Bab 14. Ara Sakit
"Dimana Ara?" tanya Adam saat keduanya sampai di rumah mantan istrinya. Sementara Alara memilih untuk bersembunyi dibalik tubuh tegap Adam. Ia benar-benar tidak berani untuk melihat Mba Fira yang sepertinya sudah jelas tidak suka padanya.
Fira seketika membuka pintunya melebar saat dilihatnya mantan suaminya datang. "Ada di dalam, Mas."
Adam segera masuk diikuti oleh Alara. Fira hanya melihat Alara sekilas lalu membuang wajahnya. Alara menelan salivanya mendapat tatapan sinis tersebut. Lagi pula mana ada istri dan mantan istri yang bisa berbaikan? Padahal Alara tidak ingin membuat permusuhan dengan siapa pun. Tapi, sudah begini apa boleh buat. Dia juga tidak bisa banyak berharap untuk hubungannya dan Fira.
Alara kini mengikuti langkah Fira dari belakang menuju kamar Ara. Disana Mas Adam tampak sudah membawa Ara dalam pangkuannya dan bercerita-cerita kecil membuat Ara seketika tersenyum. Tak lama Fira turut bergabung dalam obrolan mereka membuat Alara merasa terasingkan lalu dengan diam-diam memilih keluar dari kamar Ara.
Alara berjalan ke luar rumah Fira. Ia memilih berdiri di teras rumah wanita itu sambil memeluk dirinya sendiri. Ternyata menikah dengan seorang duda, memiliki satu anak tidak semenyenangkan itu. Ada rasa iri menyerap di hatinya, rasa cemburu yang membakar dadanya, tapi Alara tidak berhak protes akan itu semua, 'kan?
Kemungkinan semesta sudah memilih takdir ini untuknya agar ia menjadi lebih kuat dan siap menerima apapun cobaan dalam hidupnya. Alara tersenyum miris sampai tiba-tiba dekapan hangat dari belakang menyentaknya.
"Kenapa keluar?" bisik suara Mas Adam membuat Alara menoleh ke arah perutnya yang dilingkari oleh lengan kokoh berwarna kuning langsat yang berarti putih kekuning-kuningan milik Mas Adam.
"Nggak pa-pa, Mas."
Seketika Adam memaksanya untuk berbalik dan menatap istrinya. Lalu kedua tangannya bergerak menangkup wajah cantik Alara. "Ara nyari kamu, ayo kita masuk."
Alara menggeleng. "Aku tunggu disini aja."
"Ra, aku nggak akan masuk kalau kamu nggak mau masuk."
"Pa, Ma," suara mungil itu membuat Adam dan Alara menoleh. "Ayo, kita pulang."
Alara melihat Ara yang masih begitu pucat. Di belakang Ara ada Fira yang menatapnya tidak suka. Tak lama, Ara seakan ingin tumbang namun Adam lebih gesit dan cepat menangkup putrinya. Ia menggendong Ara yang sudah lemah.
"Kita ke rumah sakit ya?" tanya Adam namun Ara menggeleng.
"Ara takut."
"Ada Papa sama Mama."
"Bener Papa sama Mama di samping aku?" tanya Ara memastikan.
Kini Fira maju dan tersenyum lalu mengelus rambut Ara yang ada di gendongan Mas Adam. "Iya, Papa bener. Mama sama Papa selalu disamping kamu."
Ara seketika menggeleng. "Aku mau Mama Alara."
Dan jawaban itu membuat mereka menoleh pada Alara karena bagaimana pun kasih sayang ibu kandung yang jarang menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka akan kalah dengan yang selalu ada.
***
Alara menatap Ara yang tertidur di rumah sakit dan mendapatkan perawatan inap disana. Mereka membawanya ke ruangan VIP sehingga baik Alara maupun Mas Adam bisa beristirahat tanpa ada yang mengganggu. Alara duduk di kursi sebelah brankar di mana Ara tertidur lelap. Ia sama sekali tidak ingin mengganggu Ara.
Tak lama Mas Adam masuk ke ruangan tersebut. Ia mengambil remote ac lalu membuat suhunya naik agar tidak terlalu dingin. "Kemungkinan besar Ara tipes."
"Tipes?"
Alara melihat suaminya mengangguk lalu duduk di sofa yang tersedia disana.
"Mas tidur aja dulu, aku jagain Ara." Karena Alara tahu bahwa suaminya pasti lelah menyetir selama berjam-jam dan mereka belum beristirahat sedikitpun.
Adam mengangguk. "Kamu juga istirahat. Ara udah aman, nanti juga dokter masuk terjadwal untuk memeriksa Ara."
"Iya, Mas."
Setelah dilihatnya Mas Adam berbaring di sofa panjang, Alara membuka ponselnya dan melihat beberapa pesan dari grup teman-temannya. Lalu, beberapa pesan pribadi dari Putri yang menanyakannya kapan masuk kuliah.
Alara hanya membalas 'besok.' lalu membuka aplikasi layan antar dan memesan makanan karena saat ini ia benar-benar lapar mengingat tadi tidak sempat memakan masakan ibunya di rumah. Lagi pula, ini sudah malam hari namun Alara tidak membawa baju apapun untuk besok ke kampus. Tampaknya, ia akan libur sehari lagi.
