5. Perioritas
Sejak sekolah berakhir, April berusaha menghubungi Rian. Tapi baik pesan ataupun panggilannya tidak ditanggapi. Membuat April yang kini duduk disamping Andra menjadi khawatir.
"Mungkin Rian sedang sibuk."
"Sibuk apa sampai tidak bisa memberi kabar."
"Entahlah."
Andra menghentikan mobilnya didepan kantor Rian. Ia meminta April untuk menunggu di mobil, sementara dirinya masuk kedalam untuk menanyakan keberadaan Rian.
"Rian tidak datang kekantor." Lapor Andra begitu duduk dibalik kemudi, melapor sebelum April bertanya.
"Ke apartemennya."
Dengan patuh, Andra segera menghidupkan mesin mobil dan mengendarai mesin beroda empat itu ke apartemen Rian. Sampai disana, April segera turun dan meminta Andra untuk menunggunya.
April berjalan cepat. Sejak pagi ia sudah merasa ada yang tidak beres dengan Rian. Ditambah sekarang pacarnya itu tidak bisa dihubungi sejak pagi. Kakinya berjalan cepat sementara tangannya tak kalah sibuk. Berkali-kali mengecek handphone juga kembali melakukan panggilan telepon.
"April ya?"
April yang baru tiba didepan pintu apartemen Rian itu menoleh ke samping kiri. Seorang perempuan muda tersenyum kearahnya. Tak butuh waktu lama bagi April untuk mengingat siapa perempuan yang memanggil namanya. Anita, tinggal tepat disebelah Rian dan tinggal dengan neneknya yang pikun.
"Udah lama nggak kesini ya?"
"Iya," April balas tersenyum untuk menghormati Anita. "Rian ada?"
"Enggak tahu tuh. Tadi pagi pacarnya jatuh dikamar mandi terus dibawa ke rumah sakit."
Senyum April perlahan hilang. April mengerti kenapa Rian mengabaikan semua pesan dan panggilannya. Itu pasti karena ada Erin didekatnya. Yah, orang yang Anita maksud pacar Rian itu pasti Erin, kan?
"Ya udah aku pulang deh," putus April akhirnya. Suasana pasti aneh kalau ia harus bertemu dengan Rian dan Erin.
"Loh nggak mau nunggu dulu?"
"Nanti aja aku kesini lagi, kak."
"Ya udah-eh itu Mas Riannya pulang. Gimana kakinya mba?"
"Enggak parah kok, cuma terkilir. Rian aja yang terlalu berlebihan."
Anita tertawa pelan. Sementara April terdiam ditempat ketika mendengar suara lembut itu berbicara. April tidak tahu suara siapa itu, yang jelas itu bukan suara Erin. Erin tidak akan memanggil Rian dengan namanya.
"Itu tandanya Mas Rian sayang sama Mbak Manda."
Kedua perempuan itu tertawa bersama tanpa peduli bagaimana tegangnya wajah Rian sekarang. Didepannya ada seorang gadis yang membelakanginya. Tapi meski hanya dari belakang, Rian tahu siapa gadis itu.
Sedangkan April, jangan ditanya. Wajahnya kaku dan tubuhnya seakan sulit untuk digerakan. April yakin telinganya tak salah dengar saat Anita menyebut nama perempuan itu. Bukan Erin seperti dugaannya. Menguatkan hati, April berbalik untuk melihat sepasang kekasih yang berdiri saling menyangga. Ia berusaha tersenyum, namun bibirnya tak bisa bergerak.
"Dia adik kamu, Nit?"
"Oh bukan, dia-"
"Saya muridnya Pak Rian, saya kesini karena beberapa hal. Tapi itu bisa lain kali, jadi saya permisi."
Selesai bicara, April langsung melangkah menjauhi mereka. Tangannya menggenggam erat handphone nya. Sia-sia segala ke khawatirannya juga usahanya untuk menghubungi Rian. Pacarnya itu ternyata sibuk dengan mantan pacarnya. Ironis sekali.
"Pulang sekarang." April memberi perintah begitu duduk di kursi penumpang. Yang tentu saja langsung dijalankan oleh Andra tanpa banyak bertanya. Dilihat dari wajah April, Andra tahu ada sesuatu yang terjadi. Dan sesuatu itu pasti tidak membuat Nonanya senang.
Suara dering handphone membuat perasaan April makin dongkol, apalagi ketika melihat nama yang tertera dilayar. Tanpa mau mengangkatnya, April mematikan teleponnya lalu melempar handphone nya kejok belakang. Masa bodoh jika benda persegi itu rusak. Yang penting ada sesuatu yang bisa ia lakukan untuk melampiaskan kekesalannya.
