Bab 24. Kembali Bersama

Alara membuka matanya lalu melihat di ponsel jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sudah satu jam setengah dia disini dan benar-benar tidak melakukan apa-apa selain memejamkan mata sambil menikmati musik dari gawainya.

Ia bahkan bingung hendak pulang kemana saat ini. Bertemu dengan Mas Adam masih gengsi, sementara pulang ke rumah ibunya ia segan karena ibunya pasti menyuruhnya untuk kembali ke suaminya.

Ah, sebaiknya saat ini dia ke kantin untuk makan siang lalu baru memikirkan hendak pulang kemana mengingat perutnya sudah kelaparan. Keluar dari pustaka, Alara kembali merasakan panasnya terik matahari dan ia harus berjalan kaki untuk sampai di fakultasnya.

Jika dulu sebelum bersuami, di hari jumat begini ia pasti akan langsung pulang ke rumahnya lalu tiduran di kamarnya yang paling nyaman. Sekarang, untuk pulang pun Alara bingung. Kantin masih lumayan ramai diisi oleh laki-laki non muslim dan juga perempuan yang memang tidak diwajibkan untuk shalat jumat.

Alara memesan nasi soto dan air mineral lalu memakannya seorang diri. Reka dan Dita juga sudah tidak terlihat, mungkin mereka segera pulang setelah Alara meninggalkan mereka tadi.

“Lo kenapa sendirian? Kayak anak ayam ilang induk.”

Alara menengadah menatap Putri yang kini duduk di depannya. “Lo baru nyampe?”

Putri mengangguk. “Final terakhir hari ini, makanya milih untuk cepet dateng.”

Ya, mata pelajaran sebelumnya ia dan Putri memang mengambil kelas yang berbeda.

“Jadi, kenapa lo sendirian?”

“Habis dari pustaka gue.”

Putri melebarkan matanya. “Wah, kejadian di ruangan Pak Adam akhirnya membuat lo rajin belajar sekarang.”

“Apaan! Numpang ngopi sama santai doang.”

Putri mendesah lelah. “Ya elah, kirain langsung berubah. Lagian kenapa sih lo pakek curang segala? Jadi di usir kan?”

“Nggak usah dibahas lagi, deh. Bikin bad mood.”

Alara melahap makanannya saat pesanannya sampai. Tak lama, ia seakan terpikirkan sesuatu. “Put, gue nanya dong.”

“Ya tanya aja.” Gadis itu menyahut sambil memainkan ponselnya.

“Misal nih lo udah punya suami, terus ribut sama suami lo. Lo bakal pulang ke rumah suami atau milih pulang ke rumah nyokap lo? Sementara lo tuh keseeel banget sama suami lo.”

Putri mengernyitkan dahinya. “Udah punya anak belum?”

Alara mengangguk. “Udah, tapi dia nginep di— di rumah neneknya.” Tidak mungkin Alara mengatakan Ara menginap di rumah ibu kandungnya. Bisa-bisa Putri langsung menduga bahwa itu ceritanya. “Tapi, lo udah nggak pulang nih semalaman dan nggak dicariin.”

“Kalau suami gue nyariin, ya gue pulang ke rumah suami. Kalau nggak nyariin pulang ke rumah nyokap lah. Egois sekali-kali nggak pa-pa deh.”

Alara menganggukkan kepalanya. Berarti dia harus pulang ke rumah nyokapnya nanti tidak peduli apapun itu.

“Emang siapa sih? Kalau lo sih nggak mungkin kayaknya. Soalnya lo nggak punya anak, belum nikah juga.”

“Gue cuma nanya, penasaran aja.” Alara menyelesaikan makanannya. “Gue pulang dulu deh. Bye.”

Putri mengangguk lalu melambaikan tangannya.

Alara kembali berjalan keluar dari fakultasnya, hendak memesan grab tapi tiba-tiba saja sebuah mobil pajero putih berhenti di depannya. Alara menaikkan alisnya dan tak lama kaca mobil itu terbuka.

“Masuk!”

Alara menelan salivanya dengan jantung berdebar. Tampaknya Mas Adam baru saja pulang shalat jumat mengingat ini sudah pukul satu siang.

“Alara, masuk!”

Alara menipiskan bibirnya dan memilih masuk dengan jantung yang berpacu cepat. Setelahnya, Adam segera mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.

Tidak ada yang membuka suara selama perjalanan. Alara sendiri memilih memainkan ponselnya atau melihat ke luar jendela karena ia juga tidak ingin melakukan pembicaraan terlebih dahulu.
Sesampainya di rumah, Alara melihat suaminya yang turun dan ia menyusulnya. Alara benar-benar takut saat ini apalagi mereka hanya berdua di rumah ini mengingat Ara tinggal bersama ibu kandungnya.

