12. Move On
Kurang beberapa hari Bulan Bahasa, Klub Sastra disibukkan oleh persiapan untuk menyambutnya. Ini kedua kalinya dalam satu minggu rapat diadakan, Mira masih belum menemukan sosok Serhan, bahkan batang hidungnya tak muncul. Rasa cemas menelimuti hati, sebenci itukah Serhan kepadanya? Sampai melihat wajah Mira pun tak sudi.
"-Mir, Mira?"
"Eh iya?"
"Kamu hubungi Serhan besok ikut rapat, sekalian kasih ini ke dia." Pinta Syania memberikan sebuah amplop pada Mira.
"Ini apa?"
"Ish gak usah banyak tanya, besok pasti tau sendiri." Syania terkikik
"Kak Jef kok gak datang kemana Kak?" Mira bertanya karena tadi chatnya tidak dibalas Kak Jef.
"Katanya menemui dospem,"
"Kak Jef kan semester 6, emang udah pembagian dospem dan buat proposal kah?"
"Lo kan tau si Jef jenius. Mulai konsul skripsi," Mira tercengang, dia baru mengetahui fakta satu ini. Kenapa Kak Jef nggak cerita Mira soal ini? Tapi syukurlah, Mira ikut senang. Setelah 2 jam rapat mengenai dekor panggung untuk kegiatan, Kak Jef datang. Ia menghampiri Mira yang naik di atas kursi sedang memasang jadwal baru Klub Sastra. Mira yang merasakan kehadiran sosok lain memutar kepalanya ke belakang. Ia pun turun sambil menepuk-nepukkan kedua tangan, membersihkan debu.
"Ada apa Kak?" Kak Jef tersenyum kecil, mendekati Mira.
"Motor kamu macet lagi?" Mira mengaguk kecil
"Aku antar aja Mir, kali ini kamu gak boleh nolak." Kak Jef meraih tangan Mira yang masih bengong, menggeretnya ke luar.
"Stop Kak." Kak Jef menaikkan satu alisnya.
"Suratnya Serhan ketinggalan,"Mira memutar tubuh, mengambil surat tersebut.
"Ayo kak." Mereka bergandengan tangan menyusuri lorong kampus.
Di benak Kak Jef bertanya-tanya mengenai Serhan, sebenarnya apa hubungan Mira dan Serhan sampai laki-laki itu menghindarinya hanya karena Mira menjalin hubungan dengannya. Bukankah terlalu berlebihan kalau mereka hanya sahabat. Tatapan mata Serhan mengartikan maksud lain ketika bersama Mira. Sikap dingin yang ia terima menjadi alarm bagi ia. Prestasi Serhan mulai tampak menunjukkan sikap ambisius laki-laki itu. Seakan meminta pengakuan dari seseorang spesial.
-
Serhan dkk nongkrong di tempat biasanya, gazebo dekat kolam koi. Mereka antusias bermain game, termasuk adik tingkat yang ikut nimbrung, kecuali Serhan. Ia membaca buku padahal sekitarnya ramai, entahlah Serhan tetap bisa berkonsentrasi. Ajaib Serhan seorang bibliofobia bisa berubah dalam semalam lengket dengan buku. Sekuat itukah pengaruh Mira dikehidupannya? Meskipun ia tipe pelajar yang paham dari mengedengarkan, ia ingin mencoba melakukan hal lain yang tak ia sukai.
"Han, Bulan Bahasa lo nggak pengen nyumbang suara lo apa?" Nauval bertanya
"Nah bener Han, lo nyanyi lagi deh biar gue ada kesempatan bersinar."
"Emang lo nyumbang apaan Za?" Serhan bercedak lalu mengalihkan perhatiannya dari buku, teman-temannya nyengir melihat Serhan berubah rajin, namun memilih tidak mengomentari.
"Gue mau main drum."
"Kak Erza bisa mainnya?"
"Gue kepret lu Bert, adik tingkat kagak sopan."
"Senioritas amat sih Kak," Wafa menggerutu
"Kaku amat sih Za." Nauval menambahi. Sehan mempertimbangkan opini Nauval sesaat, sepertinya seru juga kalau dia ikut meramaikan acara tersebut, hitung-hitung untuk mengalihkan rasa sakit hatinya, semakin sibuk maka semakin ia cepat melupakan.
"Iya deh gue ikutan aja. Nanti gue ngomong ke Jef langsung aja,"
"Panjang umur, noh si Jef– eh dia sama cewek," Farid menunjuk sosok Kak Jef yang berjalan menuju parkiran, laki-laki itu membukakan pintu sedan hitam, diikuti sosok Mira yang masuk. Sahabat Serhan yang tidak mengetahuinya bertanya-tanya.
"Itu pacarnya?"
"Kok gue kayak kenal ya. Lo tau nggak Han?"
"Han," Farid memanggil Serhan yang terpatung, namun mereka dikagetkan dengan Serhan yang bergegas berdiri, lari menghampiri sosok Kak Jef.