Masih teringat jelas bagaimana paniknya wajah Rian tadi pagi. Lelaki itu juga langsung berlari setelah mengucapkan beberapa kata. Ada urusan penting katanya, haha. Jadi ini urusan penting yang dimaksud Rian. Menolong mantan pacarnya yang jatuh dikamar mandi. Memangnya tidak ada orang lain yang bisa menolong Manda. Dan kenapa Rian membawa Manda keapartemennya. Seharusnya Rian mengantarkan Manda kerumah perempuan itu kan. Kecuali-tidak jangan bilang kalau sekarang mereka tinggal bersama.
"Gue nggak punya perasaan apapun lagi sama dia."
Itu yang dikatakan Rian pada April saat ditanya perasaannya kepada Manda. Tapi lihat sekarang, masalah Manda masih jadi perioritas untuk Rian. Seperti inikah yang namanya tidak punya perasaan terhadap mantan pacar. Seperti sikap Rian kah yang sangat panik juga khawatir.
Sungguh, April bukan perempuan cengeng. Pada saat kematian neneknya pun, April tidak menangis. Tapi entah kenapa saat ini matanya memanas dan penglihatannya buram. Lalu air matanya keluar begitu saja. Karena Rian, yah karena lelaki itu ia berubah cengeng. Terhitung sudah tiga kali ia menangis karena Rian. Pertama saat ia tahu Rian pernah meniduri Manda. Kedua saat lelaki itu kecelakaan dan ketiga hari ini. Bukankah pengaruh Rian terlalu besar dalam hidupnya.
"Nona, kita sudah sampai."
Suara Andra menyadarkan April yang langsung menatap sekeliling. Mereka telah sampai dirumah. Dengan cepat, April mengusap matanya lalu turun dari mobil. Ia langsung berlari menuju kamarnya, mengabaikan Devina yang memanggilnya. Saat ini dirinya sedang tidak ingin diganggu.
Devina yang keheranan pun hanya bisa bertanya pada Andra yang sekarang membawa tas sekolah puterinya. Namun sayang ternyata Andra tidak tahu kenapa April lari terburu-buru kekamar. Pengawal pribadi puterinya itu hanya mengatakan April begitu setelah dari apartemen Rian.
"Tas April kamu taruh dimeja saja." Devina tidak tahu apa yang terjadi tapi yang jelas puterinya sedang dalam mode tidak ingin diganggu. Jadi untuk sementara ini tidak boleh ada yang masuk ke kamarnya.
Sampai malam hari April tidak keluar dari kamarnya. Gadis itu melewatkan makan malamnya. Devina yang hendak membawakan makan malam untuk April dicegah oleh Pras. Ia mengambil alih nampan berisi makan malam untuk April dan segera menuju kamar adiknya.
Tanpa mengetuk pintu, Pras langsung masuk ke kamar April. Mengingat cerita mamanya tentang April yang pulang dengan wajah murung, tak mengherankan saat ia tidak menemukan April di kamarnya. Maka, setelah menyimpan nampan berisi makanan di nakas, Pras langsung menuju kearah pintu balkon yang terbuka lebar. Disana, Pras menemukan adiknya duduk berselonjor dikursi dengan tatapan kosong. Pakaiannya masih seragam sekolahnya. Itu berarti adiknya sudah disini sejak pulang kerumah.
Pras mendekat, berlutut didepan April. Tangannya meraih sepatu April lalu melepasnya satu persatu, begitu pula dengan kaos kakinya. Setelah itu, Pras menatap April.
"Lo mau mandi sendiri atau gue mandiin."
Usai Pras mengatakan itu, tak butuh waktu lama bagi April untuk bangkit berjalan kekamar mandi. Sementara Pras menyimpan sepatu April dan menutup pintu balkon. Kemudian menunggu adiknya selesai mandi di kasur. Tapi hampir satu jam Pras menunggu dan April belum keluar juga.
"Kalau lo enggak keluar, gue dobrak pintunya."
Pras mulai menghitung, tidak sampai hitungan ketiga April sudah membuka pintu kamar mandi. Wajah April tidak lebih baik bahkan setelah mandi. Mengabaikan Pras, April memakai pakaiannya lalu duduk di kasur.
Pras menyusul April dan duduk disamping Adiknya. "Ini ada hubungannya sama Rian, kan?"
