9. Izin nyetir (Revisi)

Sekedar alunan getar dari sebuah alat komunikasi tak akan sanggup membuat seorang April terbangun dari tidur nyenyaknya. Terlebih lagi jika hari libur. Mamanya yang sedang keluar kota tidak akan berteriak dan menggedor pintu. Membuat April bisa leluasa dengan selimut meski hari sudah siang.

Dan untuk keenam kalinya handphone April bergetar. Merasa tidurnya mulai terusik, tangannya meraba-raba nakas. Begitu mendapatkan benda yang dicarinya, April langsung mengangkat panggilan tanpa melihat siapa yang menelepon.

"Halo."

"Ya ampun Pril kebiasan deh kalo hari minggu. Ini udah siang masa lo belum bangun sih."

April menurunkan handphone dari telinga, guna melihat siapa si penelepon. Ia mendengus saat melihat nama Pras yang tertera di layar. Matanya lalu melirik jam beker sebelum menyahuti ucapan Pras.

"Baru jam sebelas pagi juga."

"Jam sebelas lo bilang pagi!"

"Berisik Bang! Budeg entar kuping gue. Enggak penting gue matiin nih."

"Eh jangan! Itu ambilin berkas gue dong diruangan Papa terus anterin ke kantor."

"Males ah. Minta Leo aja gih."

"Katanya dia lagi ada kerja kelompok sama temannya."

"Kenapa enggak lo aja yang ambil sih."

"Ya elah Pril, kalo gue balik dulu bisa telat gue. Tolongin gue ya."

"Ya udah deh."

"Nah gitu dong lo emang adek gue yang paling cantik. Berkasnya ada dilaci kedua di meja kerja Papa."

Begitu sambungan telepon terputus, dengan malas April bangun dari kasur. Kakinya lalu melangkah ke kamar mandi. Meskipun tidak mandi, dia harus mencuci muka dan menggosok gigi. Selesai bersiap dan mengambil dokumen yang dimaksud Pras, April dibuat bingung saat keluar dari rumah. Naik apa dia ke kantor?

Tak lama setelah berpikir, April menjentikan jarinya. Ia berjalan kearah garasi dan tersenyum saat melihat mobilnya disana. Mobil yang dibelikan Papanya sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-16. Bibirnya tersenyum ketika mengingat Adrian  yang melarangnya menyetir tapi malah membelikan mobil sebagai kado. Kan aneh? Tapi sekarang Adrian tidak ada dan jelas tidak akan bisa melarang.

Jadi April dengan semangat memasuki mobilnya. Keningnya mengernyit bingung karena melihat sebuah mobil yang tidak dikenalinya.  Memilih tidak peduli, ia langsung menghidupkan mesin dan mengemudikan mobilnya. Sekitar setengah jam akhirnya April tiba juga di perusahaan keluarganya.

Berhubung ini hari minggu, tidak banyak orang yang berada di kantor. Selain penjaga keamanan, hanya ada segelintir orang yang kerajinan sehingga bekerja pada hari libur. Sebut Pras sebagai salah satu contoh hingga menganggu tidurnya yang nyaman.

Dari basement, kakinya melangkah menuju lift yang akan membawanya ke ruangan Pras.  Begitu pintu lift terbuka, ia keluar dan berjalan ke arah kanan. Diujung sana ada seorang perempuan yang bisa dipastikan sebagai sekertaris Pras. Dalam hati April membatin betapa abangnya kejam karena tak hanya mengganggu tidurnya, tapi juga membuat sang sekertaris harus bekerja di hari Minggu.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya perempuan itu ramah begitu April tiba di depannya.

"Pak Prasnya ada?"

April menyebut Pras dengan embel-embel Pak. Disini tidak ada yang mengenalinya sebagai adik Pras karena memang, orang tuanya tidak pernah mempublikasikan identitasnya. April juga tidak mau repot-repot menjelaskan hubungannya dengan Pras kepada perempuan ini.

Tetapi bukannya menjawab, perempuan yang berada di depannya malah memandangnya penuh selidik. Meyorot tubuhnya dari atas ke bawah lantas bertanya beruntun, "ada keperluan apa dengan Pak Pras? Apa anda sudah membuat janji sebelumnya?"

"E ... saya gak punya janji sih tapi–"

"Kalau begitu lebih baik Adek pulang saja karena pak Pras nya sedang sibuk." Perempuan itu langsung memotong perkataan April, perkataannya dan sikapnya juga tak lagi ramah. Ia sudah lelah menghadapi banyaknya perempuan yang datang untuk mengganggu bosnya.

Sedari awal, April memang berniat meninggalkan dokumen kepada sekertaris Pras. Tapi melihat bagaimana sikap perempuan ini yang berubah menyebalkan, dia berubah pikiran. Ia merasa harus bertemu dengan Pras dan meminta abangnya menegur perempuan ini.

