12.
Hargai penulis dengan memberikan vote dan komen yaaa!!!
🍭🍭🍭
"Sebangku lagi?"
Hana cuman nyengir ngedenger pertanyaan Yoonbin lalu menganggukkan kepalanya. "Ya gitu."
Hana lalu naro tasnya di samping kanan Yoonbin, setelahnya terdengar helaan napas panjang dari Yoonbin. Hana jelas noleh lah. "Kenapa? Ga suka duduk sama gua?"
Wado sensi amat neng, masih pagi juga.
"Enggak," jawab Yoonbin cepet. "Tapi jangan mikir yang aneh-aneh juga."
"Engga lah, gua kan bukan bokepers, jadi pikiran gua ga aneh-aneh," balas Hana sembari menjulurkan lidahnya.
"Serah."
Lalu keduanya diam, Hana sibuk dengan ponsel sedangkan Yoonbin sibuk melihat hujan. Diam-diam mata Yoonbin melirik Hana yang sedang senyum-senyum sendiri.
Yoonbin sebenernya ga tahan buat ga ngatain Hana. Sama kepo juga kenapa anak itu pagi-pagi udah senyum aja, kaya orang gila.
"Lo kesambet apa sih?"
Celetukan Yoonbin bikin Hana noleh, "Hah? Gua kesambet?"
"Lu senyum-senyum sendiri tadi. Gua pikir lo emang kesambet."
"Ya daripada lo ga pernah senyum. Kek batu idup."
Yoonbin mengulum bibir atas dan bawahnya, sembari berpikir dengan agak kritis, emangnya dia ga pernah senyum? Emangnya dia separah itu?
Enggak, Yoonbin rasa enggak begitu. Hana hanya ga tau apa yang terjadi dihidupnya sehingga Yoonbin susah untuk sekedar melakukan amalan yang paling mudah yang disebut dengan senyum itu.
Yoonbin sebenarnya ingin tersenyum, tapi dia tidak bisa.
Mungkin ini karena dia masih belum bisa menerima kenyataan dan dirinya sendiri.
Dia masih benci terhadap dirinya, takdirnya, dan hidupnya.
"Kenapa sih lo ga pernah senyum?" ah sial, harusnya Yoonbin ga ngajak Hana buat ngobrol, jadinya dia ga haruskan mendengar pertanyaan nenyebalkan itu lagi.
Pertanyaan sederhana yang menghantuinya selalu, tepatnya Hana yang berperan sebagai hantu dipikiran Yoonbin.
"Emang senyum sesusah itu?"
Yoonbin enggak bisa jawab karena tidak mungkin dirinya mengiyakan pertanyaan Hana, toh nyatanya untuk tersenyum hanya harus menarik kedua ujung bibir keatas. Enggak susah, tapi buat orang yang memiliki masalah dengan dirinya sendiri Yoonbin merasa senyum itu susah.
"Lo ga akan ngerti, Han."
"Iya gua ga ngerti karena lo ga pernah cerita, Bin," Hana melipat kedua tangannya didepan dada, matanya menatap Yoonbin dengan intens. "serius, deh gua bukan peramal, jadi gua akan ngerti elo. Kecuali kalo lo mau cerita sama gua."
Yoonbin memalingkan wajahnya. "Gua ga percaya sama elo."
"Gua bukan Tuhan, lo ga harus percaya sama gua sih," balas Hana setelah menghela napas. "tapi ga ada salahnya juga lo cerita sama gua, cerita bisa ngebuat lo lebih lega. Karena kadang manusia itu cuman butuh didengar, dan gua disini akan berusaha menjadi pendengar yang baik."
Sebenarnya hati Yoonbin agak tersentuh mendengar ucapan Hana. Rasanya sudah lama dia tidak mendengar ucapan itu, bahkan dari ibunya sendiri.
Tapi Yoonbin tetaplah Yoonbin, dia tidak akan meruntuhkan temboknya hanya karena ucapan Hana.
"Terserah."
Mungkin Hana harus berusaha lebih keras lagi, dan diam-diam Yoonbin mengharapkan hal itu.
🍭
Sejujurnya, Hana ga mau kepikiran soal Yoonbin dan segala alasan kenapa manusia itu belum terlihat tersenyum sampai sekarang.
Tapi gimana ya, Hana ga bisa gitu aja ngereset otaknya biar ga kepikiran soal Yoonbin. Hana ga bisa.
