10. Pantai (Revisi)

Berhubung urusan Rian sudah selesai dan memang berniat untuk pulang, maka lelaki itu setuju untuk mengantar April. Toh, memang mobilnya ada di rumah gadis itu. Jalanan yang cukup ramai membuat Rian mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang. Selama perjalanan suasana begitu hening, tak ada suara dari keduanya. Rian yang fokus pada jalan di depannya sementara gadis itu sibuk dengan handphone. Sampai akhirnya suara perut April memecah keheningan. Kepala Rian menoleh kesamping, mendapati gadis itu memegangi perutnya lantas berujar, "Gue lapar."

"Ya udah kita mampir dulu di restoran," ucap Rian yang sudah kembali menatap ke depan.

Ketika mata Rian tengah meneliti restoran terdekat yang bisa disinggahi, handphone miliknya berbunyi. Dengan tangan kiri, Rian mengangkat panggilan yang baru saja masuk. Ternyata orang yang baru saja menelepon meminta untuk bertemu.

"Gue harus pergi ke suatu tempat, lo makannya nanti aja disana," kata Rian begitu panggilan terputus.

"Lah gue ikut?" tanya April heran.

"Iya."

"Enggak ah. Kalau ada urusan lo pergi aja biar gue pulang naik taksi."

"Enggak bisa," tolak Rian langsung. "Pras nyuruh gue nganterin lo pulang."

Karena April diam, Rian menganggapnya sebagai persetujuan.  Ia lalu memutar kemudi untuk berbalik. Dia tidak bisa membiarkan April pulang sendiri karena Pras yang meminta untuk mengantar adiknya itu pulang. Jika sampai terjadi sesuatu pada April karena pulang sendiri, dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya. Pras tidak bisa memecatnya seperti memecat ketiga pegawainya di kantor. Tetapi Pras sangat mungkin bisa membunuhnya.

Sekitar setengah jam mereka sampai di tempat tujuan Rian. Semilir angin langsung menerpa wajah keduanya begitu turun dari mobil. April yang baru sadar dimana dirinya langsung bebrinar senang. Warna biru air yang membentang di depan sana menjadi pemandangannya saat ini. Dengan semangat kakinya melangkah namun kalah cepat dengan Rian yang menahan lengannya.

“Lo lapar kan? kita makan dulu."

"Tapi ..."

April tidak lagi sempat protes saat Rian menariknya kesalah satu tempat makan, tempat Pertemuan Rian dengan orang yang meneleponnya. Mereka bertiga lalu makan sambil mengobrol. Lebih tepatnya hanya Rian dan temannya yang mengobrol. April yang lapar hanya fokus mengisi perut, lagipula dia juga tidak mengerti pembicaraan keduanya.

"Saya akan melihat lokasinya dulu," kata Rian, begitu pembicaraan mereka selesai dan makanan April sudah habis.

April kembali mengikuti Rian karena tidak tahu juga harus berbuat apa. Sekitar sepuluh menit berkeliling, Rian menoleh ke samping, “pulang sekarang?”

"Gue mau ke pantai dulu, boleh ya?"

Anggukan Rian membuat April bersorak kegirangan. Tanpa menunggu lama kakinya berlari ke pinggir pantai. Sebelum itu, dia menyempatkan diri untuk melepaskan sepatunya dan meninggalkannya begitu saja. April berjalan tanpa alas kaki, membiarkan kakinya bersentuhan dengan pasir yang lembut. Ia juga merentangkan kedua tangan, menikmati angin yang menerpa seluruh tubuhnya, hingga membuat beberapa helai rambutnya beterbangan. Senyum pun tak lepas dari bibirnya. Mirip anak kecil yang baru melihat pantai.

Alasan dari sikap April yang kelewat senang ialah karena dirinya sudah lama tidak pergi ke pantai. Otaknya tidak mengingat pasti kapan terakhir kali datang ke tempat pasir dan air menghampar seperti ini. Jadi wajar saja melihat sikapnya yang terlalu bersemangat.

Rian yang ditinggal April hanya tersenyum. Memperhatikan semua ekspresi yang dikeluarkan gadis itu, terlihat menggemaskan dimatanya–eh apa? Rian tertegun sendiri dengan pikirannya tadi, apalagi saat melihat April yang kini tengah tersenyum manis padanya. Cantik, yah gadis itu semakin cantik saat tersenyum. Tanpa sadar bibirnya membalas senyum sehingga kini posisinya berbalik, April yang tertegun.

Begitu tersadar April melambaikan tangannya pada Rian, meminta Rian untuk mendekat. Lelaki itu menurut tanpa rasa curiga, kakinya melangkah mendekat. Begitu dirasa Rian berada dalam jangkauan, April mengambil air dan mencipratkannya kepada Rian. Tidak banyak tapi cukup membuat bagian depan kemeja lelaki itu basah.

Tak terima dengan ulah jahil April, Rian hendak membalas. Sayangnya gadis itu sudah lebih dulu kabur. Anehnya, kakinya malah berlari untuk mengejar. Rian baru berhenti ketika mendapati April berhenti karena kelelahan. Tidak mau melewatkan kesempatan, tangannya dengan cepat mengambil air lalu melakukan hal yang sama dengan yang April lakukan.

Mendapati bajunya basah, April berbalik mengejar Rian. Membuat keduanya kembali terlibat dalam kejar-kejaran. Usai memastikan tangannya bisa menjangkau tubuh Rian, April langsung menggelitikinya. Rian tidak pasrah dan balas menggelitiki gadis itu. Sayangnya keduanya terlalu sibuk saling menggelitiki hingga tidak memperhatikan langkah kaki. Sehingga akhirnya ...