"Saya ada hal penting–"

"Tapi Adek, kan belum buat janji dan sekarang Pak Pras lagi sibuk. Tidak punya waktu untuk melayani anak kecil seperti kamu jadi lebih pergi atau saya panggil pihak keamanan."

Untuk kedua kalinya kalimat April dipotong dan itu membuatnya kesal. "Ih Mbak saya cuma mau ketemu sama Pras kok dibikin ribet sih."

Perempuan itu langsung melotot saat dipanggil Mbak, "enak aja kamu panggil saya Mbak emang saya nikah sama abang kamu?"

"Lah lo juga manggil gue adek. Udah deh mending gue masuk aja urusan sama lo ribet tau gak."

April melangkah berniat menerobos, namun usahanya dihalangi oleh perempuan yang protes di panggil mbak. Lebih parahnya lagi, perempuan itu malah memanggil pihak keamanan. Dua orang laki-laki datang dan langsung berniat membawanya pergi. Yang benar saja, masa iya dirinya mengalami adegan yang sering tayang di televisi. Diusir dari kantor abangnya sendiri. Karena berontak, kedua lelaki itu terpaksa menyeretnya. Sungguh kalau April ingin, kedua lelaki ini sudah babak belur.

"Jauhkan tangan kalian dari adik saya!"

Mendengar suara berat dan tegas itu membuat kedua pihak keamanan, April dan juga sang sekertaris serempak menoleh kearah suara berasal. Mereka terkejut saat melihat Pras yang menatap mereka dengan tajam, kecuali April. Entah karena terkejut atau bingung dengan perkataan Pras, kedua lelaki itu masih memegangi tangan April. Pras yang melihatnya mengepalkan telapak tangannya, matanya berkilat marah. Dia tidak suka ada yang menyakiti adiknya.

"Apa kalian tuli! Lepaskan tangan kalian dari ADIK saya!"

Kedua lelaki itu langsung melepaskan tangan mereka dari April. Kenyataan yang baru mereka ketahui ini membuat mereka terkejut. Wajah ketiganya langsung memucat. Dengan langkah lebar, Pras mendekat kearah April lalu menuntun adiknya masuk ke ruangannya. Tepat sebelum menutup pintu, Pras berbalik menatap ketiga orang yang sudah menunduk dengan wajah yang pucat pasi.

"Kalian saya pecat, termasuk kamu Lisa." Setelah mengatakan itu Pras membanting pintu dengan keras.

Pras langsung menghempaskan tubuhnya dikursi kebesarannya. Tangannya memijat pelipis dengan mata terpejam. Kesibukannya akhir-akhir ini cukup menguras energi, dan barusan jika dia tidak berniat untuk meminta sekertaris itu menyiapkan kopi, Pras yakin April sudah diseret sampai lantai dasar.

Melihat Pras yang tampak lelah dan sedang meredakan emosi, membuat April mendekat. Tangannya bergerak untuk mengelus bahu Pras, berusaha menenangkan. Meskipun mereka sering ribut tapi mereka saling menyayangi, dan Pras tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya seperti barusan.

Mata Pras yang terpejam terbuka perlahan. Tangannya meraih kedua tangan April, mencium lantas mengelusnya. "Sakit?"

April tersenyum sebelum menjawab, "Udah enggak, tapi ... apa enggak berlebihan sampai pecat mereka?"

"Mereka pantas mendapatkannya!"

Kalau seperti ini April tidak bisa berbuat apa-apa. Sebenarnya Pras cukup menegur mereka agar tidak berbuat seperti tadi. Namun keputusan Pras sudah pasti tidak bisa dirubah.

"Ekhem."

Deheman itu membuat keduanya menoleh ke asal suara dan menemukan seorang laki-laki duduk di sofa. April langsung berseru heran melihat kehadiran lelaki itu diruangan Pras. "Pak Rian?"

"Gue kira lo masih di ruang meeting," ucap Pras kemudian bertanya, "kayaknya kalian akrab ya di sekolah?"

"Dia ini yang gue ceritain."

"Oh, jadi lo itu guru yang katanya nyebelin yang udah ngehukum April? Wah bagus tuh, sering-sering aja lo hukum April, dia emang na-AW!"

Pras berteriak saat April mencubit pinggangnya dengan kencang. Lihatlah lelaki yang baru saja memecat tiga orang karena menyakitinya, sekarang malah meminta gurunya untuk sering-sering memberikan hukuman. Yang benar saja! Dengan kesal April melempar berkas yang dibawanya sebelum duduk di sofa, bergabung dengan Rian.

"Jadi Bapak kerja disini?" tanya April penasaran sekaligus berharap. Kalau Rian bekerja di perusahaan keluarganya, dia bisa mengancam Rian untuk dipecat jika sewaktu-waktu lelaki ini mau menghukumnya lagi. Tapi jawaban Rian membuat harapannya pupus.

"Enggak, dan kalau diluar sekolah jangan panggil saya Bapak. Berasa tua saya."