"Mungkin lo suka sama dia," tanggap Jeno ketika Hana menceritakan masalahnya.
Sebenarnya Jeno enggak begitu mendengarkan curhatan Hana sih, dia lebih fokus mengurusi pounya yang belum mandi.
"Dih, emang semua tindakan gua nunjukin kalo gua suka sama dia?" Hana bertanya lagi. "kayanya engga deh."
"Kalo ga suka, terus apa?" Jeno kini mengangkat satu alisnya, menatal saudaranya dengan tatapan menggoda. "cinta?"
"Sinting!" Hana segera mungkin menendang kaki Jeno.
Maklum keduanya sedang duduk berhadapan di bangku kantin, menikmati jam kosong dengan mengisi perut. Dan nasi uduk adalah pilihan terbaik.
Jeno tertawa terbahak-bahak, sedangkan Hana sibuk mengatainya.
"Kalo lo ga cinta sama dia, kenapa lo ngambek? Harusnya lo diem dong?"
"Ya abis gua kesel ngedenger bacotan tentang cinta dari mulut jomblo kaya elo."
Wado, sikat Han!
"Sebaiknya anda berkaca sebelum ngatain orang," Jeno nunjukin layar ponselnya. "Noh ngaca!"
"Anjing!"
"Babi!"
Dan diskusi mereka pun diakhiri dengan baku hantam.
🍭
Seharian ini cuman ada 1 guru yang masuk ke kelas. Itu pun cuman ngasih tugas.
Yoonbin bete sebenarnya, kalo tau hari ini bakalan banyak jamkos dan ga belajar harusnya hari ini Yoonbin diem aja di rumahnya dan bermain dota. Ga usah ke sekolah.
Efek enggak punya teman satupun, seharian ini kerjaan Yoonbin hanya duduk dan menghabiskan batre ponselnya. Dia diam sendirian dari pagi, gimana ga boring?
Hana? Gadis itu entah kemana.
Kalo jamkos begini jangan harap bisa menemukan Hana di kelas, Hana pasti pergi ke kelas lain.
Tapi siapa juga yang berharap, Yoonbin ga butuh Hana.
"Ahhh cape."
Panjang umur, Hana tiba-tiba saja datang dan duduk dibangkunya.
"Pa Taeyang beneran ga bisa bantu banget apa ya buat tanding minggu depan? Padahal kan itu tanding basket antar sekolah juga."
Seperti biasa, meskipun Yoonbin ga bertanya, Hana ngoceh duluan.
Yoonbin melirik Hana diam-diam, mukanya Hana kusut. Sepertinya Hana memiliki permasalahan yang belum bisa dia selesaikan.
Tapi dibanding bertanya soal keadaan, Yoonbin memilih untuk mengatai Hana. "Strika tuh muka, kusut soalnya."
Tuhan. Boleh ga sih, Hana lenyapin Yoonbin detik ini juga?
Ngeselin amat lambenya.
"Ga ada strikaanya."
Yoonbin tiba-tiba saja menyodorkan botol minum miliknya. "Noh?"
"Buat nyetrika."
"Bukan lah bodoh!" Yoonbin ngegas kan jadinya. "buat lo minum lah."
"Apa hubungannya strika muka sama aqua?" Ga mudeng Hana tuh.
"Minun bisa bikin lo lebih fokus, fokus bisa ngebantu lo berpikir jernih buat nyelesain masalah lo," ucap Yoonbin. "jadi mending lo minum dulu."
Hana nganggukin kepalanya, baru paham dia tuh. Mungkin Yoonbin benar, dia kebanyakan bengong sampe ga fokus mulu. Hana lantas mengambil botol minum milik Yoonbin dan meminum isinya. "Makasih."
Ah sial, Yoonbin lupa bilang. Harusnya Hana ga minum ditempat yang sama dengan Yoonbin.
Jadinya mereka berciuman kan?
Walaupun ga langsung.
"Absensi!"
Hana dan Yoonbin sama-sama terperanjat kaget ketika Junkyu memanggil keduanya. Pasti udah ada guru piket yang mau ngambil kertas burem.
Berhubung Hana yang bertugas mengisi kertas burem yang berisi tabel guru yang datang atau tidaknya, Hana lebih panik. Masalahnya kertas absensinya ilang.
"Anjir dimana ya?"
