8. Malam minggu (revisi)
Malam minggu adalah malam yang paling dinanti oleh para manusia yang memiliki pasangan. Entah dari mana atau siapa yang memulainya, para pasangan biasa melakukan kencan di malam ini. Sayangnya ini menjadi malam yang menyebalkan bagi ketiga jomblo akut, yang kini tengah diam di ruang tengah dengan televisi menyala. Meratapi sinetron yang saat ini sedang menjadi bahan perbincangan ibu-ibu kompleks.
"Nasib jadi jomblo, tiap malam minggu kesepian." Pras mengeluh dengan wajah yang sangat mendramatisir.
"Gue mau demo ke presiden." Tiba-tiba Leo berucap serius.
"Ngapain?" April bertanya bingung.
"Demo malam minggu dihapus, supaya jomblo bisa merdeka," balas Leo dengan nada serius.
Membuat April tak ragu untuk melemparkan remote ke kepala Leo. Menimbulkan bunyi nyaring dan ringisan Leo setelahnya.
"Aww! Sakit Pril!"
"Lagian lo aneh-aneh aja. Kalo hari minggu dihapus sekolah gak bakal libur dong."
"Iya juga sih. Akh! Miris amat nasib gue nggak punya pacar."
"Jalan yuk," ajak Pras tiba-tiba. Lama-lama bosan juga kalau setiap malam minggu seperti ini.
"Sorry bang meskipun gue nggak punya pacar, gue masih waras buat gak kencan sama cowok."
Tanpa pikir panjang Pras memukul kepala Leo. Tidak habis pikir kenapa sepupunya harus berpikiran sejauh itu. Tidak punya pacar mungkin takdir yang harus dilaluinya saat ini. Tapi dia tidak se-frustasi itu sampai harus belok lalu kencan dengan laki-laki, apalagi sepupunya sendiri. Dan lagi ajakannya tadi bukan ajakan kencan.
"Lo pikir gue gak waras? Maksud gue tuh kita jalan bertiga keluar, ngapain kek daripada disini kan. Mama Papa aja udah pergi dari tadi."
"Siapa suruh jomblo," ucap April yang tidak sadar statusnya. Tapi dasar pasal tentang perempuan selalu benar itu selalu berlaku di manapun dan kapanpun. Tidak peduli situasi dan kondisi yang kadang kala membuat ketidakadilan bagi para lelaki.
"Gini-gini gue pernah punya pacar meskipun diputusin, daripada orang di samping lo baru nembak sekali udah ditolak." Maka Pras memilih jalan aman dengan menyindir Leo daripada menyinggung April.
"Jelas nolak lah! Siapa juga yang mau ditembak yang ada mati kali Bang."
"Udah deh!" April bersuara, menghentikan perdebatan yang sangat tidak penting itu. "Sesama jomblo gak usah saling sindir, seharusnya kita bersatu saling menjaga dan melindungi satu sama lain."
"Yang ada lo enggak sadar sama status. Jadi gimana?"
Mereka saling berpandangan sebelum akhirnya mengangguk tanda setuju. Ketiganya segera bersiap-siap dan sepakat untuk menunggu diluar. April menjadi orang terakhir yang siap diantara mereka. Helaan napas lega keluar dari Pras dan Leo yang sudah pegal menunggu
"Akhirnya tuan puteri kita selesai juga." Leo menyindir dengan jelas.
"Cewek tuh semuanya gitu, suka bikin cowok nunggu. Makanya gue jomblo karena gue udah capek nungguin cewek yang bakalan jadi jodoh gue," ucap Pras dengan serius.
April hanya memutar Matanya malas sebelum masuk ke mobil lebih dulu. Tidak mau membahas lebih jauh mengenai status mereka yang tidak manusiawi. Tidak punya pasangan itu bukan salah mereka, ini pilihan. Bahasa halus yang digunakan untuk menyamarkan ketidakmampuan mereka menjalin hubungan.