“Kamu pikir lari bisa nyelesaikan masalah?” tanya Adam tiba-tiba dengan suara yang sama sekali tidak bisa dikatakan ramah.

Alara bahkan belum menarik napas saat ia masuk ke rumah ini mengingat auranya begitu kelam dan menakutkan.

“Bunda telpon katanya kamu nginap di rumah Mama kan semalam?”

Alara yang menunduk menatap ubin lantai hanya mengangguk kecil.

“Kenapa nggak ngabarin?”

Alara menarik napas panjang lalu menatap suaminya. “Aku kecewa sama Mas.”

“Kecewa? Karena Mas ngerobek kertas ujian kamu?”

Alara diam dengan tangan mengepal di sisi badannya. Ia benar-benar kesal sampai tidak bisa berkata-kata. Matanya seketika memanas. “Iya, aku memang salah udah curang. Tapi, cara kamu nggak gitu juga, Mas. Aku malu sampai harus diusir keluar dari kelas. Aku digosipin seangkatan! Dibandingin sama Aqila! Mas pikir aku baik-baik aja nerima semua itu?!” seru Alara dengan air mata yang kini mengalir begitu saja. “Mas puas kan sekarang?! Atau Mas nyesel nikah sama aku? Pulangin aja ak—”

Mata Alara melebar saat Mas Adam tiba-tiba menciumnya. Pria itu mencecap bibirnya tanpa memberi kesempatan Alara mengucapkan kalimatnya lebih lanjut. Alara merasakan pinggangnya dirangkul oleh lengan Mas Adam, membiarkan pria itu kembali menguasainya dengan mudah.

Alara seketika memejamkan matanya dengan air mata yang mengalir, membuat ciuman keduanya terasa basah. Adam tidak berhenti. Ia menelusuri lidah Alara dengan lidahnya, kemudian menggigit bibir Alara dengan gemas karena hampir mengatakan hal yang sama sekali tidak ingin di dengarnya.

Alara membuka matanya saat Mas Adam melepas pagutan mereka. Pria itu menghapus sisa air mata yang ada di pipi istrinya dan berkata dengan lembut.

“Maafin aku. Maafin Mas, sayang.” Adam menarik Alara ke dalam pelukannya, membiarkan Alara menangis pelan di dadanya. “Mas benar-benar minta maaf.” Tangannya mengelus rambut istrinya. “Tapi Mas nggak akan membenarkan tindakan kamu yang berbuat curang.”

Setidaknya ini yang ingin Alara dengar dari suaminya. Di dalam pelukan suaminya, Alara tersenyum kecil karena sudah berhasil menaklukkan pak dosen killer.

***

Sore ini Alara memilih untuk memasak karena siang tadi sehabis mereka berbaikan, Alara segera mandi dan tidur karena merasa lelah setelah setengah harian di kampus lalu berjalan ke pustaka bolak balik. Sehingga akhirnya, Alara terlelap dalam tidurnya.

Ia mencepol rambutnya kemudian memulai eksperimen masaknya. Alara mengeluarkan ayam dari freezer, kemudian sayur-sayuran dari kulkas. Ia akan menggoreng ayam tepung dan juga menumis sayur selagi suaminya tertidur.

Semangatnya telah kembali sehingga Alara terus tersenyum bagaimana Mas Adam memeluknya saat mereka memilih untuk tidur siang sejenak.

Setelah memotong sayurannya menjadi kecil-kecil, kini Alara mengiris bawang merah dan juga cabe kecil untuk dicampur dalam tumisan mengingat Mas Adam suka makanan pedas.

Tiba-tiba Alara merasakan dekapan hangat dari belakang.

“Mas, aku lagi masak.”

“Bentar saja, semaleman kamu nggak pulang bikin Mas meluk guling sendirian.”

Alara tersenyum kecil. “Ya kan aku kesel.”

“Jadi, masih kesel nih?” tanya Adam dengan suara serak khas bangun tidur. Ia mengecup leher Alara dan menghisapnya pelan.

“Mas, ah.”

“Jangan desah, Ra. Mas nggak bisa nahan gairah kalau kamu mendesah.”

Alara melebarkan matanya lalu berbalik menatap suaminya tidak percaya. “Yang bikin aku ngedesah siapa?” tanyanya dengan nada sewot dan kembali mengiris bawangnya sementara Adam hanya tersenyum kecil kemudian dengan cepat mencium pipi Alara sebelum berkata. “Mas mandi dulu.”

“Iya.” Alara menggeleng pelan kemudian kembali berkutat dengan bahan makanannya.

***

Baikan gess 🤣
Gabolee lama² marahannya 🤧😂

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top