"Ini," Yoonbin nyodorin kertas burem. "makannya jangan ceroboh. Tadi ampir aja kesapuin." ucapnya sembari menepuk kepala Hana.
Hana yang udah deg-degan karena takut kertas ilang makin deg-degan lagi lah pas kepalanya ditepuk Yoonbin. Berkali-kali dia mengumpat setelah memberikan kertas buram itu ke Pak Jiyong, berharap jantungnya tidak berdetak secepat tadi tapi tetap saja susah.
"Hana," Pak Jiyong memanggilnya. "tolong ambilin kertas absen di kelas 10 dong. Bapak kebelet boker, ya tolong banget. Kamu lagi jamkos kan?"
"Iya."
"Yaudah sana, ambilin absen di kelas sepuluh terus kalo udah selesai kasihin ke Bu Dara di ruang tata usaha."
"Tap--"
"Udah jangan tapi-tapian, bapak kebelet boker nih."
Hana cuman bisa sweatdrop aja, ada-ada aja guru seni musiknya itu.
"Semoga lancar bokernya pakk," Hana melambaikan tangannya sembari menatap Pak Jiyong yang lagi lari-lari menuju kamar mandi terdekat. Setelah Pak Jiyong pergi baru Hana ngehela napas. "yah, kudu jalan lagi, padahal cape gua tuh."
"Yaudah gua temenin."
"Iy--HAH APA?!" Mata Hana melotot kaget pas Yoonbin bilang gitu, cepet-cepet Hana megang dahi Yoonbin. "l-lo ga kesurupan kan?"
Yoonbin sesegera mungkin menepis tangan Hana. "Enggak lah, makannya ayo." dengan bangsatnya lelaki ini jalan duluan, ketimbang Hana.
Maklum, habisnya Yoonbin terlanjur kaget pas jidatnya disentuh Hana. Sekarang tubuhnya jadi bergetar dan panas begini. FAK, YOONBIN GA TIBA-TIBA KENA SERANGAN JANTUNG KAN?!
"Terus kenapa?" Hana berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Yoonbin. Tapi susah banget, Yoonbin jalannya cepet, langkahnya lebar pula. Hana yang tingginya pas-pasan mah tawakal aja. "lo kenapa bantu gua?"
"Karena gua manusia," Yoonbin melirik Hana sekilas. "bukan batu hidup."
Hana menelan ludahnya dengan susah payah. "Lo kesinggung sama ucapan gua tadi pagi?"
"Engga sih," jawab Yoonbin tanpa menoleh kearah Hana. "gua emang pengen keluar aja, boring seharian tadi dikelas mulu."
"Emang kenapa ga keluar?"
"Ga punya temen."
Hana seketika terdiam. Emang sih Yoonbin hampir ga pernah bicara banyak dengan siapapun di kelas, mungkin Hana adalah pengecualian meskipun Hana sendiri ga yakin fungsi dirinya di hidup Yoonbin itu apa.
Tapi serius deh, boleh ga sih Hana berhipotensis kalau cuman dia yang Yoonbin liat sebagai teman?
"Jadi lo nunggu gua?"
Dan kepala Hana dijitak oleh Yoonbin emang ga keras tapi cukup buat Yoonbin ngerasa kesakitan, "Jangan geer."
"Ampun ndoro."
"Ck," Yoonbin lantas mendorong tubuh Hana untuk berjalan lebih cepat. "ayo, jangan lelet."
"Iya bawel."
Sebenernya Yoonbin ga bete-bete amat di kelas, dia juga ga pengen keluar amat.
Cuman pas tadi Pak Jiyong nyebutin kelas 10, entah kenapa Yoonbin mendadak mau nemenin Hana ngambil absen, padahal kaga diminta.
Soalnya dia tau, di kelas 10 itu ada Haruto.
"Permisi," Hana berucap di ambang pintu ke kelas 10 yang lagi sama-sama jamkos itu. "saya mau ngambil absen."
"KAK HANAAA!" Tuh kan, seperti dugaan Yoonbin pasti orang yang ngasihin absennya tuh Haruto, soalnya yang minta absennya Hana.
Haruto keliatan excited banget pas keluar, tapi senyumnya ngedadak luntur pas liat Yoonbin.
'Sial, kecolongan.'
.... Tbc ....
TUNGGU PART SELANJUTNYAA 💚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top