14. Skak mat

Sampai di rumah April tak lantas membuat Rian bisa berduaan dengan pacarnya. Lelaki itu justru harus terdampar bersama Adrian, bermain catur di lapangan hijau green area. Sementara April sedang berlatih bersama Andra. Sambil menggerakkan bidak catur,matanya sesekali melirik April. Berharap jika dirinya yang sedang menemani gadis itu berlatih.

"Skak mat."

Atensi Rian teralih ke depan. Adrian tersenyum penuh kemenangan setelah berhasil mengalahkannya. Menyaksikan itu cepat-cepat Rian memcibir. "Saya sengaja ngalah, Pa Takut gak direstuin sama Papa mertua."

"Bocah gemblung!" Usai mengumpat, Adrian melempar satu bidak catur yang tepat mengenai kepala Rian. Tidak peduli ringisan Rian dia langsung berkata dengan kesal. "Siapa yang kamu panggil Papa mertua, hah?"

"Ya siapa lagi coba," balas Rian sambil bangkit dari duduknya. Menjauh dan mencari tempat persembunyian. Bisa-bisa kepalanya jadi korban lagi.

"Jangan kabur kamu! Saya cemplungin ke kolam tahu rasa kamu!"

"Pa," panggil April yang kemudian mendekat dan duduk di tempatRian tadi. "Bisa kali kalau sama Rian gak usah pake urat."

"Benert tuh, Pa. Nanti cepet tua loh," sahut Rian yang kemudian berdiri di belakang April.

Sontak Adrian melotot. "Tuh, Pril. Kamu lihat sendiri kelakuannya, masa sama calon mertua kurang ajar begitu."

"Wah ... Papa ngaku jadi calon mertua saya nih?" tanya Rian sambil menaik turunkan alisnya.

Sementara Adrian di tempatnya menajamkan mata, sadar sudah salah bicara. Seandainya tidak ada April disini, ia akan senang hati menenggelamkan Rian di kolam. Tidak mau menaikan tekanan darahnya, Adrian memeilih pergi. Sudah cukup hari ini dia mengganggu waktu Rian dan putrinya.

Sepeninggal Adrian, Rian duduk di depan April. "Kok lo tetep cantik sih walau lagi keringetan?" tanya Rian sambil memandangi April.

Mendengar itu, April melempar handuk kecil yang tersampir di lehernya. "Basi, Yan. Lokenapa sih, gak bisa akur sama Papa?"

"Om Adrian yang gak mau akur sama gue, Pril," jawab Rian usai menyingkirkan handuk dari wajahnya.

"Kalian berdua sama aja!"

Mendapati pelotototan dari April membuat Rian mengatupkan mulut. Takut salah bicara, padahal sedari tadi ucapannya tidak ada yang benar. Tapi kalau dipikir-pikir mereka ini satu sama. Rian tidak bisa akur dengan Adrian, sementara April juga belum diterima oleh Melisa. Hah, memikirkan itu membuat Rian meradang.

"Lawan gue, mau?"

Pertanyaan April membuat Rian berkedip cepat. Masa iya dirinya harus berkelahi dengan pacar sendiri. Kan, tidak lucu. Lebih-lebih, rasanya Rian tidak akan sanggup untuk melayangkan pukulan kepada April. Walau dirinya yakin kalau April tidak akan ragu untuk menghajarnya. Tapi tetap saja, melawan perempuan yang merangkap sebagai pacarnya ini jelas bukan kombinasi yang bagus.

"Kalau gak mau, mending lo minggir. Gue mau main sama Andra."

"Kenapa harus sama Andras sih? Terus kenapa juga gue harus minggir?" tanya Rian runtut dan sewot.

"Ya gak mungkin kali Andra main catur sambil berdiri," sahut April tak habis pikir. Dimana Rian menggadaikan otaknya saat ini?

Mata Rian mengedip beberapa kali sebelum membeo. "Jadi lo mau main catur toh,"gumamnya kemudian.

Di kursinya, mata April memicing curiga. "Emang Lo pikir gue mau ngapain?"