"Lah kan emang Bapak udah tua." April mencibir yang langsung dibalas delikan tajam dari Rian.

"Gue mau ke toilet," kata April bangkit dari duduknya lalu melangkah ke pintu yang ada di ruangan Pras. Bukan pintu keluar melainkan pintu menuju kamar Pras yang memang dibuat khusus di ruangan ini. Di balik pintu yang dimasuki oleh April ada sebuah kamar dengan fasilitas lengkap. Memudahkan Pras untuk beristirahat jika kelelahan di kantor.

April keluar setelah 10 menit berlalu. Namun dia terkejut saat melihat Pras menatapnya dengan tajam. Otaknya berusaha mengingat sesuatu, apa dirinya melakukan kesalahan sehingga membuat abangnya ini marah. Sambil berusaha mengingat, dia berjalan mendekat kearah Pras untuk mengambil tasnya.

"Gue mau pulang," kata April lalu mencium pipi kanan Pras. Merasa kehadirannya sudah tidak lagi diperlukan dan untuk menghindari Pras tentunya. Kakinya baru akan melangkah saat tiba-tiba saja lengannya dicekal.

"Naik apa?" tanya Pras yang membuat April gelagapan seketika.

"E-i ... itu gue naik taxi."

"Terus ini apa?" tanya Pras sambil mengacungkan sebuah kunci mobil di depan wajah April.

April langsung membelalakan mata saat melihat kunci mobil ada ditangan Pras. Sekarang ia tahu apa yang menyebabkan abangnya itu marah. Lalu tanpa diduga, Pras melempar kunci tersebut dengan kasar ke sembarang arah hingga April dan Rian terkesiap kaget.

"SIAPA YANG NGIJININ LO NYETIR HAH?!"

April tidak menjawab. Gadis itu lebih memilih menunduk menatap lantai, daripada harus bertatapan dengan mata tajam yang sarat akan kemarahan milik Pras. Sementara Pras semakin kesal karena April tidak menjawab dan menghindari tatapannya. Pras menggerakkan tangan, mengangkat dagu April agar menatapnya namun gadis itu malah memejamkan mata.

"Lihat gue," tuntut Pras. "siapa yang ngijinin lo?" Kali ini Pras bertanya dengan nada rendah namun tetap terdengar tegas.

Perlahan April membuka mata, memandang Pras dengan tatapan memelas dan memberikan ekspresi kelewat manis. Lantas menjawab, "Gak ada hehe."

Pras mendengus kasar. April benar-benar tahu kelemahannya. Lagipula Pras tidak bisa benar-benar marah pada adiknya lebih dari lima menit. Dia teramat menyayangi April. Maka Pras hanya bisa mendesis sebal karena selalu bisa lunak dengan ekspresi April.

Sementara Rian yang duduk di sofa hanya bisa melongo tak percaya dengan kejadian yang terjadi di depannya. Rian dan Pras sudah bersahabat sejak mereka kelas satu SMA, sekitar sepuluh tahun lamanya. Dia sangat mengenal Pras begitupun sebaliknya. Rian tahu kalau Pras tengah berbohong, gelisah, takut, senang ataupun marah.

Selama sepuluh tahun mengenal Pras, yang Rian tahu, ketika sahabatnya itu sedang emosi susah untuk membuatnya tenang kembali. Sama seperti dirinya yang susah mengontrol emosi. Jika ada seseorang melakukan kesalahan pada Pras sehingga membuatnya marah, lelaki itu tak ingin membuang waktunya hanya untuk sekedar mendengar penjelasan yang sama sekali tidak penting. Termasuk saat tadi Rian melihat Pras memecat pegawai kerena menyakiti adiknya. Tapi sekarang dihadapan sang adik, Pras bisa mengontrol emosi. Bahkan emosi sahabatnya itu kalah hanya dengan sebuah ekspresi. Ini kejadian langka, mungkin nanti kalau Pas marah dia bisa mencoba berekspresi seperti itu. Sepertinya mudah dan tidak memerlukan biaya.

Akbat terlalu fokus dengan pikirannya, Rian baru menyadari kalau dua orang yang di depannya sedang menatapnya. Awalnya Rian bingung, namun dia mengerti ketika Pras melemparkan kunci mobil padanya. Pras memintanya untuk menjadi supir dadakan.

April awalnya menolak, lebih memilih pulang naik taxi atau kendaraan umum lainnya. Dirinya tidak seakrab itu dengan Rian untuk berada disatu mobil. Tapi lewat tatapan mata, Pras memperingatinya. Seolah-olah mengancam akan memberitahukan kejadian hari ini kepada sang papa. Maka dengan berat hari April hanya bisa mengangguk dan menurut.

***

Hai hai hai.
Untuk yang baca ulang dan belum vote, juga buat baru baca jangan sungkan untuk vote dan komen ya. Lagi proses revisi biar lebih enak dibaca. Semoga sabar menunggu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top