Bab 9. Pernikahan

"Gue izin libur."

Alara bergumam sambil memotong kuku kakinya sementara ponselnya diapit diantara bahu dan telinganya. Putri menelepon karena menanyakan keberadaannya yang tidak hadir.

"Tumben lo libur? Ada acara apaan?"

Alara menjawab santai. "Acara keluarga. Udah ya, gue mau siap-siap dulu." Karena semakin lama ia berbicara dengan Putri, gadis itu akan segera merecokinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Alara malas menjawabnya karena berkata jujur pun seperti yang dilakukannya tempo hari, mereka tidak percaya.

Besok adalah pernikahannya dan hari ini Alara akan menerima kehadiran keluarga besarnya. Para sepupunya pasti akan bertanya yang aneh-aneh mengenai pernikahan dadakan ini. Tidak dadakan juga, hanya saja Alara mengabari sepupunya baru-baru ini sehingga mereka berpikir bahwa Alara hamil diluar nikah.

Dasar para sepupu laknat!

Setelah memotong kukunya, Alara membersihkan kamarnya kemudian keluar untuk melihat persiapan apa-apa saja. Sudah seminggu ia dan Mas Adam tidak bertemu karena memang sudah aturannya seperti itu. Namun, Mas Adam sering mengabarinya melalui pesan atau telepon singkat saat malam hari.

"Mama dimana, Tante?" Alara bertanya pada tantenya yang sedang melewatinya sambil membawa satu ember ayam mentah yang mungkin hendak di masak.

"Mama kamu keluar sama Mama Adam nggak tahu kemana. Tapi, tadi nitip pesen supaya kamu siap-siap."

"Siap-siap?"

Tante Kila yang merupakan adik dari Mamanya itu mengangguk. "Iya, biar luluran terus besok pagi kamu mau dikasih inai. Sebentar lagi mereka sampai. Sudah sana, tante mau bawa ini dulu ke belakang."

"Eh?" Alara mengernyit bingung. "Mereka? Mereka yang mau lulurin aku maksudnya?" tanyanya namun tantenya sudah berjalan jauh.

***

Seperti yang sudah Alara duga bahwasanya para sepupunya ini akan menanyakan bagaimana dia mungkin bisa secepat ini menikah sementara kakak sepupunya Yani yang lebih tua tiga tahun darinya saja belum menikah.

Mereka kini berkumpul di kamar Alara saat Alara baru saja selesai luluran dan mandi. Alara memilih untuk membiarkan persepupuannya ke kamarnya. Ada sekitar delapan orang sepupu yang umurnya tidak jauh beda darinya namun yang berkumpul di kamarnya kini hanya tiga orang.

"Jadi, lo jawab jujur. Gue denger dari nyokap lo nikah karena dijodohin?" Gadis bernama Cerry itu membuka suara. Menatap Alara dengan pandangan menuntut penjelasan.

"Gue kaget pas nyokap bilang Kak Alara mau nikah." Kali ini si gadis berkacamata yang lebih muda dari Alara bernama Gina bergumam sambil memeluk boneka yang kesayangan yang memang ia bawa kemana-mana. "Kirain Kak Alara beneran hamil diluar nikah."

"Huss!" Alara menyahut cepat. "Gue memang dijodohin dan tiba-tiba aja yang dijodohin ya dosen gue sendiri."

"Nyokap bilang dia duda ya, Ra?" tanya Kak Yani.

Alara mengangguk. "Anak satu, Kak."

"Gue pernah baca di aplikasi wattpad tuh cerita tentang duda-duda." Gina menyipitkan mata mencoba mengingat salah satu novel yang pernah dibacanya. "Tapi, duda di wattpad ya lo tahu sendirilah kan, tampan, kaya pokoknya versi sempurna. Nah, gue harap lo nggak dapet duda yang perut buncit, kepala botak, Kak."

"Sembarangan." Alara melempar bantal untuk adik sepupunya itu. "Ya, dia nggak jauh dari versi wattpad lah. Sebelas dua belas."

"Heh? Serius?" tanya Gina antusias.

Baik Cerry maupun Yani mendengarkan dengan seksama.

Alara mengangguk dan tersenyum membayangkan sosok Mas Adam di pikirannya.

"Mana? Coba kita lihat fotonya. Setidaknya kami ingin menilai."

Alara menggeleng kuat. "Nggak boleh! Kalian lihat besok saja sendiri."

Gina dan Yani mencebikkan bibirnya, namun Cerry tampak bergumam. "Eh Ra, gimana kalau suatu saat lo ketemu mantan istrinya?"

"Gue udah ketemu kok."

Mata ketiga sepupunya itu membelalak lebar. "Serius?" tanya mereka kompak membuat Alara terkekeh geli.

Alara mengangguk dan berkata. "Ya jujur sih, gue ngerasa aura mantan istrinya itu kuat banget. Kayak ngeintimidasi gue gitu, tapi untung ada Mas Adam jadi ya you know-lah."

"Gimana-gimana istrinya? Cantik?"

