Bab 16. Kedatangan Fira
Alara baru saja sampai rumah saat supir grab online mengantarkannya sampai depan pagar. Ia melihat mobil pajero suaminya ada di dalam garasi, lalu mobil siapa sedan putih ini?
Perlahan ia masuk ke dalam rumah dan menyadari keadaan sepi. Alara menutup pintu kemudian mencoba memanggil suaminya namun tak ada sahutan apapun. Ia menghela napas pelan lalu beranjak ke kamar Ara. Disana, Alara mendengar suara Ara tampak sedang mengobrol. Ia segera membukanya dan melihat sosok Fira ada disana.
“Mba Fira,” gumamnya sambil menatap Ara dan Fira bergantian.
“Ah, kamu baru pulang? Saya mampir untuk melihat anak saya.”
Alara lalu mendekati Ara dan bertanya. “Kamu baik-baik aja?”
Ara tersenyum dan mengangguk. “Aku baik-baik aja, Ma.”
“Apa kamu pikir aku akan mencelakai anakku sendiri?”
Mendengar hal itu kini Alara berdiri. “Silakan bicara sama saya diluar karena menurut saya, nggak etis jika Anda marah-marah tanpa sebab di depan anak Anda sendiri.” Ia berusaha untuk kuat jika menghadapi Fira karena Alara tahu Fira akan suka sekali menindas jika dirinya terlihat lemah.
Alara keluar yang mau tidak mau diikuti oleh Fira. Kedua wanita itu kini saling berhadap-hadapan di ruang tamu yang sedikit jauh dari kamar Ara berada. Alara memperhatikan sekelilingnya berusaha untuk melihat suaminya, namun suaminya tak terlihat sama sekali.
“Mas Adam lagi mandi kalau kamu mau tahu. Dia ngizinin aku masuk karena aku masihlah ibu kandung Ara.” Fira menatap kuku ditangannya yang diberi kutek merah.
Penampilan Fira memang modis namun sangat kekurangan bahan layaknya wanita penggoda. Lalu, apa yang dilakukan Fira dan Mas Adam sebelumnya? Alara melihat wanita itu santai duduk di atas kursi ruang tamu sambil meraih bingkai kecil yang berisi fotonya, Ara yang berumur 3 tahun, dan juga Mas Adam.
“Kamu lihat foto ini?” tanya Fira lalu memperlihatkan foto tersebut pada Alara. “Ini menandakan bahwa Mas Adam tidak akan melupakanku, Alara. Dia bahkan tidak membuangnya.” Fira tersenyum kemenangan ketika melihat wajah Alara kini tampak tertekan. “Kamu nggak akan bisa menggantikan posisiku di hati Mas Adam, Alara.”
Setelahnya, Fira memegang rambut hitam Alara yang terurai begitu saja lalu tersenyum sinis. “Sampaikan salamku untuk Mas Adam. Aku merindukannya,” lanjut Fira sebelum keluar dari rumah itu dengan langkah lebar.
Seketika Alara terduduk lemas di sofa. Seharusnya ia tidak perlu mengambil hati akan ucapan Fira, bukan?
“Ra, kamu sudah pulang?”
Alara tersentak mendengar pertanyaan suaminya yang kini berdiri di depannya. Terlihat Mas Adam memang baru saja mandi dan hanya mengenakan kaos abu-abu gelap dipadukan dengan celana pendek berwarna hitam.
“Mba Fira titip salam untuk Mas.” Alara mengucapkannya dengan nada dingin kemudian hendak beranjak namun tangan Mas Adam lebih cepat menahannya dan memegang kedua pundaknya.
“Apa yang dia katakan?”
Alara menatap suaminya dalam diam. Memperhatikan setiap jengkal mata yang berwarna coklat, hidung mancung, dan bibir tipis menggoda. Baru kali ini Alara benar-benar memperhatikan wajah tampan yang dimiliki oleh Mas Adam.
“Ra, apa yang dia katakan?” ulangnya saat Alara tidak menjawab apapun.
Alara menipiskan bibirnya lalu menepis kedua tangan Mas Adam dan berkata. “Seharusnya aku yang bertanya kenapa Mas biarin dia masuk seenaknya ke rumah ini? Mas masih cinta sama dia? Iya?!” Alara tersenyum mengejek pada dirinya sendiri lalu menatap figura foto yang sempat dipegang Fira. Ia meraih figura tersebut lalu memberikannya pada Mas Adam dan berkata. “Kalau masih cinta kenapa terima perjodohan itu? Mau nyakitin aku, hm?” tanyanya dengan suara yang mulai bergetar.
“Ra, nggak kayak gitu. Aku udah nggak cinta sama dia!”
“Lalu apa?!” Alara menggeleng. “Aku nggak tahu, Mas. Aku nggak bisa baca isi hati orang.” Ia hendak beranjak lagi-lagi Mas Adam menahan pergelangan tangannya.
“Kita bicarakan ini di kamar.” Ia lalu menarik Alara untuk masuk ke dalam kamar mereka agar Ara tidak mendengar apapun yang dikatakan kedua orang tuanya.
***
Alara memilih duduk di atas kasur sementara suaminya sedari tadi hanya berdiri diam dengan tangan bersedekap dada.
“Masih mau diam? Nggak mau cerita sama aku apa sudah Fira katakan ke kamu?”
Sejujurnya Alara malas membahas apa yang sudah Fira katakan padanya. Ia benar-benar tidak ingin mengulangnya.
“Alara.”
Menelan salivanya Alara kini merasa takut. Perlahan ia menatap sosok suaminya yang memasang wajah antara kesal, marah, dan juga entahlah, Alara tidak bisa mendeskripsikannya.