Dan April akan memilih turun dari mobil lalu tidur, jika Pras dan Leo masih berdebat diluar sana. Tapi sebelum itu terjadi, dia mencondongkan tubuh ke depan dan menekan klakson kuat-kuat. Membubarkan perdebatan kedua lelaki yang langsung masuk kedalam mobil. Sekarang hanya klakson, tapi sebentar lagi mobil ini bisa dihancurkan oleh April jika mereka tidak segera naik.
Mengabaikan tatapan April di kaca spion, Pras segera menginjak pedal gas. Begitupula dengan Leo yang memilih melihat kesamping. Itu terjadi sampai Pras memutuskan menghentikan mobilnya disalah satu mall. Ketiganya langsung turun dan berjalan berdampingan dengan April ditengah.
Kehadiran ketiganya tampak mencolok. Beberapa pasang mata, menyempatkan waktu untuk melihat mereka lebih lama. Terlebih perempuan yang merasa iri karena April didampingi dua lelaki tampan. .
"Kalian cuma akan jadi pasangan homo kalau gue enggak ada."
Skak mat. Ucapan frontal April memenangkannya dalam berdebat, seperti biasa. Membuat kedua lelaki di sampingnya merutuk, haruskah April mengatakannya dengan keras. Seolah ingin berteriak kepada seluruh pengunjung mall, jika mereka ini jomblo.
Cukup lama berkeliling tak tentu arah, hingga akhirnya Leo menyarankan mereka untuk menonton film. Mereka segera berputar haluan kala persetujuan didapat. Menuju bioskop yang ternyata malam ini cukup ramai.
"Gue aja yang beli tiketnya." Leo langsung melepaskan tangan April dan melangkah untuk mengantri.
"Leo! Gue yang beli!" April melepaskan pegangannya pada tangan Pras sebelum berlari mendahului Leo.
April tersenyum saat mendengar teriakan dari Pras dan Leo. Dia tidak akan membiarkan Leo membeli tiket. Resikonya terlalu besar jika membiarkan Leo yang memilih.
Dibelakang sana, Pras dan Leo mengejar sambil berteriak. Berusaha memperingati April untuk tidak berlari di kerumunan orang, takutnya ...
Brukk
Terjatuh-nah, kan!
April terpental, bokongnya mendarat sempurna di lantai. Gadis itu meringis karena benturan yang dialaminya cukup keras. Dia menabrak seseorang yang pastinya cukup kuat sampai bisa membuatnya terpental. Dia memang bersalah karena berlari dikeramaian, tapi orang yang ditabraknya ini juga bersalah karena tidak menghindar. Lebih bersalah lagi karena tidak langsung menolong dan membuatnya jadi tontonan seperti ini. Bukankah ini memalukan?
Untungnya tak lama, Pras dan Leo datang. Keduanya langsung membantu April untuk bangun. Mulutnya siap menyemburkan kata apa saja untuk memarahi orang yang ditabraknya, tepat sebelum ia melihat siapa orang itu. Menyisakan bibir yang bergerak tanpa kata yang terucap. Demi apapun, kenapa ia harus bertemu orang menyebalkan dimalam yang menyebalkan pula
"Pak Rian."
"Rian."
Hanya itu pada akhirnya yang mampu April katakan. Bersamaan dengan Pras yang juga ikut bersuara. Menghadirkan tanya dari April dan Leo. Tunggu! Mereka saling mengenal, abangnya dan Rian? Kebetulan macam apa yang sedang terjadi.
"Ya, dia temen gue, ngapain lo di sini?" Pras menjelaskan dan langsung bertanya perihal kehadiran Rian di sini. Karena setahunya, Rian bukan orang yang senang berkeliling mall.
"Salsa." Rian menyebutkan satu nama yang menjadi alasannya ada di sini. Kalau bukan karena perempuan itu yang dengan berbagai alasan mengancamnya, dia akan memilih tidur lebih awal dimalam ini, daripada berkeliling di mall. "Dia, pacar lo?"
