Bab 31. Adik Cowok
Alara mengerjapkan matanya ketika jam menunjukkan pukul lima pagi. Ia duduk di ranjangnya lalu melirik Ara dan Wina yang masih tertidur sangat lelap. Alara memilih ke kamar mandi untuk segera mencuci muka, menyikat gigi, lalu berwudhu dan melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.
Setelahnya Alara turun ke bawah untuk membantu persiapan lainnya hari ini. Di dapur Alara melihat Ibunya, Neneknya dan Tante Ola sedang merapikan meja karena ijab qabul diadakan di rumah ini jam delapan pagi nanti.
“Mama jam berapa bangun?” tanya Alara kemudian memilih duduk di meja makan.
“Jam empat. Adam tidur dimana semalam?”
Seketika Alara mengernyit. Sejak semalam ia tidak melihat suaminya. “Nggak tahu, Ma.”
“Tidur di kamar tamu sama Naka.” Ola menyahut karena dia memang benar-benar melihat dua pria dewasa itu masuk ke kamar tamu sekitar jam satu malam tadi.
“Bangunin abang dek. Suruh siap-siap.” Ratna menyuruh Alara.
Alara menaikkan alisnya. “Nggak berani ah, ada Mas Adam.”
“Kok nggak berani?” tanya sang nenek yang sedang duduk di kursi sebelahnya. “Suami sendiri nggak pa-pa, Nak.”
Alara mendesah dan kini ia dengan terpaksa beranjak ke kamar tamu dimana abang dan suaminya tertidur. Perlahan Alara membuka kamar yang untung saja tidak dikunci, lalu kegelapan langsung menyergap di matanya beningnya.
Alara melihat dua siluet manusia sedang tertidur lelap tanpa mengenakan baju. Satu tidur di karpet, sementara yang lainnya tidur di atas kasur.
Kenapa mereka tidak tidur satu kasur? Tanya Alara dalam hati.
Ia segera menuju ke abangnya yang tidur di karpet lalu menggoyangkan bahu lelaki itu. “Bang, Abang, bangun!” bisiknya pelan agar suaminya tidak ikut terbangun. “Bang, bangun ihh. Disuruh siap-siap sama Mama.”
“Nghhh,” suara Naka mengerang tidak jelas.
Alara menghela napasnya, membangunkan abangnya untuk bangun pagi seperti membangunkan kerbau. Seketika ia dengan isengnya langsung mencubit idung abangnya agar susah bernafas.
Alara merasakan abangnya mulai megap-megap kemudian membuka matanya. Alara refleks melepaskan cubitan dihidung abangnya. “Maap, Bang.”
“Gila lo ya, Dek!” serunya sambil mencoba mengatur pernafasan.
“Ya gue bangunin susah amat. Sana mandi, subuhan, terus siap-siap. Clara juga lagi di dandani kayaknya.”
Naka berdecak seketika karena masih kesal tingkah adiknya. Pria itu mau tidak mau segera bangun dan memakai baju kaosnya lalu memilih keluar kamar untuk kembali ke kamarnya.
Kini, Alara memilih membangunkan suaminya yang tidur dengan badan telungkup. “Mas! Bangun. Udah subuh.”
“Hm.”
“Jangan hm hm. Bangun Mas!” Alara menggoyangkan punggung kokoh suaminya.
Adam mengerjapkan matanya lalu menatap istrinya yang kini menunggunya untuk bangun.
“Subuhan dulu sana.” Alara hendak beranjak namun tarikan di tangannya membuat Alara seketika memekik kaget. “Mas!”
Adam segera bangun lalu menindih istrinya. Ia sengaja membiarkan Alara merasakan hasratnya yang kini sedang menggelora. Berdiri dengan gagah dibalik celana pendeknya membuat Alara seketika merona malu dan untung saja suasana kamar ini masih gelap.
“Mas!”
“Kamu ngerasain kan, Ra?” tanya Adam dengan suara serak khas bangun tidur. Ia tenggelamkan kepalanya di leher Alara dan mengecup leher Alara. “Mas pengen, Ra.”
“Ta-tapi nggak sekarang, Mas.” Alara berusaha mendorong badan suaminya walau berakhir sia-sia. “Mandi, Mas.”
Adam menjauhkan kepalanya kemudian menatap istrinya dalam remang-remang. Pria itu mengecup dahi Alara dan bangkit dari tubuh istrinya. “Tolong ambilkan handuk, sikat gigi, sama pakaian Mas ya di mobil.”