April menarik nafas sebelum menjawab, "Sekarang gue tahu, gue bukan perioritas nya bang. Gue bahkan nggak lebih penting dari mantannya."
Pras diam, belum menanggapi. Perihal Manda yang tinggal di apartemen Rian sudah ia ketahui. Tapi sengaja ia tidak memberitahukan hal itu kepada April. Karena toh, selama dua bulan ini, Rian tinggal dirumahnya. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Lo tahu kan bang?"
Dan Pras tidak bisa berbohong, maka lelaki itu menganggukan kepalanya. Dan April tertawa miris sebagai tanggapan.
"Hampir seharian gue khawatir sama Rian, tapi lo tahu bang? Dia sibuk mengkhawatirkan mantannya itu. Dia bahkan nggak berusaha menjelaskan apapun sama gue. Dia emang nelfon gue, tapi hanya sebatas itu. Dia nggak lari ngejar gue, kayak waktu dia lari disekolah saat dapet telepon mantannya. ekspresi nya mungkin kaget, tapi yaudah cuma itu."
April mengambil segelas air yang dibawakan oleh Pras. "Dia mungkin pacar gue bang, tapi perioritasnya masih mantannya itu."
Pras tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak bisa berkomentar. Satu sisi ia marah mendengar cerita adiknya. Tapi dilain sisi, ia juga yakin Rian melakukannya karena alasan tertentu. Tujuan pertama Rian tinggal dirumahnya adalah untuk menemani April yang sedang dalam masa penyembuhan, dan untuk menjalani pelatihan. Tapi, tujuan utama Rian adalah untuk menghindari Manda.
"Manda, itu alasan utama dia mau tinggal disini."
April memandang Pras sebelum akhirnya menghela nafas saat mengerti maksud ucapan abangnya itu. Jelas Rian ingin menghindari Manda. Tapi hari ini, ia tidak bisa melihat hal itu. Bukankah Rian bisa mengangkat telepon atau membalas pesannya.
"Pril, gue tahu pikiran lo enggak sesempit itu. Biarin Rian jelasin alasannya, setelah itu lo bisa ambil keputusan," ujar Pras memberi saran. Dan yah, April tidak langsung membuat konklusi atas apa yang terjadi hari ini. Jadi, April mengangguk dan mulai memakan makan malamnya.
Berbicara dengan Pras membuat suasana hati April perlahan membaik. Selanjutnya mereka kembali melanjutkan obrolan tentang banyak hal. Sampai April selesai makan dan memutuskan untuk tidur.
Usai menyelimuti April, Pras keluar dengan nampan berisi piring yang sudah kosong. Pras hampir saja menjatuhkan nampan ditangannya begitu membuka pintu. Dibalik pintu, Adrian, Gio, Leo bahkan Andra sedang bersiaga seperti pasukan yang siap berperang.
Cepat-cepat Pras menutup pintu, takut April akan melihat hal ini. Begitu pintu tertutup, keempat orang itu langsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. Pras akan menjawab tapi nanti setelah ia menyimpan nampan ditangannya dan tidak didepan kamar April. Untungnya keempat orang itu mengerti dan mengikutinya. Jadi malam itu dihabiskan Pras untuk membahas Rian.
***
Sementara itu di apartemennya, Pras terus berusaha menghubungi April. Saat pertama kali membuka handphone nya, perasaannya tak karuan. Puluhan missed call dan pesan singkat masuk dari nomor April. Salahnya yang tadi men-silent handphone nya hingga tidak tahu April berusaha menghubunginya. Dan sekarang ini, ia bisa merasakan perasaan April, saat panggilannya tak dijawab.
Rian sangat ingin menyusul April untuk menjelaskan apa yang terjadi. Tapi ia tidak bisa meninggalkan Manda yang sekarang sedang terluka seorang diri. Jadi ia hanya bisa menelepon April juga Pras yang sampai saat ini masih tidak ditanggapi. Tubuhnya yang gusar tidak bisa duduk tenang disofa. Ia berjalan kesana-kemari sambil berusaha menghubungi April.
Kenapa semuanya terjadi hari ini. Kenapa Manda harus terjatuh dikamar mandi dan kenapa April harus datang keapartemennya hari ini. Seharusnya Manda pulang kerumahnya hari ini. Jadi April tidak akan pernah tahu Manda tinggal di apartemennya. Tapi kenapa semuanya tidak sesuai rencana. Bagaimana ia menangani masalah ini.