"Hah!" Kepalanya menoleh ke tempat April berdiri, lalu matanya memindai dari atas ke bawah sebelum menggeleng ngeri. "Sekalipun perempuan tinggal dia doang, gak akan mungkin gue jadiin pacar. Dia adek gue."
Riang manggut-manggut mengerti. Tidak tampak kaget karena sudah tahu Pras mempunyai adik. Yang tidak ia tahu adalah fakta bahwa April adalah adik dari Pras. Well, sahabatnya yang satu ini memang cukup tertutup masalah keluarga. Tapi tidak menghalangi mereka untuk dekat.
"Pril lo tunggu sini, biar gue yang beli tiketnya." Leo langsung pergi meninggalkan April yang tidak sempat lagi protes.
"Salsa mana?" Pras bertanya, karena tidak juga melihat perempuan dengan mulut super itu disini
"Dia-"
"RIAN! Kok gue ditinggalin sih!" Sepertinya Salsa akan panjang umur jika menurut pepatah.
"Katanya lo bisa sendiri."
"Ih lo jadi cowok gak peka banget sih!" Salsa dengan suara nyaring merajuk, belum menyadari kehadiran orang lain. "Eh Pras, ngapain lo disini? Dia pacar lo? Tapi gak mungkin sih, lo kan jomblo."
Suara nyaring Salsa mengganggu April sebenarnya. Tapi ucapannya yang meledek Pras berhasil membuatnya menyemburkan tawa. "Well, Sorry ya sekalipun stok cowok udah abis gue juga gak bakal mau tuh jadi pacarnya."
"Yaelah, dendam nih ceritanya. Bercanda kali Pril. Ini adek gue."
Salsa langsung mengulurkan tangannya yang disambut April, sebelum saling menyebutkan nama masing-masing.
"Adek lo lucu juga ya Pras."
"Lucu, lo pikir gue badut."
"Pril!" Pras menegur adiknya.
Sementara yang ditegur sama sekali tidak menggubris. Pun ketika Rian menatapnya penuh peringatan. Matanya hanya berputar malas, teguran Pras saja tidak ditanggapi. Apalagi peringatan Rian yang hanya orang lain. Salah Salsa sendiri yang menyebutnya lucu. Lucu itukan sesuatu yang harus ditertawakan.
Untungnya tak lama Leo datang sambil membawa tiket. Mengakhiri suasana tidak mengenakan itu. April langsung menarik Leo ke gedung bioskop. Sementara Pras meminta maaf atas sikap adiknya yang memang seperti itu sejak lahir. Salsa juga tidak mempermasalahkannya, mungkin karena ini pertemuan pertama mereka. Tidak semua orang langsung akrab dipertemuan pertama, kan.
Ketiganya menyusul masuk ke gedung bioskop dengan Salsa yang menarik tangan Rian. Takut jika Rian tiba-tiba berubah pikiran dan malah pulang. Dan sebenarnya itu niatnya jika Salsa tidak menghalangi. Dari awal dia sudah menolak permintaan salsa untuk menghabiskan malam minggu diluar. Pekerjaannya banyak, namun bukan Salsa namanya jika tidak memaksa. Saat jarinya sibuk diatas keyboard laptop, dengan sengaja Salsa mematikan laptopnya, membuat data yang sedang diketiknya hilang karena belum sempat tersimpan.
Salsa kemudian berjanji untuk membuat data yang baru saja dibuat hilang olehnya asal Rian mau menemaninya menonton film yang sangat ingin ia tonton. Tentu saja Salsa harus membuat data itu, karena dia yang telah menghilangkannya. Maka dengan ogah-ogahan, malas, enggan dan terpaksa Rian mau menemani Salsa. Kali ini gadis itu hanya menghilangkan data, tapi jika tidak memenuhi keinginannya maka mungkin besok bisa saja perusahaannya yang dihilangkan atau mungkin juga nyawanya. Mengingatnya membuat Rian bergidik.
