16. Terungkap
April sudah tahu jika Rian akan mengabarinya tentang pertemuan lelaki itu dengan Manda. Tetapi, ia tidak tahu jika Rian akan menghubunginya secepat ini. Mobil yang dikendarai Andra bahkan baru sekitar lima menit melaju di jalanan. Rupanya, Rian benar-benar berusaha untuk mendapatkan kepercayaannya kembali.
Satu sisi ia merasa senang, namun disisi lain itu jadi beban baginya. Rian mempercayainya tanpa syarat dan beruhasa mendapatkan kepercayaan kembali. Sementara apa yang dia lakukan benar-benar buruk. Tidak akan ada yang bisa mentolerir sikapnya ini. Sebagian orang pasti bingung, mempertanyakan dimana hati nuraninya sebagai perempuan. Tega tidak cukup menggambarkan perbuatannya. Tindakannya lebih cocok disebut kejam. Tetapi, bukannya menyesali perbuatannya, April malah sibuk memikirkan hal lain. Menyusun rencana yang kiranya akan semakin mengamankan posisinya. Manusia harus bersikap egois untuk beberapa hal, bukan?
"Nona, kita sudah sampai."
Mengedipkan mata, April lalu memandang sekitar, mereka telah sampai di tempat tujuan. Tidak menunggu lama tangannya bergerak membuka pintu mobil sebelum keluar. Kehadirannya, Andra dan mobilnya jelas tidak cocok berada di lingkungan itu. Terlalu mencolok dan asing. Meski sesekali mendapat lirikan penasaran, keduanya tetap melangkah ke sebuah rumah. Rumah kecil yang April tahu sudah tidak berpenghuni sejak beberapa bulan ini.
Andra melangkah mendahului April untuk membukakan pintu. Membiarkan gadis itu masuk lebih dulu yang langsung menuju salah satu kamar. Semua barang masih tertata di tempat yang seharusnya. Kecuali lemari pakaian yang isinya sudah nyaris tidak ada. Juga meja belajar yang sedikit acak-acakan karena pemiliknya pergi dengan tergesa.
"Sejak kapan Gista pindah?" tanya April sambil melangkah ke meja belajar. Meneliti kalau-kalau ada sesuatu penting yang tidak sempat dibawa.
"Sehari setelah orang kepercayaan Rendra datang dan memberitahunya."
Rendra, orang itu sudah mati ditangannya beberapa bulan lalu. Orang pertama yang April bunuh dengan tangannya sendiri, tetapi rupanya lelaki tua itu tidak pergi dengan tenang. Andra meninggalkan dendam padanya dan sepertinya, orang itu berniat membalas dendam dari alam baka. Memanfaatkan Gista, putri keduanya sementara Gista mendekati Leo untuk menyerangnya.
Keterlaluan!
Kalau sampai Leo terluka, dia akan memberikan kematian yang lebih menyakitkan daripada kematian yang Rendra alami.
Tidak menemukan apa pun, April membalik tubuhnya. Tatapannya menghunus kamar ini beserta isinya. "Apa Gista sudah menemui kakaknya?"
"Melihat reaksi Manda, sepertinya Gista belum menemuinya."
Bibir April tersenyum sinis. "Kakak beradik itu benar-benar merepotkan. Mana kira-kira yang harus aku singkirkan dulu?"
Informasi yang belum lama April dapat, jika Manda adalah kakak dari Gista. Perempuan itu pergi meninggalkan adik dan ibunya yang kurang waras. Dan kini, dua bersaudara itu juga berubah tidak waras, terutama Gista karena sudah berani menantangnya.
"Dimana dia tinggal sekarang?"
"Aku masih menyelidikinya."
April mendesah pelan. Tanpa kata ia membalikan tubuh, keluar dari rumah itu dan langsung menuju mobil. Dengan sigap Andra segera mengikuti. Lelaki itu duduk dibalik kemudi dan menyalakan mesin, membawa kendaraan beroda empat itu pergi dari sana.
Setibanya di rumah, April langsung menuju ruangan pribadinya. Sengaja tidak membawa ponsel agar tidak ada yang mengganggu. Niatnya ingin mencari tahu tempat tinggal Gista karena Andra tidak kunjung mendapatkan petunjuk. Dengan komputer canggih, jarinya bergerak cepat memeriksa beberapa tempat yang kemungkinan menjadi persembunyian Gista. Terlarut di depan komputer tanpa tahu kalau akan ada petir di sore hari itu.
Saat tahu jika April berada di ruang pribadinya, Rian memilih menunggu di kamar gadi situ. Satu jam berlalu begitu saja sampai suara pintu yang dibuka terdengar. Rian yang bangkit secara antusias hanya bisa mendesah saat tahu jika bukan April yang datang. Di ambang pintu, Andra membulatkan mata sebelum menjatuhkan beberapa map yang dipegangnya.
