Bab 28. Mandul?

“Kapan rencana kalian nikah?” tanya Alara saat mampir ke apartemen abangnya yang ternyata baru saja bangun tidur karena memilih mengambil cuti untuk pernikahannya dalam minggu ini.

“Beberapa hari lagi.” Naka menjawab menghidupkan televisi di apartemennya. “Kamu udah makan?”

“Udah tadi,” sahut Alara lalu memberikan kantung kresek yang berisi makanan. “Ini buat abang, aku beli tadi karena tahu pasti abang nggak masak.”

Naka meraihnya, “Makasih, dek. Suami kamu nggak ikut?”

Alara menggeleng. “Dia mau jemput Ara. Ulang tahunnya udah dekat jadi aku harus siapin pestanya juga.”

“Nanti abang beli kado untuk dia.”

“Beneran?” tanya Alara dengan mata menyipit.

“Benerlah. Apa yang enggak sih buat adek abang yang baik, cantik, terus nganter makanan lagi untuk abangnya yang paling ganteng.”

Alara mual mendengarnya. “Nggak usah narsis, Bang.”

Naka tersenyum sejenak lalu bertanya. “Kamu ada mampir ke rumah? Keadaan Clara gimana? Dia ada morning sick?”

“Belum mampir sih aku. Tapi, abang tenang aja. Mama baik kok sama Clara karena cucu pertamanya akan hadir.” Seketika Alara mengernyit. “Aku kapan ya?” tanyanya pada diri sendiri.

“Segera, dek. Aamiin.”

“Aamiin.”

Ponsel Alara berbunyi seketika, ia mengangkat panggilan suaminya yang mengatakan bahwa pria itu sudah sampai untuk menjemputnya.

“Bang, aku pulang ya. Mas Adam udah di bawah.”

Naka mengangguk. “Makasih ya dek.”

“Iyo.” Alara segera keluar dari apartemen abangnya untuk menemui suaminya yang baru saja menjemput putri mereka.

***

Alara masuk ke dalam mobil dan melihat Ara tertidur di bangku belakang. “Ara tidur?”

Adam mengangguk. “Katanya ngantuk jadi ya Mas biarin aja dia tidur di belakang.”

Saat Adam menjalankan mobilnya, Alara seketika bertanya. “Kok aku belum hamil ya Mas?” tanyanya bingung. “Aku takut mandul.”

“Astaghfirullah, omongan kamu, Ra.”

Alara menunduk lalu menatap perutnya dan mengelusnya. “Maaf, Mas.”

“Udah jangan dipikirin, yang penting kita usaha karena anak adalah rejeki.”

“Iya Mas.”

Mendengar jawaban lesu istrinya, Adam seketika menoleh. Ia meraih tangan istrinya untuk ia genggam lalu berkata. “Ada yang menikah baru punya anak sepuluh tahun kemudian. Kita bahkan baru sebulan dan kamu udah protes.”

“Ya habisnya masa Clara sama Bang Naka baru ngelakuin sekali langsung tokcer.”

Adam menghela napas pelan. “Ra, kamu mau periksa ke dokter?”

Mata Alara seketika melebar. “Tapi, aku takut Mas.”

“Biar kamu lebih tenang dan nggak kepikiran macam-macam lagi.”

Alara berpikir sebelum mengangguk. “Ayo deh, kita ke dokter.”

“Kita antar Ara dulu pulang, biarin dia sama Buk Ratih. Baru ke dokter.”

Alara mengangguk lagi pula kasihan jika harus membangunkan Ara saat ini melihat betapa terlelapnya gadis itu.

***

Setelah dokter memeriksanya, Alara bangun dari brankar dan bersiap mendengarkan penjelasan dokter wanita itu. Alara segera duduk di sebelah suaminya dan menatap sang dokter kandungan sambil menantikan jawaban.

“Alara, kamu hamil 3 minggu.”

“Hah?” tanya Alara bingung. Ia menatap suaminya yang juga kini menatapnya tidak percaya. “Masa saya hamil, dok?”

Pertanyaan Alara membuat Adam seketika menyentil dahi istrinya. “Tadi kamu minta hamil, sekarang malah nggak suka.” Sebelumnya istrinya menginginkan kehamilan, disaat dia benar-benar hamil malah mempertanyakan kehamilannya.

“Bukan nggak suka, Mas. Aku kaget. Masa tiba-tiba hamil mana udah 3 minggu lagi.”

Perdebatan keduanya membuat sang dokter tersenyum. “Banyak saya temui pasien saya seperti kamu. Mereka tidak mengalami morning sickness atau membenci suatu hal dan tiba-tiba saja hamil. Sejujurnya kehamilan tanpa peringatan seperti ini berbahaya karena kandungan masih sangat rentan, syukurnya kalian cepat memeriksa.” Dokter itu memberikan beberapa resep vitamin. “Ini resep vitamin untuk menguatkan janin kamu. Nanti tebus di apotek depan ya. Jika terjadi sesuatu segera hubungin saya.”

Adam mengangguk. “Terima kasih, dok.”

“Sama-sama, Pak Adam.”

Adam lalu menggenggam tangan istrinya. “Ayo.”

***

“Jadi, aku beneran hamil ini Mas?”