"Cantik banget mirip wanita-wanita sosialita. Gue ngerasa jauh banget levelnya sama dia."

"Terus kenapa mereka cerai ya?" tanya Yani seakan berpikir.

Gina mengendikkan bahunya. "Persoalan rumah tangga itu memang beda-beda makanya untuk membangun rumah tangga itu butuh mental yang kuat."

Dan ucapan bijak yang paling bungsu membuat Alara, Cerry, dan Yani langsung menimpuk Gina dengan bantal di kamar Alara.

***

Alara sudah sangat cantik dengan pakaian putih serta make-up yang menghiasi wajahnya. Dia bangun dari pukul 4 pagi untuk diberi inai serta persiapan lainnya dan kini sudah menunjukkan pukul delapan. Ijab qabul akan dimulai dalam satu jam ke depan sehingga Alara hanya memilih duduk di dalam kamar yang ditemani oleh para sepupunya.

Menunggu seperti ini adalah hal yang mendebarkaan bagi Alara. Pengalaman pernikahan pertama dan semoga menjadi terakhir sampai akhir hayatnya ini suatu hari akan dia ceritakan kepada anak-anaknya kelak.

"Alara!" seru salah satu sepupunya yang bernama Mega. Perempuan itu langsung masuk begitu saja ke kamar Alara kemudian berkata. "Suami lo cakep banget."

"Belum sah!" sahut Yani di sebelah Alara. "Beneran ganteng?"

Mega mengangguk. "Iya Yan. Tampan, dewasa, badan oke, pokoknya perfect!!!"

Alara hanya tersenyum kecil.

"Beruntung banget sih lo dapet duda kayak begitu."

"Nikah sama duda sana, Kak. Minta cariin sama Mama." Gina menyahut membuat Mega seketika mendelik pada adik kandungnya.

Perdebatan keduanya membuat Alara setidaknya bisa sedikit lebih santai. Sudah hampir jam sembilan dan Alara semakin berdebar saja. Ia mencoba menarik napas dalam-dalam dan tak lama, ketukan di pintu membuat mereka semua menoleh.

Ratna masuk lalu menatap putrinya yang sudah sangat cantik dengan haru. Ia mendekat dan memuji putrinya yang terlihat luar biasa hari ini. "MasyaAllah, Nak. Kamu cantik sekali."

"Makasih, Ma."

Ratna tersenyum kemudian mencium dahi putrinya dengan sayang dan menatap para keponakannya itu sambil berkata. "Yuk, kita bawa pengantin keluar. Alara sudah sah menjadi istri Adam."

Para sepupunya itu langsung berkata dengan kompak. "Alhamdulillah."

***

Alara keluar dari kamarnya dibarengi oleh ibu dan sepupunya. Ia menatap Pak Penghulu beserta Papanya. Lalu, matanya tertuju pada sosok dosen yang kini sudah sah menjadi suaminya. Pria itu benar-benar tampan seperti yang Mega katakan. Mengenakan baju putih yang begitu cocok di tubuh tegapnya disertai dengan peci hitam yang membuat ketampanannya seakan berkali-kali lipat.

Aura cerah ditampilkan oleh sosok Adam hari ini. Ia tersenyum hingga menampilkan giginya yang rapi dan putih sambil menyambut istrinya yang begitu cantik. Bahkan, sejenak Adam terpana oleh kecantikan Alara yang memang tidak pernah memakai make-up namun, hari ini gadis itu berubah bak ratu di sebuah kerajaan.

Kini Alara duduk di sebelah Adam. Tak lama kemudian, keduanya disuruh menandatangani surat nikah setelahnya Alara disuruh untuk menyalami suaminya sembari mengambil foto yang dilakukan oleh fotografer.

Adam sendiri mengecup dahi Alara dengan lembut. "Kamu cantik sekali hari ini, Alara."

Alara tersipu mendengar bisikan sang suami. "Terima kasih, Mas."

Kini keduanya bersalam-salaman dengan kedua orang tua mereka. Alara seketika mengeluarkan air matanya saat bersalaman dengan sang ibu yang sudah menangis mengingat ia tidak akan lagi tinggal bersama ibunya. Gadis itu memeluk ibunya erat dan bergumam. "Jangan nangis, Ma. Aku juga nangis nih!"

Ratna tersenyum lalu melepaskan pelukannya. Ia mengapus air matanya dengan tisu dan berkata. "Mama bakal kangen kamu."

"Aku kan masih bisa pulang ke rumah," gumamnya kemudian tersenyum kecil. "Udah ah Ma, nggak boleh nangis. Nanti make up Mama luntur nih."

"Iya, Mama janji nggak nangis lagi."

Alara tersenyum lebar dan mengangguk. Kini, ia menggeser untuk menyalami mertuanya bergantian. Kedua mertuanya itu juga memberikan nasihat-nasihat seperti yang ayahnya berikan sebelumnya. Setelah semuanya selesai, Alara disuruh berdiri berdampingan dengan suaminya untuk pengambilan foto sebelum bersama keluarga besarnya.

***

TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top