Saat Rian gelisah, segala tingkah lakunya tak luput dari perhatian Manda. Rian jadi aneh setelah bertemu seorang gadis yang mengaku sebagai muridnya. Seorang gadis cantik yang berhasil membuat Rian menjadi gelisah tak karuan seperti sekarang.
"Siapa dia, Yan?" Akhirnya didorong rasa penasaran, Manda memutuskan untuk bertanya, gadis itu pasti penting bagi Rian.
"Bukan siapa-siapa," jawab Rian tanpa memandang Manda. Saat ini ia tidak punya waktu untuk menjelaskan hubungannya dengan April.
"Kamu bohong. Aku bisa lihat dari matanya, dia terlihat kecewa tadi. Dan kamu sekarang gelisah karena dia nggak angkat telepon kamu kan?"
Rian masih tidak menjawab, dalam hati ia mengumpat kenapa Pras juga tidak menjawab panggilannya. Sekarang ini ia hanya ingin tahu keadaan April.
"Yan! Gadis itu bukan sekedar murid kamu, kan? Dia lebih dari itu kan? Dia-"
"Pacarku, puas kamu. Dan ya dia kecewa karena seharian ini aku mengabaikan semua panggilan juga pesannya. Dia lebih kecewa lagi saat tahu aku sama kamu, jadi bisa kamu diam? Aku tidak punya waktu dan keharusan untuk menjelaskan hubunganku dan dia sama kamu."
Ucapan panjang Rian sukses membuat Manda terdiam. Jadi... Rian sudah punya pacar. Rian sudah benar-benar melupakannya. Berarti perasaannya saat ini hanyalah sepihak. Hati Rian bukan lagi miliknya. Kenapa selama ini dia begitu bodoh. Mengira kalau Rian yang mengijinkan nya tinggal disini dengan segala bentuk perhatian yang lelaki itu berikan padanya, menandakan perasaan Rian masih sama. Nyatanya tidak.
Rupanya selama ini, Manda terlalu percaya diri. Lagipula bagaimana mungkin lelaki yang ditinggalkannya tanpa alasan selama bertahun-tahun itu, masih punya perasaan padanya. Tapi ia punya alasan untuk pergi, dan Rian pasti bisa menerima alasan itukan. Kalau ia mengatakan yang sebenarnya, Rian akan kembali padanya kan?
Tidak, Manda menggeleng tegas. Tidak seharusnya Rian tahu. Sekarang Rian sudah menemukan penggantinya. Rian sudah bahagia. Salahnya sendiri yang kembali muncul di kehidupan Rian. Cukup, sekarang ia harus mulai membereskan barang-barang nya. Yah, mungkin ini akhirnya.
Sebelum masuk kekamarnya, Manda menyempatkan diri untuk masuk kekamar Rian. Selama dua bulan lebih dia tinggal disini, tak pernah sekalipun ia memasuki kamar Rian. Karena Rian memang melarangnya. Tapi hari ini rasa penasaran mendorongnya membuka pintu kamar Rian.
Dan Manda tidak terkejut lagi ketika melihat kamar Rian yang penuh dengan foto gadis yang diakui Rian sebagai pacarnya. Dan kebanyakan foto itu diambil tanpa sepengetahuan pemiliknya. Sama seperti dulu, saat mereka masih berpacaran. Rian seringkali mengambil fotonya tanpa izin. Berarti Rian benar-benar menyukai gadis itu.
Tak mau berlama-lama lagi, Manda keluar dari kamar Rian. Segera saja ia memasukkan baju-bajunya kekoper. Tak terasa air matanya keluar begitu saja. Bertahun-tahun hatinya tidak berubah. Berharap kepulangannya akan membuat keadaan seperti semula. Tapi sekali lagi itu hanya harapan.
Manda mengambil figura foto yang memang sengaja disimpan didalam koper. Foto gadis kecil yang menjadi alasannya meninggalkan Rian. Seharusnya Rian mengetahui tentang gadis kecil difoto ini. Tapi mungkin lebih baik Rian tidak tahu. Cukup sudah dulu ia merusak kebahagiaan mereka berdua. Tidak perlu lagi sekarang ia merusak kebahagiaan Rian dengan gadis tadi. Yah, mungkin ini akhirnya bagi mereka. Awalnya mereka hanya dua orang asing dan sepertinya mereka harus berakhir menjadi orang asing kembali.
Soal perasaan ini biarlah ia tanggung sendiri. Bertahun-tahun ia mencintai Rian tanpa melihat lelaki itu. Maka biarkanlah semuanya tetap begini.
***
Jangan lupa vote dan komen ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top