Rian memutuskan untuk mendekat, berniat membantu membereskan isi map yang berserakan. Sungguh, awalnya sama sekali Rian tidak peduli dengan isi map itu. Namun isinya yang berhamburan keluar berhasil menarik perhatiannya. Gerakan Andra yang cepat dan tergesa ketika membereskan map-map yang berserakan itu, tidak bisa menghalangi Rian untuk melihat beberapa foto yang ada sana.
Secara paksa Rian merebut semua map di tangan Andra. Meski sulit dan penuh perlawanan dari Andra, pada akhirnya Rian berhasil mendapatkan map-map itu. Matanya menekuri setiap foto yang tadi menarik perhatiannya. Lalu beralih dengan map lain yang berisi keterangan lengkap tentang orang yang ada di dalam foto. Kini ia mengerti mengapa Andra terkejut seolah melihat hantu saat melihatnya tadi.
Ekspresi tidak percaya jelas tergambar diwajah Rian saat mengetahui fakta yang telah disembunyikan. Fakta yang dibawa Manda saat pergi dulu yang mungkin juga alasan sebenarnya dari kepergian Manda. Tapi kenapa Manda harus pergi saat sedang hamil anak mereka, anaknya. Ya Tuhan, Rian tidak mengerti apa yang ada dipikiran Manda saat itu.
Yang lebih tidak dimengerti oleh Rian, memgapa dia bisa tidak tahu tentang hal ini? Dia justru tahu fakta ini dari Andra. Teringat Andra, atensi Rian teralih sepenuhnya kepada pengawal April itu. Sosok Andra tampak berusaha tenang meski sorot matanya jelas cemas.
"Sejak kapan April menyelidiki Manda?" tanya Rian dengan suara rendah. Berusaha meredam emosi yang entah harus ditujukan kepada siapa. "Sejak kapan April tahu tentang ini?" tanyanya lagi.
Andra tidak tahu harus menjawab apa. Keberadaan Rian di kamar April jelas diluar perkiraan. Kalau tahu pacar nonanya itu ada di sini, ia tidak akan membawa semua map ini.
"Sejak kapan?!" ulang Rian dengan meninggikan suara. Kesal karena tidak juga mendapat jawaban dari Andra, juga kesal karena otaknya sudah sibuk berspekulasi sendiri. Beberapa kemungkinan sudah tersusun dan berputar dalam pikirannya. Seperti April yang sudah mengetahui hal ini lebih dulu, tetapi belum memberitahukan kepadanya. Atau lebih parahnya, April memang tidak berniat memberitahunya sama sekali. Dan semua kemungkinan buruk lain, yang semakin dipikirkan, malah membuat kepalanya serasa akan meledak.
"Setelah Nona kecelakaan," jawab Andra, memilih untuk jujur.
Sontak mata Rian membulat. Saat April kecelakaan sudah berlalu beberapa bulan. Yang artinya sudah cukup lama April tahu. Bahkan saai itu Andra belum menjadi pengawal sekaligus asisten pribadi April. Berarti bukan hanya Andra dan April yang mengetahui hal ini.
"Siapa saja yang tahu tentang hal ini?" desis Rian marah. Dia sudah siap untuk berteriak ataupun mengamuk jika tidak ditahan.
Andra yang melihatnya merasa wajar. Kemarahan Rian jelas beralasan dan itu karena kelalaiannya. Jika Rian saja seperti ini, bagaimana dengan nonanya nanti. Hah, sebenarnya ada apa dengan hari ini?
"Semuanya kecuali Nyonya dan Tuan Leo," jawab Andra, lagi-lagi jujur.
Jawaban yang sukses menaikan emosi Rian sampai ke ubun-ubun. Tanpa kata Rian meninggalkan Andra. Kakinya melangkah lebar dan cepat ke lantai tiga sambil membawa map. Sampai di depan ruangan pribadi April, Rian menerobos tanpa peduli larangan yang bahkan diperuntukkan kepada setiap orang di rumah ini.
Dimana, siapa pun tanpa terkecuali tidak diperbolehkan memasuki ruangan pribadi tanpa alasan apa pun. Jikalau ada yang melanggar peraturan tak tertulis itu, maka dia harus siap menerima apapun konsekuensinya. Seperti April yang pernah melakukan hal itu beberapa waktu lalu. Dan April yang menjadi gadis kesayangan pun, tidak luput dari hukuman. Lalu sekarang, Rian yang bukan siapa-siapa nekat melanggar privasi yang ditetapkan di rumah itu.
Rupanya, April tidak menyadari kehadiran Rian yang siap untuk murka. Kedua telinganya tersumbat earphone dan mata fokus pada layar komputer. Tubuhnya terperanjat begitu melihat beberapa map berserakan di mejanya. Tidak peduli siapa pun pelakunya April yakin tidak akan senang. Ini tempat pribadi yang bahkan tidak bisa dimasuki mamanya sesuka hati.