Adam tersenyum geli mendengar pertanyaan bodoh istrinya yang jelas-jelas sedang hamil. “Kamu nggak percaya?”

Alara menggeleng kemudian melihat apotek di pinggir jalan. “Mas berhenti depan apotik itu.”

Adam menurut. Ia menghentikan mobilnya di depan apotek yang ditunjuk oleh Alara. “Mau ngapain?”

“Mas tunggu disini bentar.” Alara langsung turun tanpa mendengar jawaban suaminya.

Adam memilih menyandarkan kepalanya karena tidak menyangka bahwa Alara hamil bahkan sebelum dia tamat kuliah. Adam hanya takut jika wanitanya itu mendapat cemoohan dari pihak kampus tanpa tahu bahwa Alara adalah istrinya.

Hanya kalangan dosen saja yang tahu tapi tidak dengan mahasiswa. Adam tidak keberatan jika Alara membongkar hubungannya, namun wanita itu justru ingin menyembunyikannya. Adam hanya takut Alara akan di bully. Ia akan memikirkan ini nanti setelah berkompromi dengan istrinya.

Tak lama, Alara masuk kemudian berkata. “Masa mbak yang jaga apotik itu tanya umur aku berapa, mentang-mentang aku beli testpack. Aku sampe nunjukin cincin pernikahan kita biar dia percaya. Eh malah disangka ini cincin pura-pura.”

Adam terkekeh mendengar gerutuan istrinya. “Jadi, perlu Mas tegur itu penjaga apotiknya?”

“Nggak usah. Nggak penting!” Alara lalu meletakkan plastik isi testpack itu di dash board. “Kita langsung pulang aja. Aku nggak sabar mau pakek itu.”

Adam meraih kantung yang berisi beberapa testpack. “Kamu beli lima? Untuk apa?”

“Biar jelas aja. Biar pasti gitu lho.”

“Ya Allah, Ra. Kamu tuh udah pasti hamil lho, sayang. Kita udah ke dokternya langsung.”

Alara berdecak. “Udah, Mas. Ayo pulang! Aku masih nggak percaya, masa hamil tapi nggak mual-mual. Aneh ‘kan?”

Adam menghela napas lelah. Ia tidak akan berdebat dengan istrinya dan hanya menjalankan mobil sesuai perintah nyonya besar.

***

Alara segera masuk ke dalam toilet ketika mereka sampai di rumah. Ia membawa serta testpack yang dibelinya lalu membuka youtube dan melihat cara menggunakan testpack dengan benar.
Setelah mengetahui caranya, Alara mulai mencoba semua testpack lalu nunggu beberapa saat sampai akhirnya dua garis merah itu ada di semua testpack yang ia gunakan.

Sejenak, Alara terduduk di kloset yang sudah ia tutup. Alara membiarkan testpack berserakan disana. Matanya terpejam erat membayangkan bahwa ia benar-benar hamil tanpa peringatan seperti Clara yang mengalami mual-mual atau seperti wanita kebanyakan.

Bagaimana ini?

Bagaimana jika perutnya membesar bahkan sebelum dia menamatkan kuliahnya? Apakah Alara harus jujur pada teman-temannya? Tapi, bagaimana jika temannya menganggapnya gila?

Alara melirik cincin yang ada di jari manisnya. Ia tidak pernah memakai cincin itu ketika kuliah namun diluar jam kuliah Alara selalu memakainya karena peringatan keras dari suaminya. Alara mendesah pelan, ia nyaris gila memikirkan ini.

Tak lama pintu kamar mandi yang tidak Alara kunci terbuka. Adam melihat istrinya duduk di kloset sedang menangkup wajahnya. Pria itu menatap setiap testpack yang digunakan istrinya dan hasilnya adalah garis dua. Adam menipiskan bibir sebelum berjongkok dihadapan istrinya.

“Masih nggak percaya?”

Alara menurunkan tangan dari wajahnya. Menatap suaminya dengan sendu.
“Mas, aku takut.”

Adam tahu apa yang ditakutkan oleh Alara. “Mas akan selalu disisi kamu, Ra.”

“Tapi, tetap aja Mas—”

“Sayang, Mas nggak akan ninggalin kamu. Dengar? Mas tidak akan ninggalin kamu sendirian. Kita jaga dia sama-sama, kita lahirin dia ke dunia, lalu kita besarkan bersama.”

Alara lagi-lagi mendesah pelan. Ia benar-benar bingung saat ini.

“Apa perlu Mas bilang ke seantero fakultas biar tahu kalau kamu istri Mas, hm?” Tangannya bergerak mengelus lutut Alara yang terbuka karena wanita itu hanya mengenakan rok kotak-kotak sedikit di atas lutut.

“Nggak usah. Biar aku ngomong sendiri aja sama temen-temen aku. Paling mereka cuma anggap aku gila.”

“Nggak akan! Kamu bisa panggil Mas saat itu juga.” Kali ini tangan Adam bergerak menggenggam kedua tangan Alara. “Intinya adalah Mas akan selalu ada untuk kamu.

“Janji?” tanya Alara tidak semangat sama sekali.

Adam mengangguk mantap. “Mas janji, Sayang.”

***

TbC.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top