Di dalam bioskop, saat lampu dimatikan dan film mulai diputar, Rian yang pertama kali meyadari keanehan dari April yang secara kebetulan duduk disebelah kirinya. Gadis itu memejamkan mata dan meremas roknya. Sama sekali tidak menikmati film horor yang tengah diputar di depan sana. Tunggu ... jangan bilang jika April, gadis pembangkang yang tidak tahu sopan santun itu takut film horor.
Yah. Film horor adalah film yang sangat dihindari oleh April, namun sangat disukai oleh Leo. Leo memilih film horor daripada romantis, atau jika membiarkan April yang membeli tiket maka mereka bertiga berakhir dengan film kartun. Menyisakan dirinya dan Pras yang akan tertidur sementara April anteng menonton. Dan itu sudah kerap terjadi. Maka untuk kali ini April harus mengalah, pikir Leo yang tidak tahu bagaiman kondisi sepupunya itu sekarang.
Karena hanya Rian yang terus memperhatikan ekspresi April yang kian pias. Gadis itu bahkan meremas roknya semakin kuat. Mungkin karena tidak tega, Rian perlahan mengulurkan tangannya. Melingkupi tangan April dengan tangannya sendiri. Membuat April tersentak dengan mata yang masih setia terpejam. Sebelum akhirnya merasa rileks dan lebih tenang. Tak hanya itu, Rian juga memasangkan earphone dan menyalakan musik agar April tak lagi mendengar suara film.
Hingga film selesai, dan sebelum April membuka mata, Rian menarik tangannya juga earphone miliknya seolah tidak ada yang terjadi. Tapi April tahu siapa orang yang telah mengurangi rasa takutnya. Orang itu baru saja bangkit dan bersiap untuk keluar dari gedung bioskop.
***
Setelah keluar dari bioskop, Leo langsung ke toilet begitu pula dengan Salsa. Sementara Pras sedang menerima telepon. Meninggalkan Rian dengan April.
"Makasih," ucap April pelan.
Rian menoleh pada April. "Hm, lain kali kalau takut gak usah ditonton."
"Kalau tahu film horor saya juga enggak akan nonton."
"Kamu takut film horor?"
April mengangguk dan langsung menjawab, "Saya sukanya film kartun."
"Kayak anak kecil aja," komentar Rian.
"Biarin, lagian saya belum tua kok."
"Terserah kamu sajalah."
Pras yang selesai menelepon segara menghampiri Rian dan Apri. Tak lama Salsa dan Leo muncul. Leo langsung merangkul bahu April yang dengan cepat ditepisnya. Dia tidak akan lupa apa yang menyebabkan dirinya berakhir dengan film horor. Tak peduli rengekan Leo yang terus mengucapkan maaf
"Pril ... udah dong jangan marah lagi. Sorry gue cuma mau ngerjain lo doang tadi."
"TAPI GUE KETAKUTAN DI DALEM. LO MIKIR GAK SIH!" teriak April emosi karena dia benar-benar ketakutan tadi. Dan Leo tahu dia takut dengan segala sesuatu berbau mistis tapi malah sengaja membawanya menonton film horor. Lalu dengan mudahnya bicara ingin mengerjainya.
"Pril ... sorry. Gue traktir es krim deh."
April menatap Leo tajam. "Gak!" Katanya tegas. "Gak nolak, ayo!"
April langsung menyeret Leo untuk mengikutinya. Membiarkan Pras menyusul dibelakang yang sudah biasa dengan situasi seperti ini. Bersama Rian dan Salsa yang melongo bingung dengan situasi yang baru saja terjadi. April baru saja berteriak marah dan didetik berikutnya sudah bersikap biasa.
Mereka mengikuti April yang memilih masuk ke salah satu kedai es krim. Tak tanggung-tanggung gadis itu memesan 4 jenis es krim berbeda. Yang bisa dihabiskan dalam waktu cepat. Untuk kedua kalinya, Rian dan Salsa melongo seperti orang bodoh. Mereka bahkan hanya makan sedikit, merasa kenyang saat melihat April. Sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk pulang dan mengakhiri malam minggu yang tidak biasa ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top