Bruukk

Keduanya terjatuh di atas pasir pantai dengan posisi April di bawah Rian. Untungnya kedua siku Rian berhasil menahan tubuhnya agar tidak benar-benar menimpa gadis itu. Seharusnya, Rian langsung bangkit dan April mendorong Rian mengingat posisi mereka yang sama-sama tidak menguntungkan. Namun yang terjadi justru mata mereka yang saling menatap dalam diam. Membiarkan kerja jantung mereka lebih cepat. Entah berapa lama posisi mereka seperti itu sampai ...

Byuurr

"Uhuk uhuk." April terbatuk karena ada air laut yang masuk kehidungnya.
Posisi April yang ada di bawah membuatnya tersedak air. Ombak yang membawa air laut ke tepi pantai membasahi mereka. Memaksa Rian untuk langsung bangkit lalu membantu April untuk duduk. Tangannya terulur untuk menepuk-nepuk punggung gadis itu. Namun setelah batuknya mereda April malah tertawa.

"Akh! Gue seneng, udah lama gue enggak ke pantai. Makasih udah ajak gue kesini." April mengatakannya sambil terus tersenyum.

"Ya udah sekarang kita pulang ya,” ajak Rian.

"Yah masa pulang sih. Jangan sekarang dong." April malah merengek seperti anak kecil.

"Udah sore, nanti gue digantung lagi sama Pras."

April mengerucutkan bibirnya lalu berdiri  dan menatap licik pada Rian. "Tangkep gue dulu kalau mau pulang."

Setelah itu April langsung berlari menjauhi Rian. Dengan terpaksa namun senang juga, Rian langsung bangkit berusaha mengejar gadis itu.

"Aw!” pekik April yang langsung berhenti. Ia memeriksa telapak kakinya yang ternyata mengeluarkan darah. Mungkin tadi kakinya tidak sengaja menginjak kerang atau sejenisnya.

"Ck suruh siapa coba lari-lari." Rian berdecak sebelum merobek ujung kemejanya untuk kemudian membalut luka April.

"Kita pulang ya?” ajak Rian kemudian, luka April harus segera diobati.

Entah karena kaki yang sakit atau tidak punya pilihan, April mengangguk. Membiarkan Rian menggendongnya karena kakinya teramat sakit untuk dibawa berjalan. Luka dikakinya mungkin dalam.

Di mobil dalam perjalanan pulang, April memeluk tubuhnya sendiri. Dengan kondisi baju yang basah pastilah gadis itu kedinginan. Maka Rian menyuruh April mengambil jas miliknya yang ada di kursi belakang. Tidak lama kemudian gadis itu mengantuk, terlihat dari matanya yang mulai sayu dan mulutnya yang beberapa kali menguap. Benar saja, tidak butuh waktu lama gadis itu sudah tertidur. Namun seakan tersadar akan sesuatu, kedua matanya terbuka sempurna seolah tidak pernah mengantuk sebelumnya. Tangannya langsung menepuk keningnya dengan keras.

"Kenapa?" tanya Rian keheranan.

"Balik lagi!"

“Ngapain? Gak!"

"Sepatu gue ketinggalan."

"Ya terus?"

"Balik lagi, gue mau ambil sepatu."

"Ini udah jauh, lagian macet juga."

"Ish gak mau tau pokoknya balik lagi."

"Males, nanti gue ganti sepatu lo."

"Beneran?"

"Iya."

"Janji?" April mengacungkan jari kelingkingya ke depan Rian yang disambut lelaki itu.

Rian sudah lelah hari ini, ditambah sikap labil gadis yang duduk di sebelahnya. Kadang marah, kadang senang, lalu tertawa tiba-tiba dan sekarang sangat keras kepala. Jadi biar cepat dia mengiyakan saja.

Keduanya tiba di kediaman keluarga Azhair sekitar pukul lima sore. Rian kembali menggendong April sampai masuk ke rumah. Diruang tengah ada Pras dan Leo yang sedang menonton televisi. Kedua laki-laki itu terkejut saat melihat April yang digendong oleh Rian.

"Adek gue kenapa?" tanya Pras khawatir melihat baju adiknya yang masih agak basah dan kakinya yang terbalut kain.

Rian pun menceritakan kejadian saat di pantai. Kecuali adegan kejar-kejaran mereka. Setelah itu Rian berganti pakaian yang dipinjamkan Pras. Begitu juga April dan lukanya yang langsung diobati.

"Gue balik ya,” pamit Rian begitu selesai berganti pakaian.

"Makasih udah anterin adek gue balik."

Rian mengangguk sebelum bertanya, "Kunci mobil gue dimana?"

"Bentar." Pras beranjak untuk mengambil kunci mobil Rian, "nih."

"Hati-hati."

Rian menatap sekilas pada Leo dan April. Dari awal dia datang Leo selalu menatapnya sinis. Memilih untuk tidak peduli, kakinya segera beranjak dari sana, namun ketika dia sampai di pintu suara April terdengar berteriak.

"Pak inget janjinya!"

Tanpa membalas ucapan April, Rian tersenyum sebelum benar-benar keluar. Merasa lucu sendiri dengan janji yang tadi dibuatnya. Padahal kan salah April sendiri yang meninggalkan sepatunya begitu saja. Kenapa dia yang harus berjanji untuk menggantinya. Tapi ya sudahlah, toh sepasang sepatu tidak akan membuatnya bangkrut.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top