“Kalau kamu masih nggak mau bicara, aku pakai cara lain.”
Alara mengernyitkan dahinya tidak mengerti. Apakah dia akan dipukul? Matanya seketika melebar, “Mas—hmphh.”
Mas Adam menciumnya dengan kasar dan dominan. Ia mendorong Alara agar terbaring di atas kasur lalu menindih wanita itu. Badan Alara begitu mungil jika dibandingkan dengan badannya. “Cara ini mungkin kamu baru mau bicara.”
“Mas, aku—ahh.”
Tangan Mas Adam mulai bergerak membuka kemeja Alara, menyisakan bra berwarna biru gelap yang begitu kontras di kulit putih Alara. Pria itu tersenyum puas saat melihat istrinya kini tersipu. Ia menarik turun bra dan memainkan tangannya disana.
Alara terus saja menerima serangan suaminya sampai bagian bawahnya terasa basah. Kini, Mas Adam sedang melepaskan baju dan celananya sendiri. Alara melihat bahwa lelaki itu benar-benar sudah bergairah. Tangan Mas Adam kembali membuka celana panjang Alara berikut dengan dalaman.
Ia kembali melumat bibir Alara dan memberikan kissmark disekitar dada Alara sebelum menempatkan posisinya tepat di tengah. Menarik kaki Alara agar melingkari pinggangnya sebelum mencoba memasukkannya perlahan.
“Mas—” seru Alara masih terasa tidak nyaman. Tangannya meremas seprai tempat tidur mereka.
Adam kemudian membalikkan posisinya, ia bersandar di ranjang sementara Alara duduk di atasnya dengan keduanya yang sudah saling menyatu. “Kamu yang mimpin.” Suara Adam begitu serak dengan mata yang berkabut gairah.
Ia kembali mengulum dada Alara sementara tangannya memegang pinggang Alara dan memandunya naik turun. “You’re so tight, Love.” Adam bergumam di sela-sela desahan keduanya. Namun, Alara lebih dulu mencapai klimaksnya dan Adam kini kembali membalikkan posisi hingga Alara terbaring lemah dibawahnya.
“Mas, aku—” Ia tidak bisa melanjutkan ucapannya karena suaminya tidak membiarkan itu terjadi. Padahal dia sudah sangat lemah tapi suaminya masih juga belum keluar.
“Sebentar lagi, Love.”
Dan tak lama setelahnya, Adam mengeluarkan benih cintanya hingga tumpahan itu mengenai kasur mereka. Meleleh menjadi satu dan Alara merasa bagian bawahnya begitu penuh dan lemas. Ia bahkan sampai mencapai dua kali orgasme sekarang ini.
“Jadi,” tanya suaminya dengan suara tersengal dan posisi masih menindih tubuh Alara. “Masih tidak mau bicara?”
Alara menghela napas pendek-pendek karena benar-benar lelah. “Kenapa Mas biarin dia masuk?”
“Dia memaksa masuk dengan alasan menemui Ara.”
“Dan Mas biarin begitu aja?” tanya Alara menatap suaminya yang masih belum melepaskannya.
Adam menghela napas panjang dan membungkuk di atas Alara membuat Alara seketika tersipu. “Kamu tahu ‘kan arti memaksa?” tanyanya lalu memberikan kecupan di leher jenjang Alara, menghisapnya yang akan meninggalkan bekas kemerahan disana. “Dia menerobos masuk begitu saja dan langsung ke kamar Ara. Mas bahkan nggak peduli dengan kedatangannya dan langsung masuk ke dalam kamar karena Mas nggak mau menimbulkan fitnah.”
“Kalau nggak mau menimbulkan fitnah harusnya Mas langsung tutup pintu jangan biarin dia masuk, ahh Mas, sakit!” Alara memukul bahu suaminya saat bibir Adam bergerak menggigit buah dadanya. Tak lama, lelaki itu membelainya dengan lidahnya. “Mas udah, jangan dilanjutin. Aku masih capek.”
Adam mengangkat wajahnya melihat istrinya yang kini dipenuhi oleh peluh keringat. “Mas nggak mau dia ngadu yang aneh-aneh sama Ara. Sekarang jawab, apa yang dia bilang sama kamu?”
“Dia cuma bilang kalau aku nggak bakalan bisa gantiin dia di hati Mas.” Alara mengalihkan tatapannya ke samping.
“Jadi, kamu marah karena itu?”
“Dia juga bilang, karena itu Mas nggak ngebuang bingkai foto kalian.”
Alis Adam seketika terangkat sebelah. “Bukankah Mas sudah bilang perihal bingkai sebelum kita menikah? Dan mengenai siapa sosok di hati aku sekarang—”
Alara menatap suaminya untuk mendengar jawaban itu.
“Kamu cemburu?” tanya Adam tiba-tiba mengalihkan pembicaraannya.
“Eh? Enggak!” Alara menggeleng kuat, tidak mungkin dia cemburu ‘kan?
“Terus kenapa marah?”
“Ya jelas marah lah. Istri mana yang nggak marah saat suaminya masih menyimpan foto lama dengan mantan istrinya.” Alara bersungut-sungut kemudian berkata. “Udah ah, geser Mas. Aku mau mandi.”
“Tuh kan cemburu.”
“Nggak cemburu!” sela Alara kesal melihat Mas Adam terus menggodanya. “Awas ihh. Aku udah bau ini, mau mandi.”
“Ayo, mandi bareng!” seru Adam semangat lalu membawa Alara ke kamar mandi dan mandi bersama selama satu jam.
***
Hayu Mas mandi bareng sama akuh 🤧
TuBerCulosis!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top