Alara mengangguk. “Mana kunci mobilnya?”
Adam menghidupkan lampu lalu meraih kunci mobil di celana panjang yang ia kenakan semalam. Kemudian, memberikannya pada Alara. “Ini.”
Alara menerimanya. “Mas, nanti kita pakai baju merah semua. Aku ambil baju Mas dulu di atas.”
“Nggak usah, nanti aja pakai baju itu habis Mas shalat subuh. Kamu ambil ransel Mas aja di mobil.”
“Oke.”
***
Setelah semua persiapan selesai, Alara melirik jam yang menunjukkan pukul tujuh pagi. Sebagian keluarganya sudah ada yang bersiap sebagian ada yang belum. Alara baru saja mendandani Ara namun ia sama sekali belum mandi.
“Ya sudah, Mama mandi dulu.”
Ara mengangguk lalu menatap Wina dan keduanya pergi entah kemana.
Alara memilih untuk masuk ke dalam kamarnya yang kini ditempati oleh Clara. Setelah mengetuk pintu, Alara langsung masuk dan melihat Clara yang sudah sangat cantik mengenakan baju putih. Disana, juga ada Mamanya yang kini merapikan hiasan Clara.
“Kamu cantik banget!” seru Alara heboh melihat Clara yang sangat cantik.
Clara hanya tersenyum kecil. “Kamu pasti lebih cantik pas nikah dulu. Ya kan Ma?” tanya Clara pada Ratna. Ratna memang sudah menyuruh Clara untuk memanggilnya dengan Mama.
“Iya.” Ratna lalu melirik putrinya. “Mandi sana, jam segini belum apa-apa.”
“Ngurus suami sama anak dulu aku, Ma.” Alara berkilah. “Namanya juga udah punya suami sama anak, ya rempong deh.”
Ratna hanya menggeleng pelan lalu Alara segera ke kamar mandi untuk bersiap-siap.
***
“Resepsinya dimana?”
“Di hotel abis ijab qabul, kita semua langsung kesana. Resepsi jam sepuluh,” sahut Cerry yang terlihat cantik dengan gaun merahnya yang hanya sebatas lutut.
Alara mengangguk dan kini sedang memperhatikan Clara yang sudah sah menjadi istri abangnya tak lain adalah kakak iparnya.
Mereka sedang bersalaman satu sama lain lalu mengambil foto dan setelahnya mereka memilih untuk segera ke gedung yang sudah di sewa oleh keluarga Alara.
“Mas nggak pa-pa nih nggak ke kampus?”
Adam yang sedang menyetir menggeleng pelan. “Mas udah izin biar asisten Mas yang masuk.”
Alara mengangguk. “Si Vino kan?”
Adam mengangguk lalu melirik istrinya curiga. “Kamu deket sama Vino?”
“Enggak.”
“Terus? Kemarin makan di mekdi ada dia buat apaan?”
“Ihh Mas, cemburu?”
“Ialah.” Adam menyahut cepat. “Kamu makan di mekdi kaya double date gitu siapa yang nggak cemburu.”
“Tapi, kan aku udah izin sama Mas.”
Adam mengendikkan bahunya. “Mana Mas tahu kalau kamu pergi sama cowok.”
“Ya udah, lain kali aku nggak deket cowok-cowok lagi.”
Adam mengangguk puas. Tangan kirinya ia gunakan untuk mengelus rambut istrinya. “Itu baru namanya istri yang baik.”
Alara hanya mencibir lalu menatap ke belakang dimana Ara dan Wina yang memilih pergi ke gedung bersama mereka sedang sibuk berceloteh. Seketika Alara tersenyum lalu kembali menatap ke depan. Ia melirik perutnya dan mengelusnya pelan.
“Anak kita laki-laki apa perempuan ya, Mas?”
“Apa saja asal dia bisa lahir ke dunia dengan selamat, Ra.” Adam menyahut sambil mengelus perut istrinya dengan tangan kirinya.
“Ara mau adik cowok.”
“Cowok?” tanya Alara pada Ara yang ternyata mendengar ucapan kedua orang tuanya.
“Iya, Ma. Kayaknya seru aja kalau ada adik cowok.”
Alara tersenyum dan mengangguk. “Semoga ya sayang.”
“Aamiin, Ma.”
Adam tersenyum dan juga turut mengatakan. “Aamiin.”
***
TbC.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top