Bab 25. Kecelakaan

Alara memilih memangku keripik sementara matanya menatap televisi layar lebar yang tertempel di dinding. Dia sedang menonton film animasi di netflix sementara ponselnya tergeletak di sebelahnya.

Besok adalah hari sabtu sehingga malam ini Alara bisa bergadang untuk menonton film semalaman. Ia sudah bertekad seperti itu bahkan dia sudah menyiapkan cemilan seperti keripik dan coklat yang dibelinya di market terdekat di komplek perumahan ini.

Ia juga menyiapkan jus jeruk untuk dirinya sendiri dan ini adalah surga dunia versi lain dari dirinya. Alara terkadang tersenyum sendiri melihat tingkah konyol dari karakter animasi di televisi itu.

Untung saja ia dan Mas Adam sudah selesai makan malam sehingga Alara tidak perlu repot melayani suaminya lagi karena setelah makan malam, pria itu memilih untuk ke kamar.

Hampir dua jam Alara menonton film tersebut dan tidak ada yang mengganggunya. Alara meraih jus jeruknya lalu meminumnya dan kembali meraih bungkusan snack lain.

Tiba-tiba saja, televisi itu mati membuat Alara menoleh menatap suaminya yang kini memegang remote sambil menatapnya tajam. “Iih Mas, udah mau tamat film-nya.”

“Tidur. Besok pagi kita belajar mobil.”

Alara berdecak. “Sebentar lagi,” serunya sambil berusaha meraih remote di tangan suaminya, namun tampaknya Adam tidak membiarkan itu terjadi sehingga ia mengangkat tinggi remote dengan tangannya.

Alara yang hanya sebatas bahu Adam bisa apa? Ia mendesah kesal. Meraih semua snack yang dimakannya lalu yang sudah kosong ia buang ke tong sampah terdekat.

“Lihat makanan kamu! Ada yang sehat?” tanyanya menyelidik sambil menatap bungkusan dari semua makanan pengawet yang dibeli istrinya. “Nggak ada satu pun dari makanan itu yang menyehatkan kamu.”

“Bawel!” gumam Alara pelan.

“Apa kamu bilang?” tanya Adam kemudian meletakkan remote di atas meja.
Alara langsung menggeleng. “Aku nggak bilang pa-pa.”

Menghela napas pelan, Adam kembali bergumam. “Sabtu minggu kita belajar mobil dan untuk hari senin nanti, setelah pembukaan dies natalis, Mas mau kamu temui Mas di ruangan. Mengulang ujian kamu, paham?”

Alara hanya mengangguk kemudian dahinya mengernyit dan ia mencoba menatap suaminya dengan berani. “Buk Yunita— ada bilang apa? Apa nilai ujianku tidak mencapai batas nilai kelulusan?”

“Kenapa kamu mau tahu?”

“Ya karena itu nilaiku.”

“Aku ‘orang lain’ kan, Ra? Mas jelas mengingat apa yang kamu katakan pada Buk Yunita tadi.”

Alara melipat bibirnya ke dalam. Ia menunduk sambil meremas jemarinya. “Maafin Alara, Mas.”

Adam maju perlahan lalu meraih dagu istrinya dan berkata, “Apa ‘orang lain’ bisa melakukan ini, Ra?” tanyanya sebelum memagut lembut bibir Alara sekitar 15 detik. “Apa orang lain bisa melakukan ini padamu?”

Alara menggeleng. “Nggak, Mas. Cuma suami aku yang bisa ngelakuin itu,” cicitnya pelan.

Adam merasa puas atas jawaban istrinya. “Aku tidak ingin mendengar kata itu lagi lain kali atau aku akan mengumumkan pada dunia kalau kamu adalah istriku, Ra. Kamu istri Mas.”

Alara kembali mengangguk.

“Ayo, kita tidur. Biarkan saja sampah itu. Buk Ratih besok akan datang membersihkannya.”

Alara memilih menurut dan menyambut uluran tangan suaminya yang begitu kokoh. “Aqila emang bener jadi MC dies natalis, Mas?” tanya Alara penasaran pada suaminya.

“Kenapa tanya sama Mas. Mas mana tahu, Ra. Itu bukan urusanku.”

Alara mencibir pelan. “Kalau seandainya Aqila suka sama Mas gimana?”

“Ya nggak gimana-mana.”

Mendengar jawaban itu, Alara menghentikan langkahnya. “Jadi, Mas setuju aja gitu?”

“Kok setuju?” tanya Adam tidak mengerti akan pemikiran istrinya. “Dia suka sama Mas itu hak dia, sayang. Yang penting kenyataannya sekarang, Mas adalah milik kamu dan kamu adalah milik aku. Nggak ada yang bisa ganggu gugat hal tersebut.” Adam menghela napas pelan. “Orang suka sama Mas biarkan saja, orang suka sama kamu juga Mas nggak peduli karena sekarang kita bersama dan saling menyukai. Tapi, jika kamu suka balik sama orang yang suka kamu, itu akan jadi masalah buat kamu.”

