masalah ini."

"Ini sekolah, tetapi, menurutku lebih mirip mall. Luas banget." Kata Jeongin sambil melihat area kantin. Mereka berada di lantai ketiga, dan khusus untuk kantin. Meja dan kursi dijajarkan dari ujung sampai ke pengambilan makanan.

"Di bawah tadi ada minimarket."

Pupil Jeongin melebar ketika mendengar perkataan Hyunjin. Dia memang melihat ada ruangan yang cukup lebar dengan beberapa perlengkapan stand di sana, lengkap dengan jajaran bungkusan makanan.

"Kau darimana?" Tanya Minho saat melihat Changbin datang dari arah berlawanan.

"Memeriksa ruangan." Jawab pemuda tersebut dengan singkat.

"Semuanya aman?"

Changbin hanya mengacungkan jempolnya, lalu mencari tempat untuk duduk.

"Omong-omong, kalian tidak ada yang berniat untuk cerita?" Tanya Hyunjin sambil melihat Changbin dan Jisung bergantian.

"Apa yang mau diceritakan?"

"Heum ... semuanya. Bagaimana kalau kalian ceritakan bagaimana kalian ada di Jila?" Hyunjin menatap Changbin yang duduk di atas meja dengan pedang di sebelahnya. Dia benar-benar duduk di meja omong-omong.

"Tidak tahu."

"Hah? Apanya yang tidak tahu?" Tanya Hyunjin lagi.

"Aku tidak tahu bagaimana aku ada di sini. Pedang ini juga tidak bersamaku sejak awal, aku menemukannya ketika masuk ke dalam hutan buatan itu." Jawab Changbin dengan tatapan dingin mengarah pada empat pemuda yang duduk di sana.

"Sebelum bertemu dengan pedang ini, aku bersama Yong ... Felix terikat di tengah lapangan luas itu. Lalu, aku dan dia masuk ke hutan. Setelah mendapat senjata itu, makhluk aneh itu langsung keluar entah darimana." Kata Changbin yang tidak mematahkan pandangannya, matanya berhenti menatap Hyunjin.

"Aku rasa zombie itu mengganas ketika Hyunjin ini keluar."

Pandangan mata semuanya mengarah ke pemuda Hwang. Hyunjin hanya menunjuk dirinya sendiri.

"Aku ikut bertarung melawan mereka sejak awal. Gestur mereka, langkah mereka terkesan pelan, makanya aku santai melawan mereka bersama Felix. Tetapi, ketika kau muncul, mereka tiba-tiba mengganas. Bahkan hampir mengambil nyawa Minho."

"Oh ya?"

"Iya, aku juga merasakannya." Ucap Felix dari arah dapur keluar dengan sepanci besar kimchi jjigae di tangan yang berselimutkan sarung tangan untuk memanggang.

"Hanya ini yang bisa dimasak sekarang. Setidaknya lengkap untuk kalian semua makan." Kata Felix meletakkan panci panas itu di atas meja, diikuti dengan Seungmin yang mengeluarkan peralatan makan.

"Tapi ada yang aneh." Ucap Jisung yang segera mengambil adonan tepung ke mangkuknya dengan sumpit, beserta daging, ikan dan sayuran yang ada. Lalu, melahapnya dengan kilat.

"Dia benar-benar kelaparan. Siluman satu ini banyak makan ternyata." Kata Hyunjin yang menggeleng pelan melihat kelakuan Jisung.

"Ini serius. Aku juga disekap, bedanya di laboratorium kimia. Memang aku tidak diikat, mungkin karena aku satu orang saja di dalam sana. Aku berusaha untuk keluar dan memang pintu dikunci, anehnya air langsung keluar dari lantai tiba-tiba." Kata Jisung yang kembali melahap hidangan sederhana tersebut.

"Kami juga sama. Kau ada sesuatu untuk dikalahkan? Seperti robot atau zombie?" Tanya Hyunjin yang mengambil mi di panci tersebut setelah semua pemuda mengambilnya.

"Tidak ada. Kalian ada?"

Jeongin mengangguk, "Robot. Setelah mereka mati, air itu langsung keluar. Beruntung tidak terjadi kontak listrik."

Jisung mengernyitkan dahinya, otaknya yang biasanya berkutat dengan not balok dan angka menjadi sibuk dengan permasalahan hidup.

Brak!

Jisung terjengit saat mendengar gebrakan meja dari Changbin. Semua pasang mata berpusat pada pemuda yang masih setia di atas meja dengan seringaian di wajah.

"Aku tahu sesuatu sekarang."

Death Hunters
08. Eat First, Talk Later | Done

Hai, maaf baru bisa update sekarang.

Hehe, gimana chapter satu ini?

Stay healthy, ya, STAY! Harus! Aku tidak mau kalian sakit. Istirahat kalau lelah, tidak ada yang lebih precious dari our own healthy.

See ya ^^

To Be Continue

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top