"Hehe ... gue kira lo mau latihan lagi. Ya udah, gue aja yang main catur lawan lo." Rian segera menata setiap bidak catur di posisi yang seharusnya.

Ketika semua bidak sudah berada diposisi yang tepat, keduanya mulai bermain. Sebagai pemilik bidak putih, Rian mengambil langkah pertama. Dia menggerakkan pion di ujung kanan satu kotak ke depan. Sementara April langsung mengeluarkan kudanya sebagai langkah awal. Rian kembali memilih pion untuk maju yang disusul April kemudian. Rupanya, kali ini mereka sehati. Posisi pion yang hanya terhalang dua kotak di depan, seperti posisi mereka saat ini. Berhadapan namun tidak bisa menyerang, ironis.

Giliran Rian lagi, kali ini lelaki itu menggerakkan kuda. Lalu April menggerakkan pion yang lain. Menyadari kesempatan, Rian tersenyum. Dia menggerakkan kudanya untuk menyerang pion April sambil menatap gadis itu. Di tempatnya April hanya mengernyit, berpikir ternyata Rian sedangkan itu.

"Terlalu cepat, Yan," ucapnya setelah mendapatkan kuda milik Rian.

Tawa Rian menggema saat itu. Sadar jika April sama saja seperti Adrian, bukan lawan yang mudah. "Lo ngorbanin pion untuk nyerang gue?"

Menggendikan bahu April menyahut acuh. "Kita harus mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu, kan?"

"Ya," sahut Rian sambil fokus ke papan catur. Dia harus lebih fokus sekarang ini. Jangan sampai ia dikalahkan oleh ayah dan anak.

Melihat pion Rian bergerak lagi, April tahu kenapa lelaki itu bisa kalah. Rian tidak terlalu memikirkan dampak selanjutnya. Sehingga ketika bidak gajah April maju, Rian agak terkejut sebab rajanya berada dalam zona skak. Maka Rian segera mengambil langkah cepat untuk melindungi rajanya.

April tersenyum kecil. Rian terlalu terburu-buru. Sebab pion yang digunakan raja untuk berlindung, bisa dengan mudah dilawan oleh pion miliknya. Alhasil, raja Rian kembali dalam bahaya. "Lo tahu, Yan," panggil April tiba-tiba."

"Kenapa?" sambil memperhatikan bidaknya. Berusaha mencari jalan keluar dari bahaya. Pilihan yang paling bijak saat ini, yaitu menyerang pion yang membahayakan.

"Gerakan pion mungkin terbatas, tapi itu yang gue suka dari pion. Dia akan tetap maju tanpa mau tahu apa yang terjadi di belakang. Sama kayak gue yang gak peduli gimana masa lalu lo."

Saat ini posisi raja Rian aman, namun tidak ada yang melindunginya dari bagian depan. Setidaknya itu bukan sesuatu yang berbahaya jika April kembali menyudutkannya. Ia masih punya celah untuk menyelamatkan diri untuk sementara. Hanya saja saat ini, Rian yakin jika bukan hanya bidak rajanya saja yang terancam bahaya. Ucapan April sedang siaga satu dan itu bukanlah hal baik.

"Tapi kadang pion itu gak tahu diri juga. Kayak gini nih, kaya masa lalu yang maksa kembali," ucap April lantas menggerakkan pionnya.

Melepaskan pandangan dari papan catur, April menatap Rian. Menantang apa yang akan lelaki itu lakukan terhadap pionnya. Meski sebenarnya sudah bisa ditebak, April ingin tahu apa pertimbangan Rian.

"Dan akhirnya, dia cuma akan berakhir tragis, kan?" tanya April begitu menyaksikan pionnya tersingkir. Bibirnya lantas menyunggingkan senyum.

"Makanya Yan, sebelum masa lalu itu bertindak, gue akan ambil langkah untuk menyerang. Dan saat itu terjadi, apa lo akan nyingkirin gue, atau kasih gue jalan?"

Nah, kan. Siaga satu. Untuk Rian juga untuk rajanya yang kini tersudut lagi. April benar-benar memaksanya mundur dan bersembunyi dibalik bidak lain.