Tangan Serhan mencekal pergelangan Kak Jef yang akan membuka pintu satunya. Kak Jef memutar kepalanya, bertukar tatapan dengan Serhan. Mira yang ada di dalam terheran akan kedatangan Serhan hanya bisa berdiam diri.
"Lo mau bawa kemana Mira?" Serhan bertanya, menahan amarah yang memuncak, rahangnya mengeras. Cekalan tangannya menguat.
"Antar Mira pulang ke rumah." Kak Jef enteng menjawab.
"Lo jangan aneh-aneh ya. Lo kira bawa cewek sepolos Mira ke mobil lo gue bisa percaya gitu aja, Huh?!"
"Maaf Han, tapi masalah kamu apa ya? Aku nggak akan melakukan hal seperti yang kamu pikirkan,"
"Oh berani juga lo sekarang pakai 'aku', dimana bahasa lo yang selalu pakai 'saya'. Sok lo." Mira yang tak tahan pun keluar. Menghentikan Serhan, jari-jari lentiknya menyentuh lengang Serhan.
"Han, lo ngapain sih. Lepasin!"
Serhan masih belum melepaskan tangannya dari Kak Jef, Mira menarik tangan Serhan sekuat tenaga.
"Kumohon Han jangan gini. Kita bisa bicarakan baik-baik."
"Lo nggak usah halangin, Mir." Akhirnya Serhan melepaskan cekalan tangannya, menatap nyalang Mira. Netra coklat itu menunjukkan kesedihan yang mendalam.
"Han, gue mohon sama lo, lepasin." Kak Jef tampak seperti orang bodoh di antara mereka berdua, tidak mengetahui akar permasalahannya. Kak Jef sedikit cemburu akan perhatian Serhan yang menurutnya terlalu berlebihan pada Mira.
Sekelebat bayangan wajah sedih Mira menusuk raga Serhan. Tanpa sadar Serhan merengkuh tubuh Mira, memeluknya erat. Dapat ia cium aroma shampoo khas dari orang yang ia rindukan. Telapak tangannya yang besar mengelus surai hitam Mira. Kak Jef yang menjadi penonton tercengang pun teman-teman Serhan yang nongkrong.
"Mir, gue minta maaf udah ngacuhin lo..."
'Maafin gue gak bisa move on dari lo. Gue akan berusaha,'
Gadis itu terkesiap, tak bergerak sedikit pun, Serhan menjauhkan dirinya dari Mira, menelungkupkan kedua telapak tangan di kedua pipi gadis itu. Kemudian mengelus puncak kepala Mira.
"Jaga diri lo baik-baik Mir,"
"Dan lo," Serhan menunjuk Kak Jef yang melotot.
"Awas aja lo nyakitin Mira apalagi ngotorin dia. Siap-siap aja gue sunat mati lo!" Kak Jef nyengir ngeri membayangkannya.
"Iya Han, aku janji kok." Serhan mengaguk
Mira meraih tangan Serhan, memberikan amplop "Makasih Han... Gue juga minta maaf." Serhan membalas dengan senyuman sedih. Mendorong pundak kecil Mira masuk ke sedan Kak Jef.
"Hati-hati di jalan, sampaikan salam gue ke keluarga lo."
-
"Gila Han." Anak tongkrongan berseru
"Jadi itu tadi si Mira. Just wow.."
"... yang sabar Han." Farid menenangkan.
"Eh Kak Mira udah punya pacar– sayang banget, padahal gue naksir dia." Fokus mereka teralihkan oleh pengakuan Albert.
"Serius lo?"
"Kirain lo udah tau Fa," Serhan mengepalkan tangannya, ketiga kawannya menahan Serhan agar tidak menyerang Albert.
"Oi lu jangan mancing Bert. Goblok lu."
"Salah gue apa Kak?" Albert yang panik bersembunyi di balik tubuh Wafa.
"Serhan suka Mira sejak SMA. Lo mundur aja, udah kelar semuanya."
"Tenang Han. Oi bocil minta maaf lo!" Albert yang ketakutan duduk bersimpuh
"Ye bang maaf, lagian kita juga udah kalah sama Kak Jef." Serhan pun tenang, duduk di samping Albert.
"Bener lo, Bert. Si anjir Jef pakek pelet." Berakhir Serhan bercerita tentang kisah cintanya.
"Terus isi amplop tadi apa Han?" Erza berceletuk
"Gue dapet juara resensi buku cuy." Mereka bersorak bahagia, mengucapkan selamat atas kesuksesan Serhan.
"Traktiran Han," Farid berujar. Serhan mengacungi jempol.
Walaupun di akhir Serhan sudah menerima hubungan Mira-Kak Jef, menghapuskan perasaan yang sudah bersemayam enam tahun tidaklah mudah, justru ia ingin tetap menyimpan rasa itu. Menikmati sisa kenangannya, daripada memaksakan diri untuk melupakannya yang akan membawa sakit hati. Seiring berjalannya waktu pasti akan hilang sendiri. Tuhan tidak akan diam membiarkan makhluknya menderita, ada di mana saat sedih dan senang.
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top