“Masalah buat aku?”

Adam mengangguk. “Tentu saja. Mas nggak akan segan-segan sama laki-laki itu karena berani-beraninya dia ngerebut kamu dari Mas.”

Seketika Alara tersipu. “Terus kalau Mas suka balik sama wanita yang menyukai Mas gimana?”

Adam tampak berpikir. “Hmm, seperti apa dulu wanitanya?” tanyanya menggoda Alara membuat wanita itu seketika mencubit lengannya yang berotot.

“Tau ah, Mas.” Alara segera berjalan meninggalkan suaminya yang kini tergelak geli di belakangnya.

Adam segera menyusul istrinya lalu merangkul tangannya pada pinggang Alara. “Mas sudah pernah sekali menikah dan itu bener-bener pelajaran untuk Mas. Saat ini, Mas udah punya kamu yang mau terima Mas apa adanya, yang mau sabar sama kelakuan aku, dan di diri kamu aku menemukan semuanya. Jadi, jangan anggap remeh diri kamu sendiri, Sayang. Kamu itu cantik, baik. Tapi—”

Alara menaikkan sebelah alisnya menatap suaminya yang kini memujinya. “Tapi, apa Mas?”

“Bodoh,” sahut Adam tanpa tedeng aling-aling membuat Alara seketika langsung melepaskan rangkulan suaminya. Memukul dada suaminya dengan kesal.

“Ish!”

Adam terkekeh. Menahan kedua tangan Alara yang memukul dadanya, lalu menarik Alara ke dalam pelukannya. “Walaupun begitu, aku cinta sama kamu, Ra.” Ia mengecup kepala istrinya dengan sayang. “Apapun kekurangan kamu, aku nggak peduli dan tetap menerima kamu apa adanya karena itu janji aku sama Papa sebelum datang menemui kamu.”

“Sama Papa?”

Adam mengangguk. “Papa bilang kalau kamu bodoh, dan kenyataannya emang begitu kan? Kamu aja sampai curang di pelajaran Mas.”

“Masa Papa bilang gitu?”

“Ayo, besok ketemu Papa, kita tanya sama-sama.”

Alara menggeleng di dalam pelukan suaminya. “Nggak mau! Aku udah cukup malu. Aku emang nggak pinter, makanya aku curang.” Seketika Alara mengernyit, ia melepaskan pelukan suaminya dan bertanya. “Jadi, Buk Yunita bilang apa tentang ujianku?”

“Hmm,” gumaman pria itu membuat Alara gemas karena tidak langsung menjawab. “Nilai ujian kamu sama dia hasilnya –”

“Apa ih Mas, buruan!”

Adam mengulum senyum dan berkata. “Gimana kalau malam ini kamu melakukan sesuatu yang menyenangkan hati Mas? Kalau Mas senang, Mas janji akan mengatakan apapun yang Buk Yunita katakan.”

“Memangnya apa yang bikin Mas senang?”

Adam mendekatkan wajahnya dengan wajah Alara, lalu berbisik di telinga wanita itu. “Bercinta mungkin.”

“Mas!” serunya tidak percaya lalu kembali melangkah meninggalkan suaminya.

“Bikin anak yang lucu, Ra. Ntar Mas ajarin deh.”

Pipi Alara semakin memanas mendengar godaan Mas Adam. Ia segera masuk ke dalam kamar yang diikuti oleh suaminya.

***

Setelah selesai belajar mobil selama dua jam di jalan raya sesuai dengan apa yang dikatakan Mas Adam minggu lalu, kini pasangan suami istri itu memilih untuk memakan kwetiau goreng.

Tiba-tiba saja ponsel Alara bergetar saat ia hendak kembali memakan kwetiaunya. Alara meminum air sebelum mengangkat panggilan dari Bang Naka.

“Halo Bang,” jawabnya dengan mata melirik ke arah suaminya yang juga menatapnya penasaran.

Dimana dek?”

“Lagi makan diluar sama Mas Adam. Kenapa Bang?”

Bisa ke jalan Ahmad Yani nggak? Abang kecelakaan.”

“Apa?!” seru Alara tidak percaya yang membuat atensi Adam kini benar-benar tertuju padanya.

Iya, buruan ya dek.”

“Ya udah, aku sama Mas Adam kesana sekarang.”

Sampaikan salam maaf Abang untuk Adam udah ganggu makan kalian.

“Iya, nggak pa-pa,” sahut Alara dan segera mematikan ponselnya. “Ayo, Mas. Kita ke jalan Ahmad Yani. Bang Naka kecelakaan.”

Adam melebarkan matanya dan tidak bicara apapun, ia segera membayar makanan mereka lalu beranjak ke jalan yang disebutkan oleh Naka.

***

Sudah ada di karyakarsa dan pdf yaa gengs yaa

Versi pdf bisa hub aku ke nomer:

085360613487 😉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top