"Yang jelas, gue gak akan menghalangi Pril. Tapi gue benar- benar berharap lo gak merepotkan diri untuk itu. Karena gue pun udah gak mau terlibat sama masa lalu."

Dering handphone membuat Rian langsung merogoh saku celananya. Nama sekertarisnya terpampang di layar. Mungkin ingin mengingatkannya tentang pekerjaan. "Halo," ucapnya usai mengangkat panggilan.

"Ada yang mau ketemu sama Bapak."

Kening Rian mengerut, mengingat apakah dia ada janji temu dengan seseorang hari ini. Rasanya Rian tidak punya janji dengan siapapun sampai besok sore. Lantas siapa orang itu? "Siapa?" pada akhirnya Rian memutuskan bertanya.

"Namanya Bu Manda, Pak."

Secara impulsif mata Rian melirik April. Gadis itu menatap heran ketika mendapati keterkejutan diwajahnya. Berdehem sejenak, ia lantas mengalihkan tatapannya ke sembarang arah. Sampai panggilan sekertarisnya mengingatkan jika panggilan telepon masih tersambung.

"Saya tidak mau ketemu sama dia."

"Tapi dia bilang akan terus nunggu Bapak sampai mau ketemu sama dia."

Rian mendengus keras, apa-apaan! Dulu Manda tidak pernah kembali sepanjang Rian menunggu. Perempuan itu bahkan pergi tanpa mengucapkan perpisahan. Lalu kembali tanpa rasa bersalah. Setelah mereka bertemu kembali, Manda punya banyak waktu untuk bicara dengannya. Tetapi dia tidak pernah berusaha menjelaskan apapun. Sekarang, setelah meminta dirinya dari April, Manda baru mau bicara dengannya. Yang benar saja!

"Saya gak peduli, yang jelas saya tidak mau." Begitu sjaa, Rian memutuskan panggilannya.

"Mantan lo?" tebak April tepat sasaran, dan dia jelas tidak butuh jawaban verbal dari Rian.

"Katanya dia mau ketemu sama gue," ucap Rian menjelaskan. Dia sudah belajar banyak dari hubunganya dengan April. Kejujuran dan komunikasi sangat diperlukan.

April menaik-turunkan kepala lalu berujar. "Kalau gitu temui dia."

Dan Rian sama sekali tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Bukannya lo gak suka gue–"

"Emang enggak," sela April cepat. "Makanya gue mau ikut."

"Lo enggak percaya sama gue?"

April mendesah berat. Tangganya menggerakkan bidak sebelum  memandang Rian lurus-lurus. "Menurut lo, setelah dua kali dibohongi, gue masih bisa percaya sama lo?"

Skak mat

Untuk Rian dan rajanya. Rajanya sudah tidak memiliki tempat berlindung atau bersembunyi yang bisa dipakai. April telah menyudutkannya dari segala arah. A Ironis, ia kalah dari April lebih cepat daripada saat melawan Adrian. Lalu sekarang dirinya pun terjebak di tempatnya. Tidak bisa merespon pertanyaan April yang membuatnya tertohok. Sadar jika apa yang dikatakan April benar.

Rian kini benar-benar tahu, kepercayaan itu teramat penting. Dan sekarang dia kehilangan hal penting itu dari seseorang yang penting baginya. Dan untuk mengembalikan kepercayaan itu bukanlah hal mudah. Namun Rian akan terus mencoba.

***

Siapa yang masih nunggu cerita absurd ini?

Huhuhu maafkan daku yang telah menelantarkan cerita ini terlalu lama. Udah gitu pas update dikit pula. Mau gimana lagi dong guys, aku hanya bisa pasrah.

Jangan lupa vote dan komen ya guys. Yang paling penting jangan lupa juga untuk sabar menanti kelanjutannya. Sebagai teman kalian untuk nunggu, kalian bisa cek cerita lain yang judulnya Hai Mantan itu udah selesai. Atau juga bisa cek cerita Elisitasi di lapaknya Arethaproject

Udah ya sampai jumpa di part selanjutnya bye bye

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top