Alara menunggu sekitar 30 menit sampai tukang antar makanan sampai, ia mengambil beberapa kantung dari pria tersebut dan mengucapkan terima kasih. Alara juga sudah membayarnya lebih dulu melalui aplikasi dengan saldo yang tersisa.
Dia memesan dua nasi putih dengan isi ayam panggang dan sayur yang dibungkus berbeda. Lalu ada tiga jus buah naga yang tidak dingin karena sesuai saran dokter, Ara harus banyak memakan buah lagi pula Alara memesan untuk tidak memakai gula dan membiarkan jus tersebut dicampur sedikit susu putih sebagai pemanis.
"Mama," gumam suara lemah Ara membuat Alara yang sedang menyusun makanan itu menoleh dan menghampiri Ara.
"Sayang," Alara mengelus rambut Ara. "Kamu mau minum?"
Ara mengangguk.
Alara memberikan air mineral dan membantu Ara untuk duduk. Ia lalu menekan remote brankar agar Ara bisa bersandar lebih nyaman di brankarnya. Setelah brankar bergerak otomatis menjadi setengah tegak, Alara menyusun bantal di belakang punggung Ara dan membiarkan gadis itu bersandar.
"Gimana keadaan kamu?"
"Pusing, Ma. Kepala aku berat banget."
"Mungkin sebentar lagi makanan kamu sampai, kita makan lalu setelahnya minum obat ya."
Ara mengangguk. "Sekolah aku gimana, Ma?"
"Jangan dipikirin. Nanti Mama telepon guru kamu."
Ara tersenyum dengan wajah pucat. Ia seketika memeluk Alara yang duduk di pinggiran brankar di sebelahnya. "Aku sayang Mama. Aku udah lama nggak dapet perhatian kayak gini dari Mama aku sendiri, Ma."
"Udah, jangan dipikirin. Mama kamu sibuk kan untuk kamu juga, Ra. Cari uang buat kamu, untuk jajan kamu."
Ara menggeleng. "Mama sibuk sama calon suami barunya, Ma. Dari dulu Mama sudah jarang di rumah dan cuma Papa yang selalu perhatiin sekolahku."
Alara melirik suaminya yang masih terlelap di sofa. "Sekarang kamu jangan mikir macem-macem lagi ya. Ada Mama Alara disini, kamu tenang aja. Oh ya, tadi Mama pesan jus buah naga, harus diminum sampai habis kalau mau cepat sembuh dan sekolah." Alara lalu mengambil jus buah naga dan memberikannya pada Ara. "Dihabiskan."
Ara mengangguk lalu meminum melalui pipet jus tersebut. Seketika mulut dan tenggorokannya terasa sedikit lebih segar tidak sepahit sebelumnya. Setelah habis, Ara lalu memberikan cup kosong pada Alara. "Habis, Ma."
"Pinter." Alara kemudian membuang cup tersebut di dalam kotak sampah kecil yang tersedia di dalam kamar.
Tak lama seseorang mengetuk pintu. Alara membukanya lalu wanita paruh baya berpakaian biru sedang mendorong troli tampak mengulurkan sesuatu. "Ini makan malam untuk pasien atas nama Kiara dan ini obatnya diminum langsung setelah makan."
Alara mengangguk. "Terima kasih." Ia menutup pintu kamar lalu membuka meja khusus yang tersedia di brankar dan meletakkannya di depan Ara. "Sekarang kita makan nasi."
"Ara nggak mau makan, Ma."
"Ara mau sembuh 'kan?" tanya Alara sambil membuka kotak makanan Ara yang berisi nasi, sup ayam dan telur rebus. "Tuh ada sup ayam. Dimakan ya? Biar minum obat terus biar kepalanya nggak pusing lagi." Alara mencoba merayu Ara walau ia sangat tidak cocok dalam hal merayu. "Dikit aja."
Akhirnya Ara mengangguk kemudian menerima suapan dari Alara untuk memakan makanannya. Tak lama, Adam bangun dan menatap putrinya yang sedang memakan makanannya. Ia menghampiri putrinya lalu mengelus kepalanya.
"Gimana keadaan kamu?"
Ara tersenyum. "Baik, Pa."
"Mas makan dulu, tadi aku udah pesan makanan." Alara menunjuk ke dua styrofoam yang masih ada di dalam plastik.
"Kamu belum makan?"
"Selesai Ara makan, aku langsung makan."
"Kita makan bersama." Adam memutuskan kemudian berkata. "Mas temui dokter dulu."
Alara mengangguk lalu suaminya keluar sementara ia kembali menyuapkan Ara, namun gadis kecil itu menolak dan tidak ingin lagi menghabiskan makanannya. Alara tidak memaksa setidaknya sudah ada sedikit nasi di dalam perut Ara. Ia kemudian memberikan obat pada Ara untuk diminum.
"Setelah minum obat kamu tidur ya."
Ara mengangguk. Ia meminum obatnya lalu Alara kembali menekan remote brankar agar brankar milik Ara kembali direntangkan seperti semula agar gadis itu bisa beristirahat dengan nyaman.
***
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top