Maka secepat kepalanya berputar, secepat itu pula matanya membulat. Tidak menyangka akan menemukan Rian berdiri di dekatnya dengan wajah keruh. Sembari melepas earphone, matanya melirik map yang tadi dilemparkan Rian. Saat tatapannya kembali kepada Rian, wajah itu masih sama keruhnya. Mau tidak mau April kembali melirik map tadi agak lama. Tidak butuh waktu lama Baginya untuk tahu isi map yang pernah beberapa kali dilihatnya. Pertanyaannya, dari mana Rian mengetahui tentang map-map ini.
"KENAPA LO DIAM SAAT TAHU TENTANG FAKTA INI?"
April dikejutkan dengan teriakan Rian. Ia bangkit dari kursi dan balas berteriak. "TERUS GUE HARUS APA? GUE HARUS TERIAK SAMA SEMUA ORANG KALAU MANTAN LO BALIK DAN BAWA ANAK! GITU!"
Napas keduanya menderu, beradu di dalam ruangan itu. Mereka sama-sama marah dengan alasan masing-masing. Sebelum membiarkan Rian menumpahkan segala macam pertanyaan, April lebih dulu mematikan komputer. Dibereskan map-map yang berantakan di meja lalu dibawanya keluar.
"Pril–"
"Lo harus belajar untuk menghargai privasi, Yan," sela April cepat dan tajam. "Ini bukan tempat untuk bicara."
Setelahnya April berjalan keluar tanpa mau memastikan Rian mengikutinya atau tidak. Begitu keluar April menemukan alasan Rian sampai menerobos ke ruangannya.
"Maaf Nona," ucap Andra penuh penyesalan.
"Tolong katakan hal lain, aku muak mendengar kata itu belakangan ini." April menyerahkan tumpukan map ditangannya kepada Andra sebelum kembali melangkah.
April memilih kamar karena lokasinya paling dekat untuk dijadikan tempat pembicaraan. Tidak berselang lama setelah April mendudukkan diri di kasur, Rian datang menyusul. Lelaki itu menutup pintu dan perlahan berjalan mendekat.
"Kenapa, Pril?" mulai Rian dengan suara pelan. Meski begitu, ia tidak lagi bisa tenang. Semua spekulasi membuatnya tidak bisa berpikir positif tentang April. Gadis di depannya ini marah saat dia bohongi, tetapi malah menyembunyikan fakta sepenting ini darinya. "Apa lo sengaja?"
"Ya," jawab April cepat dan tanpa keraguan.
Sontak Rian tergelak. Ia yang berada tepat di depan April mencondongkan tubuh, tangannya mencengkram kedua bahu gadis itu dengan kuat.
"Kenapa, Pril? Lo selalu bilang kalau kejujuran itu penting untuk hubungan kita. Lo marah saat tahu gue bohong tapi kenapa lo enggak kasih tahu gue tentang ini?!"
Dengan cepat April menepis tangan Rian sebelum bangkit. Ia berdiri dihadapan Rian yang tampak emosi. "Terus mau lo apa sekarang? Lo mau marah, atau lo mau kita putus biar lo bisa bersatu sama keluarga kecil lo itu!"
"PRIL!"
"APA YAN?!" sentak April. "Sekarang lo tahu kalau gue ini egois dan pembohong! Terus lo mau apa?"
Dada April naik turun, di depannya Rian tak jauh beda. Segala emosi campur aduk mengelilingi mereka. Padahal baru beberapa hari lalu mereka berbaikan, dan sekarang pertengkaran kembali lagi. Apa sesulit ini hubungan mereka?
***
Masih inget Rendra kan? Jadi ini alesan kenapa dari DMT 1 April tuh gak pernah srek sama Gista guys. April dilema sih sebenernya, soalnya dia enggak bisa kasih tahu Leo langsung. Leo itu kan baru gabung dan belajar di green area. Jadi untuk tahu masalah Rendra itu butuh waktu dan penjelasan panjang. Makanya Leo belum dilibatkan dalam masalah-masalah yang berkaitan sama green area. Dan yah, Manda itu kakaknya Gista. Jadi lengkap deh kemarahan April buat dua cewek itu. Sesuai judulnya ya, beberapa hal terungkap di part ini.
Pertanyaanku, kalian masih dukung April sama Rian atau engggak nih?
Pertanyaan lain, siapa yang nungguin nih? Seperti biasa aku cuma bisa bilang maaf atas keleletanku ini. Apalah aku emang susah buat konsisten. Cerita ini belum selesai, eh udah buat cerita baru. Serakah, kan ya?
Tapi enggak papa lah, asal jangan serakah sama jodoh odang aja hihihi. Nah untuk nemeni kalian nunggu cerita ini, coba cek profilku yuk. Udah ada beberapa cerita lain. Kita sama-sama kawal cerita itu sampai tamat yuk. Oh iya, ada juga satu ceritaku yang di publikasikan sama Arethaproject loh, judulnya Elisitasi. Yuk klik akun Arethaproject untuk baca ceritanya. Semoga sema ceritaku bisa tamat ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top